Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: Pembelaan Iran Atas Korps Garda Revolusi Iran Keliru


Angkatan Darat Korps Garda Revolusi Iran ketika menghadiri upacara di barat laut Iran. 17 Oktober 2022. (Foto: Iranian Revolutionary Guard's Ground Force/IRGC via AP)
Angkatan Darat Korps Garda Revolusi Iran ketika menghadiri upacara di barat laut Iran. 17 Oktober 2022. (Foto: Iranian Revolutionary Guard's Ground Force/IRGC via AP)
Mohammad Bagher Ghalibaf

Mohammad Bagher Ghalibaf

Ketua Parlemen Iran

“IRGC adalah entitas antiteroris yang terbesar dan tersukses.”

Salah

Pada 23 Januari, para menteri luar negeri Uni Eropa menerapkan sanksi baru terhadap pejabat pemerintah Iran dan institusi yang dicurigai terlibat dalam tindakan keras terhadap demonstran, termasuk pejabat senior Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).

Minggu lalu, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi tak mengikat yang mendesak agar IRGC dan pasukan terkait dimasukkan ke daftar kelompok teroris Uni Eropa. Tapi, ketua kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan pada 23 Januari bahwa langkah tersebut tidak bisa diambil tanpa keputusan pengadilan.

Parlemen Eropa mengatakan resolusi itu dikeluarkan untuk menanggapi penindasan oleh rezim Iran yang penuh dengan kekerasan, tidak pandang bulu, tidak proporsional dan tidak terkendali" terhadap protes damai dan "pembunuhan demonstran oleh Korps Garda Revolusi Iran."

Iran mengutuk resolusi UE itu.

Ketua parlemen Iran Mohammad Bagher Ghalibaf mengatakan resolusi itu menunjukkan UE "bertindak sebagai pendukung terorisme, karena IRGC adalah entitas antiterorisme terbesar dan tersukses."

Ghalibaf, mantan perwira senior IRGC dan rekan komandan IRGC Qassem Soleimani, yang tewas di tangan AS pada 2020, juga mengklaim IRGC-lah yang mengalahkan kelompok teroris ISIS di Irak dan Suriah.

Klaim ini keliru.

Korps Garda Revolusi Iran tercatat memberikan dukungan material, personel dan intelijen kepada kelompok-kelompok teroris di Timur Tengah dan Afrika. AS dan negara lain juga menuduh IRGC terlibat langsung dalam serangan teroris yang menargetkan personel diplomatik dan pasukan AS.

IRGC dibentuk 43 tahun lalu untuk membela sistem keagamaan Iran, dan memiliki pengaruh militer, politik dan ekonomi di Iran. Perwira top IRGC berhubungan langsung dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. IRGC diperkirakan memiliki hampir 200.000 tentara aktif dan juga mengendalikan Pasukan Perlawanan Basij, yang dilaporkan mampu memobilisasi lebih dari setengah juta loyalis rezim dan digunakan untuk menekan pembangkang di dalam negeri secara brutal. IRGC melakukan operasi di luar negeri melalui Pasukan Quds, yang dituduh memberikan pelatihan, dukungan material dan intelijen kepada milisi dan kelompok teroris di luar negeri.

Council on Foreign Relations yang berbasis di New York melaporkan pada tahun 2019:

"Pengeboman Kedutaan Besar AS dan barak penerjun payung militer AS dan Prancis di Beirut pada tahun 1983, begitu juga pembunuhan pihak oposisi rezim, telah dikaitkan dengan operasi Iran. Mereka juga dicurigai terlibat dalam pengeboman tahun 1994 di sebuah pusat Yahudi Buenos Aires; tuduhan ini dibantah Iran.

"Presiden AS George W. Bush, yang sebelumnya menyebut Iran sebagai anggota 'poros kejahatan', menuduh Pasukan Quds pada tahun 2007 memberikan bom pinggir jalan kepada militan Syiah untuk membunuh pasukan Amerika, meskipun para ahli di dalam dan di luar pemerintah mempertanyakan apakah perintahnya datang dari pemerintah. Pemerintahan Trump mengaitkan kematian 608 tentara AS di Irak antara tahun 2003 dan 2011 dengan IRGC.”

Di tahun yang sama, badan think tank Amerika yang berbasis di Washington D.C. Brookings Institution, mengatakan:

"Revolusi Islam 1979 di Iran telah membuktikan salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah terorisme modern. Revolusi menyebabkan lonjakan terorisme yang didukung Iran yang terus berlanjut hingga hari ini, meskipun dalam bentuk yang sangat berbeda."

"Krisis penyanderaan pada tahun 1979-1980 dan serangan Hizbullah yang didukung Iran terhadap Kedutaan Besar AS dan barak marinir AS di Lebanon pada 1983 menewaskan lebih dari 300 warga Amerika dan menjadi serangan teroris paling mematikan terhadap Amerika dalam sejarah AS, sebelum peristiwa 11 September."

Selain itu, IRGC tidak sendirian mengalahkan ISIS di Irak dan Suriah. Koalisi global 68 negara yang dipimpin oleh Amerika Serikat melakukan sebagian besar pekerjaan dalam menumpas ISIS. Di Suriah, kelompok milisi yang didukung Iran dan rezim Presiden Suriah Bashar Assad, sekutu Iran, memiliki reputasi buruk karena melakukan represi dan tindakan brutal terhadap warga Suriah.

AS menetapkan IRGC sebagai organisasi teroris pada tahun 2019, dan menandai pertama kalinya badan militer suatu negara masuk ke daftar serupa.

Ketika mengumumkan niat AS untuk memasukkan IRGC ke dalam daftar organisasi teroris luar negeri yang dibuat AS, Menteri Luar Negeri AS saat itu Mike Pompeo mengatakan penetapan itu sebagai tanggapan AS atas penggunaan terorisme oleh rezim Iran sebagai alat negara" dan merupakan hal yang berbeda dengan pemerintahan lainnya."

"Langkah bersejarah ini akan mempersulit keuangan Iran sebagai sponsor teror terkemuka dunia untuk menyebarkan kesengsaraan dan kematian di seluruh dunia," kata Pompeo.

XS
SM
MD
LG