Presiden Joe Biden hari Jumat (13/5) tampaknya mendorong para pemimpin Asia Tenggara untuk lebih blak-blakan tentang invasi Rusia ke Ukraina, tetapi perang adalah masalah yang rumit bagi banyak anggota aliansi 10 negara ASEAN yang memiliki hubungan mendalam dengan Moskow.
Biden menyambut para pemimpin dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) ke Gedung Putih hari Kamis (12/5) malam untuk jamuan kenegaraan guna memulai pertemuan puncak dua hari. Ini merupakan pertemuan pertama kelompok itu di Washington dalam 45 tahun sejarahnya.
"Kami tidak hanya merayakan 45 tahun kemitraan dan persahabatan antara ASEAN dan Amerika Serikat," kata Biden, Jumat. "Kita meluncurkan era baru dalam hubungan AS-ASEAN."
“Saat kita melihat ke seluruh dunia, semua tantangan yang kita hadapi, kemitraan ASEAN-AS sangat penting,” kata Biden, “Pertemuan ini membuat kita menjadi bagian dari sejarah.”
Selama sambutannya, Biden mengatakan ia bermaksud mencalonkan Kepala Staf National Security Council (NSC) Gedung Putih, Yohannes Abraham menjadi Duta Besar AS untuk ASEAN.
Gedung Putih juga berusaha untuk menunjukkan bahwa pemerintah AS meningkatkan keterlibatan di kawasan Pasifik meskipun sedang berfokus pada perang di Ukraina. AS mengumumkan komitmennya senilai $150 juta lebih dalam proyek-proyek baru untuk meningkatkan iklim, maritim, dan infrastruktur kesehatan masyarakat di Asia Tenggara.
Biden memahami bukan hal yang mudah untuk memperoleh konsensus dengan para pemimpin ASEAN tentang invasi Rusia di Ukraina. [my/pp]