Kebakaran di LA baru-baru ini telah meninggalkan kehancuran yang besar pada sarana dan sektor perumahan California, bukan hanya dari segi kerusakan tatanan lansekapnya tetapi juga akibat buruk untuk ekonominya. Sementara negara bagian di AS barat ini berjuang mengatasinya, pembahasan berikut mencoba memahami dampak ekonominya serta perencanaan dan pemulihan di masa depan.
Pasca kebakaran hutan dan lahan atau karhutla Los Angeles baru-baru ini lebih dari 12 ribu rumah dan struktur luluh dimakan api, kerugian moneter mencapai antara 135 sampai 150 miliar dolar, serta paling sedikit 24 orang tewas dan lebih dari sepuluh orang masih dinyatakan hilang.
Sammy dan Jenni Gunawan adalah pasangan suami istri lanjut usia dan tinggal di Granada Hills, di kawasan San Fernando Valley, Los Angeles. Jenni harus menggunakan kursi roda untuk berpindah-pindah.
Berikut penuturan Sammy tentang cobaan yang dihadapinya, “Tanggal 7 Januari jam 9:30 malam saya dapat telepon dari anak saya Dani, dia jaraknya five minutes away from my house ya. Kemudian ‘Dad ada kebakaran,’ katanya. Kebakaran itu asapnya sudah masuk.’ Saya buka pintu. Oh iya, itu asapnya sudah banyak. Jadi saya lihat keluar. Begitu kita lihat ke utara dari Balboa itu kelihatan apinya. Apinya sudah kelihatan dan banyak asap. Terus saya begitu dengar, ya kita siap siap dengan Jenni, Jenni kan dia agak sedikit perlahan karena dia harus wheelchair jadi saya pack pakaian pakaian."
Ia melanjutkan, "Terus kemudian saya dengar juga ada evacuation orders, kita harus keluar kan? Nah terus kemudian saya packing selesainya malah juga lambat sampai 2:00 pagi baru selesai, itu kan mendadak semua, pakaian, dokumen yang penting, dokumen perusahaan kita harus kumpulkan dan masuk langsung ke bagasi. Udah siap, tapi saya dengar dengar dari Dani, katanya jangan pergi dulu, lihat aja dulu, kelihatannya udah mulai disiram oleh fire department gitu, mungkin lewat helikopter its OK.”
Jadi pasangan suami istri lanjut usia ini berada dalam keadaan tegang selama berhari-hari, dan sempat mengungsi beberapa hari kemudian, tetapi kemudian diperbolehkan kembali ke rumah.
Memahami penyebab bencana api ini sangat penting untuk para perencana di negara bagian ini. VOA menghubungi Joseph Kane, peneliti dari program Brookings Metro di Brookings Institution. Program yang ditelitinya memfokuskan pada berbagai isu lingkungan di kawasan metropolitan dan hubungannya dengan peluang dan ketahanan infra struktur.
“Los Angeles merupakan sebuah zona berisiko mengingat kondisi kemarau yang parah dan kehadiran angin Santa Ana itu. Hal ini diperparah dengan absennya sebuah rencana atau investasi yang proaktif untuk melindungi berbagai struktur disana. Jadi gabungan antara tekanan lingkungan dan risiko akibat perubahan iklim serta infrastrukur perumahan, properti komersial dan sarana pendukungnya menjadikan Los Angeles sebuah sasaran empuk untuk kebakaran itu,” paparnya.
Jadi menurut Kane, pasca karhutla LA ini para penyandang kepentingan di kawasan ini harus bisa meraih banyak pelajaran.
“Sudah tentu perencanaan yang bersifat proaktif, manajemen risiko dan investasi sarana, ini semua adalah langkah-langkah yang menurut saya harus dipertimbangkan oleh para pemimpin lokal, negara bagian dan juga federal. Itu di sisi sektor publik, lalu di sektor privat, harus dipertimbangkan bagaimana berbagi beban diantara para pemilik rumah, penyewa rumah dan pemilik bisnis.. Menurut saya harus ada rekalibrasi mendasar bagaimana kita mengelola risiko, dan mungkin ini merupakan sebuah prakarsa jangka panjang yang ditanggung baik oleh sektor publik maupun privat,” lanjutnya.
Menurut Kane, seperti karhutla sebelumnya di California, kita sering mendengar akibat sistem infrastruktur yang sudah kadaluwarsa, seperti pengadaan air yang tidak memadai atau kehadiran tiang-tiang listrik yang menyebabkan percikan api, maka usaha pembangunan kembali haruslah memperhitungkannya agar kemarau atau angin kencang tidak menyebabkan bencana kebakaran.
“Terdapat kerentanan pada sistem dan jaringan itu sendiri, dan sarana itu acapkali tidak dirancang untuk mengelola risiko, bukan hanya karhutla, tetapi juga tantangan kronis seputar kondisi kemarau. Mereka dirancang dan dibangun 50 tahun yang lalu, malah lebih tua lagi. Jadi tantangan untuk direktur perusahaan listrik dan air ini, pemimpin lokal dan negara bagian, mereka punya tanggung jawab kolektif bagaimana mempertahankan keberlangsungan layanan ini secara handal dan terjangkau. Pada saat yang sama, melakukan investasi sarana itu tidak sekedar memperluas sistemnya, tetapi merancang ulang sehingga mereka handal dan kedap bencana. Memasukkan perlindungan ekstra ini dan sudah tentu juga melihat ke tuntutan di masa depan,” pungkasnya.
Sebelum kebakaran ini prakarsa sejenis ini sudah dilakukan di California. Perusahaan utility dan pemimpin negara bagian dan lokal bekerja sama dan secara aktif berusaha mengubah jaringan listrik dengan memindahkan kabel-kabel ke bawah tanah dari sistem yang menggunakan tiang listrik di udara terbuka. Manfaat utamanya adalah mengurangi risiko kebakaran hutan dan juga mampu meningkatkan kehandalan pasokan listrik.
Pada 2024 ekonomi California mencapai 4 poin satu triliun dolar, dan merupakan ekonomi ke 4 terbesar di dunia, tertinggal oleh ekonomi AS tentunya, kemudian juga Tiongkok dan Jerman. Dengan kekuatan ekonomi sedemikian besarnya diduga negara bagian ini memiliki sumber daya untuk membangun kembali, tetapi mengingat skala kerusakannya sedemikian besarnya pemerintah federal AS akan tetap berperan di dalamnya.
Gunawan, anggota diaspora Indonesia di California dan sudah berusia 79 tahun itu menggeluti bisnis servis peralatan dapur besar hotel dan restoran di California Selatan. Minggu lalu dia sudah terjun kembali dalam kegiatan yang dicintainya itu. [jm/ka]
Forum