Tautan-tautan Akses

BPS: Inflasi 2021 Mencapai 1,87 Persen


Suasana sebuah pasar di Papua. Perebakan virus corona di Papua, Senin, 13 April 2020, makin memprihatinkan seiring bertambahnya jumlah kasus dan wilayah yang terjangkit. (Foto: Alam Burhanan/VOA)
Suasana sebuah pasar di Papua. Perebakan virus corona di Papua, Senin, 13 April 2020, makin memprihatinkan seiring bertambahnya jumlah kasus dan wilayah yang terjangkit. (Foto: Alam Burhanan/VOA)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi di Tanah Air sepanjang 2021 mencapai 1,87 persen. Jayapura tercatat sebagai wilayah yang mengalami inflasi tertinggi, yakni sebesar 1,91 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan 88 dari 90 kota yang disurvei lembaganya mengalami inflasi. BPS mencatat besaran inflasi sepanjang 2021 mencapai 1,87 persen secara tahunan, dan sebesar 0,57 persen pada Desember 2021. Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 1,91 persen dan terendah di Pekanbaru 0,07 persen.

"Inflasi pada Desember 2021 sebesar 0,57 persen ini tercatat sebagai inflasi tertinggi dalam dua tahun terakhir," jelas Margo Yuwono dalam konferensi pers daring, Senin (3/1).

Para pedagangan di Pasar Wamena, Papua (VOA/Alam Burhanan).
Para pedagangan di Pasar Wamena, Papua (VOA/Alam Burhanan).

Margo menambahkan sejumlah komoditas yang memiliki andil terhadap inflasi di Jayapura antara lain angkutan udara dan ikan. Ini tidak jauh berbeda dengan komoditas yang memiliki andil terhadap inflasi nasional seperti makanan, minuman, dan tembakau.

BPS juga mencatat dua kota yang mengalami deflasi -- paling tinggi terjadi di Dumai sebesar 0,13 persen dan terendah di Bukittinggi 0,04 persen. Kata Margo, sejumlah komoditas yang memiliki andil terhadap deflasi di Dumai adalah cabe merah, ikan, dan tomat.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengapresiasi pemerintah karena besaran inflasi 2021 di bawah perkiraan pemerintah sebesar 3 persen. Kendati demikian ia menilai inflasi ini akan tetap menurunkan daya beli masyarakat pada masa pandemi.

Sembako, seperti beras dan gula, menjadi kebutuhan paling mendesak yang diungkapkan survei ini. (Foto: Courtesy/Humas Jabar)
Sembako, seperti beras dan gula, menjadi kebutuhan paling mendesak yang diungkapkan survei ini. (Foto: Courtesy/Humas Jabar)

Rusli, juga memperkirakan tingkat inflasi pada tahun depan akan naik di kisaran 3,5 persen. Kata dia, salah satu faktor yang berpengaruh, yaitu harga kebutuhan pokok atau sembako.

"Kemungkinan akan ada kenaikan harga sembako, khususnya beras kalau ada banjir (saat panen raya). Tapi kalau tidak ada banjir, maka akan aman," jelas Rusli kepada VOA, Senin (3/1/2022).

Sebagian wilayah di Jawa Tengah dan DIY mulai panen padi menjelang panen raya Februari-Maret mendatang. (VOA/Nurhadi Sucahyo)
Sebagian wilayah di Jawa Tengah dan DIY mulai panen padi menjelang panen raya Februari-Maret mendatang. (VOA/Nurhadi Sucahyo)

Kata Rusli, kekhawatiran banjir tersebut muncul karena faktor alam atau La Nina yang menyebabkan curah hujan tinggi di Indonesia. Padahal, kata dia, panen raya akan mulai berlangsung pada Maret 2022.

Selain itu, menurutnya, impor kebutuhan pokok juga dapat mempengaruhi inflasi di dalam negeri. Karena itu, katanya, pemerintah perlu mengamankan harga impor seperti jagung, kedelai, dan gandum agar tidak naik pada tahun ini. Salah satu caranya adalah dengan membuat kontrak-kontrak jangka panjang atau setahun.

"Jadi kalau seandainya permintaan naik dari Eropa atau China untuk kedelai, kita tetap kebagian barangnya. Karena sudah mengamankan setahun," imbuhnya.

Ia juga memperkirakan aktivitas ekonomi pada tahun ini akan meningkat jika penanganan pandemi semakin baik. Kondisi ini akan meningkatkan permintaan barang dan jasa yang juga dapat memicu kenaikan harga. Apalagi ketersediaan barang dan jasa masih sulit dipenuhi pada awal pemulihan pascapandemi. [sm/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG