Pemulihan kembali hubungan diplomatik antara Washington dan Havana terjadi pada saat Kuba masih berjuang untuk keluar dari krisis ekonomi yang dimulai sejak 1990-an dengan runtuhnya negara pelindung, Uni Soviet.
Tapi pendukung rezim Castro menolak pernyataan bahwa komunisme Kuba lemah.
"Mungkin sejumlah pemimpi atau orang-orang lain, yang berpikiran dangkal, menganggap ini akan menjadi akhir dari sosialisme, dan berpikir bahwa dengan matinya generasi bersejarah, sosialisme di Kuba akan berakhir," kata Eladio Aguiar, 78 tahun, yang berperang melawan invasi yang dipimpin oleh CIA di Teluk Babi tahun 1961 kepada televisi Reuters. "Tapi itu tidak benar."
Pemerintah Kuba menyebut kesepakatan dengan AS untuk membangun kembali hubungan kedua negara sebagai sebuah kemenangan. Banyak warga Kuba setuju dengan itu, ujar seorang seniman dan pembangkang, Tania Bruguera, dalam sebuah wawancara telepon dengan VOA.
"Anda berjalan keliling kota dan berbicara dengan sopir taksi atau orang yang menunggu dalam antrean dan mereka mengatakan, 'Kuba mengatur segala persyaratan di sini dan AS menyerah pada semua tuntutan Kuba.'"
Bruguera, yang ditangkap tahun lalu ketika mencoba untuk menggelar seni pertunjukan publik di Havana, mengatakan AS seharusnya menggunakan posisinya untuk menuntut reformasi hak asasi manusia dan membantu menanamkan akar demokrasi.
"Itu hanya soal waktu," kata seniman pembangkang lain, Pedro Pablo Oliva, yang karyanya telah dibandingkan dengan Guernica karya Picasso.
"Anda harus mulai, dan saya percaya ini adalah awal yang baik," katanya kepada VOA.
Para pendukung revolusi Kuba mencurigai motif Amerika Serikat. Penyair Nancy Morejon mencatat bahwa Presiden Barack Obama sendiri mengatakan ia berharap keterlibatannya akan dapat mencapai apa yang gagal dicapai oleh isolasi selama setengah abad.
"Inilah agenda pemerintah Amerika Serikat," katanya. "Tapi Perang Dingin sudah berakhir dan sekarang kita semua akan bergerak dengan niat terbaik untuk membangun hubungan dengan cara yang beradab."