Tautan-tautan Akses

Dunia Peringati 1 Tahun Deklarasi Resmi WHO Soal Pandemi COVID-19


Seorang pria memakai masker, berjalan melewati ilustrasi virus COVID-19 di luar pusat sains regional di Oldham, Inggris, 3 Agustus 2020. (REUTERS / Phil Noble).
Seorang pria memakai masker, berjalan melewati ilustrasi virus COVID-19 di luar pusat sains regional di Oldham, Inggris, 3 Agustus 2020. (REUTERS / Phil Noble).

Satu tahun setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan wabah COVID-19 sebagai pandemi, suatu kajian baru mendapati bahwa varian virus yang pertama kali dideteksi di Inggris lebih mematikan daripada versi sebelumnya.

Suatu penelitian yang diterbitkan Rabu (10/3) di British Medical Journal menyatakan orang-orang yang terinfeksi varian B.1.1.7, 30 persen hingga 100 persen lebih besar kemungkinannya meninggal dibandingkan dengan mereka yang terjangkit versi lainnya, dengan rata-rata kemungkinan sekitar 64 persen.

Varian B.1.1.7 telah dideteksi di lebih dari 100 negara sejak pertama kali didapati September lalu di bagian tenggara Inggris. Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa varian ini jauh lebih mudah menular daripada versi awalnya.

Brazil mencatat 2.286 kematian terkait COVID-19 hari Rabu (10/3), rekor baru jumlah kematian dalam satu hari. Negara di Amerika Selatan ini menghadapi lonjakan dramatis kasus virus corona yang disebabkan oleh varian P.1, yang ditemukan November lalu di Manaus, kota di kawasan Amazon. Para peneliti menyatakan varian P.1. 1,4 hingga 2,4 kali lebih mudah menular daripada versi awal virus corona, dan juga dapat kembali menjangkiti mereka yang telah pulih dari COVID-19.

Menurut Johns Hopkins Coronavirus Resource Center, Brazil mencatat 11,2 juta dari 118 juta kasus COVID-19 di seluruh dunia, ketiga setelah AS dan India. Brazil juga mencatat total 270.656 kematian, kedua terbanyak setelah AS yang mencatat 529.203 kematian.

Sementara banyak negara berjuang keras untuk memvaksinasi warga mereka untuk melawan virus corona, Presiden AS Joe Biden berjanji akan berbagi kelebihan dari vaksin berdosis tunggal yang dikembangkan Johnson & Johnson dengan dunia. Biden mengemukakan janji itu hari Rabu sewaktu ia mengumumkan AS akan membeli 100 juta dosis vaksin Johnson & Johnson lagi untuk meningkatkan pasokan vaksin COVID-19 AS.

Botol-botol vaksin COVID-19 produksi Johnson & Johnson di National Jewish Hospital, di kawasan timur Denver, 6 Maret 2021.
Botol-botol vaksin COVID-19 produksi Johnson & Johnson di National Jewish Hospital, di kawasan timur Denver, 6 Maret 2021.

“Ini bukan sesuatu yang dapat dihentikan dengan pagar, tak peduli berapapun tingginya pagar atau tembok yang dibangun,” kata presiden. “Jadi kita tidak akan benar-benar aman hingga dunia aman.”

Bulan lalu, Biden menjanjikan 4 miliar dolar untuk program berbagi vaksin global WHO, COVAX, yang membeli vaksin dengan bantuan negara-negara kaya dan mendistribusikannya secara merata ke semua negara.

Sekelompok peneliti AS menyatakan bahwa orang-orang yang telah pernah terjangkit COVID-19 hanya memerlukan satu dosis dari vaksin dua dosis buatan Pfizer-BioNTech atau Moderna.

Dalam surat yang diterbitkan Rabu (10/3) di New England Journal of Medicine, 32 ilmuwan di Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York, menyatakan suatu penelitian kecil mengungkapkan bahwa orang-orang yang telah pulih dari penyakit itu, membangun antibodi sekitar 10 hingga 45 kali lebih banyak setelah dosis pertama vaksin yang mereka terima, dibandingkan dengan orang yang tidak terjangkit virus itu.

Semakin banyak peneliti yang telah menyetujui teori bahwa begitu seseorang pernah terjangkit COVID-19, sistem kekebalan tubuh mereka akan meningkat jauh lebih kuat dan memberi pertahanan lebih cepat begitu vaksin memicu tubuh untuk mulai kembali memproduksi antibodi. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG