Tautan-tautan Akses

Hutan Indonesia Sorotan Utama Film Burning Season


Film "Burning Season" menceritakan tentang masalah kebakaran hutan di Indonesia akibat pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit.
Film "Burning Season" menceritakan tentang masalah kebakaran hutan di Indonesia akibat pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit.

Dalam Festival Film Lingkungan Hidup di Washington DC, film hasil karya sutradara Cathy Henkel memperlihatkan kerja keras pengusaha Australia menjadikan kredit karbon sebuah sistem nyata.

Festival Film Lingkungan Hidup 2010 baru selesai diselenggarakan di Washington DC. Ini merupakan tahun ke-18 festival film ini diadakan dan seperti yang dilaporkan koran Washington Post, perkembangan pesat festival yang menampilkan lebih dari 150 film ini, dapat ditebak seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan global. Salah satu film yang diputar adalah “Burning Season.”

Film ini menceritakan tentang masalah kebakaran hutan di Indonesia akibat pembukaan lahan kebun-kebun kelapa sawit. Sutradara Cathy Henkel, mengikuti pengusaha muda Australia bernama Dorjee Sun, dalam usahanya melestarikan hutan dan binatang-binatang yang tinggal didalamnya. Sun yakin cara menyelesaikan masalah penggundulan hutan ini adalah dengan jalur kapitalisme, yaitu dengan jual-beli kredit karbon.

Henkel turut hadir dalam pemutaran perdana film ini di Washington DC, dan menceritakan tentang konsep jual-beli kredit karbon. Dia mengatakan karbon kredit adalah bagaikan uang. Di negara-negara seperti di Eropa dimana terdapat peraturan yang mengharuskan perushaan-perusahaan membayar pajak atas polusi yang mereka hasilkan, pembelian karbon kredit untuk melestarian hutan bisa menjadi alternatif untuk pajak lingkungan. Uang dari pajak itu digunakan untuk memastikan hutan di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, tetap dilestarikan.

Konsep kredit karbon merupakan salah satu usaha untuk membantu pengurangan emisi dan sejalan dengan program PBB mengenai Pengurangan Emisi karena Deforestasi dan Degradasi Hutan, yang kerap disebut REDD. Kepala program REDD, Yemi Katerer mengatakan sistem REDD dibuat untuk memberikan insentif bagi negara untuk tidak menggunduh hutan-hutan mereka.

Namun, direktur Pusat Studi Woodrow Wilson International Center untuk bagian Perubahan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, Geoffrey Dabelko mengatakan meskipun pembelian kredit untuk pelestarian lingkungan dapat dilihat pada sektor-sektor tertentu seperti dalam usaha pelestarian air bersih di New York, jual-beli kredit karbon lebih sulit untuk direalisir.

Dabelko memberikan beberapa syarat supaya kredit karbon bisa dijadikan sebuah sistem global yang efektif. Dia mengatakan kredit karbon ini bisa berjalan dengan baik apabila pasar kredit karbon tidak bisa hanya terbatas di Eropa saja. Pendistribusian uang hasil penjualan kredit karbon juga harus dapat dipertanggungjawabkan dan dipastikan sampai pada orang-orang kecil, seperti petani kelapa sawit, yang tergantung pada hutan untuk mata pencaharian mereka.

XS
SM
MD
LG