BANGKOK —
Pemerintah Burma mengatakan jam malam di kota Meikhtila akan tetap berlaku setelah bentrokan hari kedua antara warga Budha dan warga Muslim. Ratusan orang melakukan kerusuhan hari Rabu, membakar toko-toko, dan merusak sedikitnya dua masjid.
Win Htein, politisi lokal yang beroposisi, mengatakan kepada VOA situasi masih belum stabil, meskipun pihak berwenang menyatakan keadaan darurat, yang dikenal sebagai Dekrit 144.
Ia mengatakan, setelah pihak berwenang mengeluarkan Dekrit 144, ia mengira kerusuhan akan mereda, tetapi beberapa warga Burma setempat dan sekelompok warga Muslim bentrok. Polisi setempat, katanya, tidak bisa membubarkan massa, sehingga lebih dari 10 orang tewas dalam bentrokan itu. Ia mengatakan, kini wilayah itu terkendali, tetapi di beberapa daerah lain warga Muslim menyerang warga Burma setempat.
Kota di Burma tengah itu terletak 150 kilometer selatan Mandalay. Media berita online Burma menerbitkan foto-foto polisi yang membawa perisai kerusuhan berkumpul di jalan-jalan dan massa berkerumun di depan toko-toko yang rusak.
Laporan-laporan media Burma mengatakan bentrokan itu dimulai setelah perselisihan di sebuah toko emas meningkat antara pembeli Budha dan warga Muslim pemilik toko.
Burma adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha dan warga Burma sebagai kelompok etnis terbesar. Tetapi, dengan adanya berbagai minoritas etnis dan agama, kadang-kadang ketegangan antar agama meletus menjadi kekerasan.
Tahun lalu, negara bagian Rakhine di Burma barat menjadi tempat bentrokan yang menelan korban jiwa antara warga Budha dan Muslim. Hampir 200 orang tewas dan 120.000 orang kehilangan tempat tinggal, sebagian besar minoritas Muslim Rohingya yang tidak punya kewarganegaraan.
Kelompok-kelompok HAM telah menyatakan keprihatinan bahwa ketegangan berlatar belakang agama dapat menyebar dan mengganggu upaya reformasi di Burma.
Win Htein, politisi lokal yang beroposisi, mengatakan kepada VOA situasi masih belum stabil, meskipun pihak berwenang menyatakan keadaan darurat, yang dikenal sebagai Dekrit 144.
Ia mengatakan, setelah pihak berwenang mengeluarkan Dekrit 144, ia mengira kerusuhan akan mereda, tetapi beberapa warga Burma setempat dan sekelompok warga Muslim bentrok. Polisi setempat, katanya, tidak bisa membubarkan massa, sehingga lebih dari 10 orang tewas dalam bentrokan itu. Ia mengatakan, kini wilayah itu terkendali, tetapi di beberapa daerah lain warga Muslim menyerang warga Burma setempat.
Kota di Burma tengah itu terletak 150 kilometer selatan Mandalay. Media berita online Burma menerbitkan foto-foto polisi yang membawa perisai kerusuhan berkumpul di jalan-jalan dan massa berkerumun di depan toko-toko yang rusak.
Laporan-laporan media Burma mengatakan bentrokan itu dimulai setelah perselisihan di sebuah toko emas meningkat antara pembeli Budha dan warga Muslim pemilik toko.
Burma adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha dan warga Burma sebagai kelompok etnis terbesar. Tetapi, dengan adanya berbagai minoritas etnis dan agama, kadang-kadang ketegangan antar agama meletus menjadi kekerasan.
Tahun lalu, negara bagian Rakhine di Burma barat menjadi tempat bentrokan yang menelan korban jiwa antara warga Budha dan Muslim. Hampir 200 orang tewas dan 120.000 orang kehilangan tempat tinggal, sebagian besar minoritas Muslim Rohingya yang tidak punya kewarganegaraan.
Kelompok-kelompok HAM telah menyatakan keprihatinan bahwa ketegangan berlatar belakang agama dapat menyebar dan mengganggu upaya reformasi di Burma.