Pandemi virus corona telah mengakibatkan banyak universitas dan perguruan tinggi sepi, karena para siswa harus tinggal di rumah dan berusaha melanjutkan pelajaran secara online.
Tapi dengan semakin panjangnya penutupan kegiatan sekolah yang formal, banyak mahasiswa mengeluh karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membayar ongkos kuliah dengan menggunakan layanan video, seperti Zoom.
Para siswa itu telah mengeluarkan banyak uang, yang sebagian besar merupakan uutang, untuk menyelesakan kuliah, dan membawa pulang gelar kesarjanaan dalam bidang yang mereka minati.
Kini para siswa itu merasa dirugikan karena harus kuliah secara online dan minta pertanggung-jawaban perguruan tinggi tempat mereka belajar.
“Kami harus membayar ekstra untuk mendapat layanan video tentang bahan-bahan kuliah yang tidak bisa diakses dengan komputer,” kata Dhrumil Shah, yang sedang menyelesaikan kuliah dalam bidang kesehatan masyarakat di Universitas George Washington.
Siswa yang berusia 24 tahun itu membayar ongkos kuliahnya selama dua tahun dengan uang pinjaman dari bank. Menurutnya kuliahnya akan selesai dalam waktu dekat, kendati tanpa upacara tamat belajar yang tradisional. Dhrumil Shah mengatakan ia telah menandatangani beberapa petisi bersama kawan-kawannya untuk minta semacam ganti rugi dari universitas.
Shah mengatakan, kuliah secara online karena adanya pandemi virus corona di kota Washngton DC telah mengakibatkan hilangnya struktur dan pengawasan dalam menyelesaikan studinya.
Shah menambahkan ia merasa tidak produktif karena harus bejalar sendiri dirumah tanpa dukungan para dosen dan kawan-kawan lainnya seperti sebelum keluarnya perintah lockdown.
Banyak siswa lainnya mengatakan telah kehilangan pengalaman belajar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, tidak bisa mengadakan eksperimen di laboratorium dan bahkan tidak bisa bersenang-senang dengan kawan sekuliah pada akhir pekan.
Siswa lain, Molly Riddick juga menuntut supaya New York University tempatnya belajar, memberikan semacam ganti rugi kepada para mahasiswa.
“Apapun yang dikatakan oleh New York University untuk membantah keluhan kami, kami berkeras bahwa kami tidak mungkin mendapat pendidikan seni secara penuh hanya dengan menggunakan Zoom.”
Siswa lainnya, Adelaide Dixon menuduh University of Miami di negara bagian Florida telah memberinya diploma yang “kurang bernilai” karena ia harus menyelesaikan pelajaran secara online.
Dengan adanya kuliah tersebut maka hanya ada dua kemungkinan: lulus atau gagal. Karena itu atas nama 100 mahasiswa lainnya ia menuntut University of Miami ganti rugi berjumlah beberapa juta dolar.
Kantor berita AFP melaporkan, sedikitnya 50 perguruan tinggi dan universitas telah menghadapi tuntutan hukum serupa dari para siswanya. Pihak universitas pada umumnya tidak bersedia memberikan komentar tentang hal itu, tapi ada yang mengatakan bahwa mereka juga merasa terjepit karena adanya penutupan kegiatan normal yang disebabkan oleh pandemi virus corona itu.
Kalau penutupan universitas terus berlangsung ketika kuliah resmi dimulai lagi akhir musim panas tahun ini, apakah 20 juta mahasiswa akan kembali ke kampus-kampus mereka? Dan apakah kegiatan sosialisasi yang normal akan bisa pulih, dan apakah ruang kafetaria sekolah masih harus menjalankan social distancing alias menjaga jarak dan para siswa harus mengenakan masker, kecuali ketika makan?
Wakil Presiden Urusan Akademis di California University, Pamella Oliver mengatakan, “kami memperkirakan kuliah-kuliah pada musim gugur nanti akan dilakukan secara virtual.” [ii/lt]