Pandemi virus corona telah mengubah lanskap dunia usaha di seluruh dunia, termasuk Nigeria. Di kota Lagos, bisnis pesan-antar bahan pangan yang membantu perempuan menghindari kerumunan pasar dan potensi tertular virus, justru memicu reaksi negatif dari sebagian kalangan ketika perempuan Nigeria memperjuangkan kesetaraan gender.
Di sebagian besar rumah tangga di Nigeria, tugas perempuan adalah berbelanja dan memasak. Dengan mengemas dan mengirimkan bahan pangan, bisnis bernama Easyshop Easycook bertujuan untuk menghemat waktu perempuan dengan membawakan belanjaan mereka langsung ke pintu rumah masing-masing, sekaligus membantu menerapkan pembatasan sosial demi menjaga kesehatan.
Dengan demikian, menurut sang pemilik usaha, Saudat Salami, bisnisnya juga memungkinkan perempuan untuk menekuni pekerjaan dan karir mereka dengan lebih baik. Akan tetapi, tidak semua orang berpikir bahwa itu ide yang bagus.
“Kami menghadapi permusuhan setiap hari. Setiap kali kami mengeluarkan iklan jasa yang kami tawarkan, Anda akan melihat komentar bahwa Anda terlalu malas. ‘Kenapa kamu membiarkan orang lain berbelanja untukmu? Kamu terlalu malas. Nanti perempuan Kalabar datang dan merebut suamimu, loh. Kenapa kamu membiarkan hal itu terjadi?’ Dan… ya, kami menerima komentar seperti itu setiap hari,” ungkapnya.
Salami sendiri sudah menekuni usahanya selama lebih dari 14 tahun. Menurutnya, komentar-komentar di linimasa seringkali menuduhnya mengikis peran tradisional gender. Baginya, pola pikir seperti itu sudah kuno. Seharusnya lebih banyak perempuan berperan di dunia usaha dan pemerintahan.
“Semakin banyak perempuan duduk di Majelis Nasional… (maka) Anda akan melihat segala sesuatu dari perspektif mereka… dan kami akan menegakkan hukum, dan Anda dapat memaksa perusahaan dan lembaga untuk mengakui keberadaan perempuan, ini tantangan-tantangannya dan ini cara kita untuk melibatkan mereka dalam semua yang kita kerjakan,” imbuhnya.
Salami tidak sendiri. Funmi Ogbue mendirikan Women in Energy Network untuk melibatkan lebih banyak sosok perempuan dalam industri perminyakan di negeri itu. Ia mengatakan bahwa rintangan yang ada harus dirobohkan agar perempuan memiliki kesempatan dalam dunia bisnis. “Kita belum sampai sana. Jumlah kita masih belum cukup, akibat alasan budaya dan tidak adanya akses finansial,” katanya.
Konsultan bisnis dunia, McKinsey, menuturkan, jika berkaca pada kondisi saat ini, perlu 142 tahun untuk perempuan Afrika mencapai kesetaraan. Sementara itu, di Nigeria, wakil rakyat perempuan hanya berjumlah kurang dari enam persen, dan belum pernah ada perempuan yang memegang jawaban gubernur negara bagian. [rd/em]