Rusia telah memasuki resesi, sembilan bulan setelah meluncurkan perang di Ukraina dengan ganjaran sanksi ekonomi dari Barat, menurut data resmi yang diterbitkan hari Rabu (16/11).
Produk domestik bruto menyusut empat persen pada kuartal ketiga, menurut perkiraan awal badan statistik nasional Rosstat.
Hal yang sama terjadi juga pada kuartal kedua, sehingga kini Rusia telah memenuhi definisi teknis resesi dengan penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut.
Meski demikian, penurunan output ekonomi sebesar empat persen antara Juli dan September itu lebih sedikit dari perkiraan para analis sebesar 4,5 persen.
Kontraksi ekonomi dipicu oleh penurunan perdagangan grosir sebesar 22,6 persen dan penurunan perdagangan ritel sebesar 9,1 persen.
Sementara itu, pembangun infrastruktur tumbuh 6,7 persen dan pertanian 6,2 persen.
Perekonomian Rusia tengah terseok-seok di bawah berbagai masalah.
Sanksi-sanksi Barat telah membatasi kegiatan ekspor dan impor, termasuk komponen manufaktur utama dan suku cadang.
Berbagai perusahaan juga mengalami kekurangan tenaga kerja akibat mobilisasi parsial ratusan ribu pria sebagai tentara cadangan.
Meskipun mengalami kontraksi ekonomi, angka pengangguran Rusia tetap berada pada level 3,9 persen pada September, menurut Rosstat.
Akibatnya, ekonomi Rusia menjadi lebih bergantung pada ekspor energi, yang kini mewakili 40 persen pendapatan pemerintah federal.
Menurut kantor Boris Titov, komisaris presiden untuk pengusaha, sekitar sepertiga dari 5.800 perusahaan Rusia baru-baru ini mengalami penurunan penjualan dalam beberapa bulan terakhir.
Mobilisasi 300.000 tentara cadangan September lalu telah memengaruhi sepertiga jumlah perusahaan, menurut survei yang sama, kata harian Kommersant.
“Situasinya terus memburuk, tidak mengejutkan,” kata Dmitry Polevoy, direktur investasi Locko Invest di Moskow. [rd/jm]
Forum