Pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid pada peringatan Hari Santri Nasional Senin lalu di Garut, Jawa Barat, terus menuai kontroversi. Unjuk rasa mengecam pembakaran bendera itu bermunculan di sejumlah daerah, termasuk Jakarta.
Tiga pelaku pembakaran beralasan bendera hitam bertulisan kalimat tauhid tersebut merupakan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang telah dilarang oleh pemerintah Indonesia.
Sekitar seribu umat Islam dari berbagai organisasi masyarakat sehabis salat Jumat (26/10) di Masjid Istiqlal, Jakarta, langsung pawai menuju depan kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di kawasan Medan Merdeka. Mereka mengecam pembakaran bendera yang dilakukan oleh tiga anggota Barisan Sebaguna Ansor (Banser).
Para pengunjuk rasa tersebut membawa bendera berwarna hitam bertulisan kalimat tauhid, persis seperti bendera yang dibakar di Garut Senin lalu. Mereka menegaskan bendera itu merupakan milik umat islam sedunia, bukan kepunyaan sebuah organisasi.
Demonstran berulang kali melantunkan kalimat tauhid dan bertakbir seraya mengibarkan bendera hitam itu.
Dalam orasinya, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Muhammad Yusuf Martak menilai pembakaran bendera itu sudah menodai peringatan Hari Santri Nasional. Pembakaran tersebut, lanjutnya, karena Banser congkak akibat ada dukungan dari beberapa pihak.
"Kita jangan mundur selangkah pun. Kita akan tetap hadapi mereka karena mereka bukan sekali melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan perpecahan di antara umat, baik umat islam ataupun umat agama lain. Persekusi, menghadang tabligh akbar, dan segala hal dilakukan tiada hentinya. Emang siapa mereka," katanya.
Yusuf Martak meminta tindakan semacam itu tidak boleh ditolerir. Ketua Komando Laskar Islam Munarman mengatakan umat Islam tidak boleh diam kalau agamanya dihina.
"Saya ingatkan jangan coba-coba mereka merendahkan, melecehkan, menghinakan kalimat tauhid yang hidup kita, mati kita, ada pada kalimat itu saudara-saudara. Kita perjuangkan kalimat itu. Jangan sampai mereka menghinakan bendera Rasulullah dengan kalimat tauhid yang ada di dalam bendera itu," ujar Munarman.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto menjelaskan polisi masih mendalami motif pembawa bendera Hizbut Tahrir Indonesia, Uus Sukmana dalam peringatan Hari Santri Nasional di Garut. Dia telah ditangkap kemarin. Selain itu polisi juga sedang melakukan profiling terhadap Uus.
Tak hanya jejak digital pelaku, seperti diungkapkan Arief, penyidik masih mencari orang yang pertama kali mengunggah video pembakaran tersebut sehingga viral di media sosial. Menurutnya, siapa pun yang memenuhi unsur pidana dan perbuatan melawan hukum akan dipidanakan.
Sementara, terkait tiga anggota Banser yang melakukan pembakaran, Komjen Arief menyebut hal itu merupakan tindakan yang spontan dan tidak disertai niat jahat. Menurutnya pembakaran tidak akan terjadi bila pembawa bendera tidak datang ke Hari Santri Nasional di Garut.
Untuk itu Arief memastikan, anggota Barisan Ansor Serba Guna Nahdlatul Ulama (Banser NU) yang membakar bendera HTI tidak memenuhi unsur pelanggaran pidana.
Arief mengatakan, ketiga anggota Banser NU itu membakar bendera HTI semata-mata menjalankan tugas sesuai aturan panitia karena Panitia peringatan Hari Santri Nasional 2018 melarang peserta upacara membawa atribut selain bendera Merah Putih.
"Kita bisa buktikan bahwa memang betul Uus lah yang berada di Hari Santri nasional di Garut mengibarkan bendera itu dan yang bersangkutan sudah mengaku," ungkap Arief.
Kabareskrim Arief Sulistyanto mengimbau agar masyarakat bisa menilai insiden pembakaran bendera HTI saat peringatan Hari Santri Nasional di Garut, Jawa Barat itu secara utuh dan tidak sepenggal. [fw/ii]