JAKARTA —
Kebijakan pemerintah terkait usaha sektor pertambangan terus mendapat sorotan dari para pengusaha. Setelah mewajibkan perusahaan tambang membangun smelter dan melarang ekspor bahan tambang mentah, pemerintah juga segera menaikkan pajak ekspor bahan tambang olahan. Menurut Menteri Keuangan, Chatib Basri, kenaikan akan diberlakukan secara bertahap.
Sementara menurut juru bicara PT. Freeport Indonesia, Daisy Primayanti, saat ini Freeport Indonesia sedang melakukan kajian terkait berbagai kebijakan pemerintah terhadap sektor pertambangan.
Penolakan yang dilakukan perusahaan tambang sejak larangan ekspor bahan tambang mentah diberlakukan mulai 12 Januari 2014, terus berlanjut. Bahkan kini reaksi bertambah dengan kebijakan pemerintah menaikkan pajak eskpor produk tambang olahan. Kenaikan pajak ekspor ditetapkan sebesar 60 persen, dilakukan secara bertahap hingga akhir tahun 2016.
Kepada pers di Jakarta Rabu (15/1), Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pemerintah berharap pengusaha bekerjasama dalam implementasi peraturan yang ditetapkan pemerintah Indonesia.
Menteri Chatib Basri juga berharap pengusaha segera meningkatkan kadar pemurnian bahan tambang mentah menjadi bahan tambang olahan agar dapat diekspor sehingga kebijakan larangan ekspor bahan tambang mentah tidak terus dipersoalkan. Selain itu dinaikkannya pajak ekspor bahan tambang olahan merupakan keputusan pemerintah karena selama ini nilai yang didapat pemerintah dari sektor pertambangan, rendah.
Jika pengusaha khawatir larangan ekspor bahan tambang mentah serta kenaikan pajak ekspor bahan tambang olahan mengakibatkan perusahaan mengurangi tenaga kerja, menurut Menteri Chatib Basri, seharusnya hal tersebut tidak dilakukan pengusaha karena pengusaha dapat tetap mengekspor.
Kepada VoA, Juru Bicara PT. Freeport Indonesia, Daisy Primayanti mengatakan Freeport Indonesia belum bersedia berkomentar banyak mengenai kebijakan pemerintah akhir-akhir ini terhadap perusahaan tambang.
Sementara ini ditambahkannya, Freeport Indonesia berpegang pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM mengenai standar proses pemurnian bahan tambang mentah menjadi bahan tambang olahan untuk mendapat izin ekspor. Ia menegaskan larangan ekspor bahan tambang mentah tidak mengganggu kinerja Freeport Indonesia, namun diakuinya kajian yang saat ini terus dibahas Freeport Indonesia yaitu mengenai pajak ekspor dan kemungkinan diterapkannya kebijakan-kebijakan baru lainnya.
“Pokoknya kalau kita baca dari Permen nya itu kan memang sepanjang produk tambangnya itu sudah melalui proses pengolahan yang memenuhi standar mininum maka sudah boleh diekspor, tetapi kemudian kan masih banyak lagi Permen yang kita tunggu juga yang terkait dengan bea keluar terhadap tambang yang diekspor, kita belum bisa memberi komentar karena kita juga masih melakukan kajianlah kira-kira, kita beroperasi normal, kalau Freeport itu kan memang produk yang diekpsor itu kan bukan bijih mentah, bukan mineral mentah, produk yang kita ekspor itu kan sudah berupa konsentrat yang memberi nilai tambah 95 persen dan mempunyai kandungan tembaga 20 sampai 30 persen, kalau kita kan kayak gitu,” ujar Daisy.
Pajak ekspor bahan tambang olahan ditetapkan tahun lalu sebesar 25 persen, naik menjadi 35 persen pada tahun tahun ini, dan menjadi 50 persen pada tahun 2015, serta menjadi 60 persen pada tahun 2016.
Reaksi yang datang dari para pengusaha tambang mendapat respon pemerintah dengan memberi waktu proses pemurnian bahan tambang mentah menjadi bahan tambang olahan selama 3 tahun kedepan. Jenis bahan tambang yang diizinkan diekspor setelah dimurnikan yaitu tembaga, pasir besi, bijih besi, seng dan timbal. Besaran kadar pemurnian masih dibahas pemerintah.
Pengamat Pertambangan dari Institut Teknologi Bandung, Irwandy Arif mengatakan kebijakan pemerintah terkait sektor pertambangan harus didukung karena sudah sejak lama sumber daya alam Indonesia disalahgunakan berbagai pihak, termasuk oleh pemerintah. Ia berharap pengusaha tambang lokal dan asing bekerjasama dengan pemerintah untuk lebih berhati-hati mengelola sumber daya alam.
“Untuk pasar dunia kita di atas 30 persen dan begitu kita ngerem sedikit harga naik, terasa sekali sekarang ini sejak pengumuman pemerintah, jadi memang banyak sekali efeknya, nah kalau ini bisa diatasi cepat-cepat pembangunan smelter segala macam luar biasa dampaknya, bukan hanya kepada harga mineral yang tinggi, yang memberikan nilai tambah tapi juga konsekuensinya dengan harga yang baik itu akan bergulir semuanya, nah ini kan hanya bagaimana caranya pemerintah mengatasi masa transisi, fungsinya ini bagaimana melakukan akselerasi dalam segala hal oleh pemerintah untuk pembangunan smelter, bagaimanapun perubahan paradigma itu pasti ada masa dimana kelihatannya tidak baik, tapi kalau ini bisa cepat diatasi maka hal-hal positif akan menunggu kita di depan,” demikian ulas Irwandy.
Sementara menurut juru bicara PT. Freeport Indonesia, Daisy Primayanti, saat ini Freeport Indonesia sedang melakukan kajian terkait berbagai kebijakan pemerintah terhadap sektor pertambangan.
Penolakan yang dilakukan perusahaan tambang sejak larangan ekspor bahan tambang mentah diberlakukan mulai 12 Januari 2014, terus berlanjut. Bahkan kini reaksi bertambah dengan kebijakan pemerintah menaikkan pajak eskpor produk tambang olahan. Kenaikan pajak ekspor ditetapkan sebesar 60 persen, dilakukan secara bertahap hingga akhir tahun 2016.
Kepada pers di Jakarta Rabu (15/1), Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pemerintah berharap pengusaha bekerjasama dalam implementasi peraturan yang ditetapkan pemerintah Indonesia.
Menteri Chatib Basri juga berharap pengusaha segera meningkatkan kadar pemurnian bahan tambang mentah menjadi bahan tambang olahan agar dapat diekspor sehingga kebijakan larangan ekspor bahan tambang mentah tidak terus dipersoalkan. Selain itu dinaikkannya pajak ekspor bahan tambang olahan merupakan keputusan pemerintah karena selama ini nilai yang didapat pemerintah dari sektor pertambangan, rendah.
Jika pengusaha khawatir larangan ekspor bahan tambang mentah serta kenaikan pajak ekspor bahan tambang olahan mengakibatkan perusahaan mengurangi tenaga kerja, menurut Menteri Chatib Basri, seharusnya hal tersebut tidak dilakukan pengusaha karena pengusaha dapat tetap mengekspor.
Kepada VoA, Juru Bicara PT. Freeport Indonesia, Daisy Primayanti mengatakan Freeport Indonesia belum bersedia berkomentar banyak mengenai kebijakan pemerintah akhir-akhir ini terhadap perusahaan tambang.
Sementara ini ditambahkannya, Freeport Indonesia berpegang pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM mengenai standar proses pemurnian bahan tambang mentah menjadi bahan tambang olahan untuk mendapat izin ekspor. Ia menegaskan larangan ekspor bahan tambang mentah tidak mengganggu kinerja Freeport Indonesia, namun diakuinya kajian yang saat ini terus dibahas Freeport Indonesia yaitu mengenai pajak ekspor dan kemungkinan diterapkannya kebijakan-kebijakan baru lainnya.
“Pokoknya kalau kita baca dari Permen nya itu kan memang sepanjang produk tambangnya itu sudah melalui proses pengolahan yang memenuhi standar mininum maka sudah boleh diekspor, tetapi kemudian kan masih banyak lagi Permen yang kita tunggu juga yang terkait dengan bea keluar terhadap tambang yang diekspor, kita belum bisa memberi komentar karena kita juga masih melakukan kajianlah kira-kira, kita beroperasi normal, kalau Freeport itu kan memang produk yang diekpsor itu kan bukan bijih mentah, bukan mineral mentah, produk yang kita ekspor itu kan sudah berupa konsentrat yang memberi nilai tambah 95 persen dan mempunyai kandungan tembaga 20 sampai 30 persen, kalau kita kan kayak gitu,” ujar Daisy.
Pajak ekspor bahan tambang olahan ditetapkan tahun lalu sebesar 25 persen, naik menjadi 35 persen pada tahun tahun ini, dan menjadi 50 persen pada tahun 2015, serta menjadi 60 persen pada tahun 2016.
Reaksi yang datang dari para pengusaha tambang mendapat respon pemerintah dengan memberi waktu proses pemurnian bahan tambang mentah menjadi bahan tambang olahan selama 3 tahun kedepan. Jenis bahan tambang yang diizinkan diekspor setelah dimurnikan yaitu tembaga, pasir besi, bijih besi, seng dan timbal. Besaran kadar pemurnian masih dibahas pemerintah.
Pengamat Pertambangan dari Institut Teknologi Bandung, Irwandy Arif mengatakan kebijakan pemerintah terkait sektor pertambangan harus didukung karena sudah sejak lama sumber daya alam Indonesia disalahgunakan berbagai pihak, termasuk oleh pemerintah. Ia berharap pengusaha tambang lokal dan asing bekerjasama dengan pemerintah untuk lebih berhati-hati mengelola sumber daya alam.
“Untuk pasar dunia kita di atas 30 persen dan begitu kita ngerem sedikit harga naik, terasa sekali sekarang ini sejak pengumuman pemerintah, jadi memang banyak sekali efeknya, nah kalau ini bisa diatasi cepat-cepat pembangunan smelter segala macam luar biasa dampaknya, bukan hanya kepada harga mineral yang tinggi, yang memberikan nilai tambah tapi juga konsekuensinya dengan harga yang baik itu akan bergulir semuanya, nah ini kan hanya bagaimana caranya pemerintah mengatasi masa transisi, fungsinya ini bagaimana melakukan akselerasi dalam segala hal oleh pemerintah untuk pembangunan smelter, bagaimanapun perubahan paradigma itu pasti ada masa dimana kelihatannya tidak baik, tapi kalau ini bisa cepat diatasi maka hal-hal positif akan menunggu kita di depan,” demikian ulas Irwandy.