Gereja Katolik Santa Charles Borromeo di Arlington, Virginia, sore itu menyambut kedatangan banyak orang. Gereja marak dihiasi balon warna-warni dan ucapan-ucapan yang ditulis dalam bahasa Arab, berbunyi: “Assalamu’alaikum” dan “Ahlan wa sahlan.” Beberapa warga non-Muslim menempelkan kertas nama di dada mereka, yang ditulis dalam bahasa Arab pula. Di antara para tamu yang datang, terlihat wanita, gadis, dan anak-anak perempuan yang berkerudung.
Rebecca Cataldi, ketua panitia penyelenggara buka puasa bernuansa lintas agama ini mengatakan, ini adalah gagasan yang ia lontarkan: “Karena bulan Ramadan akan segera tiba, saya menyarankan agar panitia menyelenggarakan iftar, yang akan merupakan uluran persahabatan yang manis. Bukan saja agar jemaah kami dapat berkumpul dengan saudara-saudara yang beragama Islam, tetapi juga dapat menjadi semacam pelayanan dalam menghidangkan buka puasa dan menyediakan tempat untuk mereka melakukan ibadah sholat,” begitu kata Rebecca.
Bagaimana tanggapan para jemaah gereja sewaktu diumumkan akan diselenggarakan acara buka puasa bersama dengan kalangan Muslim, Rebecca mengungkapkan: “Sangat positif. Sewaktu kami umumkan di buletin kami, kami mengira sekitar 60 orang akan memesan tempat, ternyata kami menerima 90 reservasi. Jadi bahkan terdapat antusiasme lebih besar daripada yang kami duga semula.”
Buka puasa bersama malam itu, sangat sukses. Imam dari Masjid Dar Al-Hijrah menyampaikan ceramah tentang Ramadan, yang dilanjutkan dengan tanya-jawab. Interaksi dan tukar pikiran berlangsung dengan ramah-tamah dan hangat. Setelah dikumandangkan azan, hadirin berbuka puasa dengan buah kurma dan makanan kecil lainnya. Ketika tamu-tamu Muslim melaksanakan ibadah solat Maghrib, tamu-tamu yang lain memperhatikan dengan seksama. Sajian iftar malam itu berupa masakan Pakistan amat lezat, termasuk hidangan daging halalnya.
Ketika ditanyakan, adakah imbal-balik yang diharapkan oleh para jemaah gereja Santa Charles yang telah menyelenggarakan iftar ini, Cataldi menjawab: "Iftar ini adalah bingkisan bagi saudara-saudara Muslim kami. Saya rasa, apabila kita menghadiahkan sesuatu, kita tidak meminta imbalan apapun. Harapan kami hanyalah agar uluran persahabatan ini dapat kiranya mempererat hubungan antara pemeluk agama Katolik dan Muslim dalam masyarakat kita atau dalam lingkup yang lebih luas lagi,” demikian tutur Cataldi.
Rebecca Cataldi bekerja pada organisasi “International Center for Religion & Diplomacy” atau Gelanggang Internasional bagi Agama dan Diplomasi. Sarjana Hubungan Internasional yang telah mengunjungi banyak negara, termasuk Indonesia ini, adalah aktivis perdamaian, yang juga menyandang gelar Master di bidang konflik dan resolusi dari Universitas George Mason, Virginia.