Badan Tenaga Nuklir Indonesia menyatakan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir masih akan diteruskan meski muncul insiden kerusakan pembangkit nuklir di Fukushima Jepang akibat gempa dan tsunami.
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan pegunungan Muria di Jawa Tengah sebagai lokasi pembangunan reaktor nuklir. Tapi, rencana ini terus mendapatkan penolakan dari masyarakat setempat dan juga para aktivis lingkungan karena alasan keamanan.
Kepala Biro Kerjasama Hukum dan Humas Badan Tenaga Nuklir Indonesia, Ferhat Aziz di Jakarta, Jumat, menjelaskan saat ini pemerintah telah menyiapkan opsi tempat lain untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir yaitu di wilayah Bangka Belitung.
Wilayah Bangka Belitung dan pegunungan Muria, menurut Ferhat Aziz, dapat dikatagorikan sebagai wilayah yang aman untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir karena jauh dari ancaman gempa dan tsunami.
Ferhat menjelaskan pembangunan reaktor nuklir dibutuhkan Indonesia sebagai sumber energi alternatif pemasok tenaga listrik dan Energi ini juga dianggap lebih ramah lingkungan ketimbang minyak atau lainnya.
Dewan Energi Nasional telah memperhitungkan pada 50 tahun ke depan, Indonesia memerlukan energi listrik sekitar lebih dari 400 ribu megawatt. Dan, saat ini Indonesia baru mempunyai sekitar 30 ribuan energi listrik.
Ferhat mengakui bahwa Indonesia memang kaya dengan batubara tetapi saat ini seluruh dunia sedang berusaha meminimalkan penggunaan batubara yang mencemarkan lingkungan.
"Indonesia sendiri walaupun punya batubara Indonesia ingin menjadi penduduk dunia yang bertanggung jawab, tidak mencemari udara," ujar Ferhat. "Oleh karena itu kita wajib meminimalkan pengunaan batu bara yang kotor. Kalau batubara yang bersih itu sangat mahal. Salah satunya yang mungkin memberikan energi yang bersih itu dari nuklir."
Setelah gempa Jepang berdampak kerusakan pada reaktor nuklirnya di Fukushima, Jepang, isu keamanan dari risiko gempa muncul di sejumlah kalangan di Indonesia. Tapi, Ferhat Aziz meminta masyarakat tidak perlu khawatir karena tidak semua wilayah di Indonesia berbahaya seperti di Jepang.
"Jepang tidak ada pilihan, di sebelah timur ada tsunami dan gempa besar, barat ada gempa, selatan ada gempa dan gunung berapi," kata Ferhat yang menambahkan bahwa situasinya berbeda di Indonesia.
Sementara itu, Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup, Ali Akbar, mengatakan pemerintah seharusnya dapat memanfaatkan geothermal atau panas bumi sebagai sumber energi alternatif pemasok listrik dan bukan nuklir, karena menurutnya nuklir memilik dampak yang berbahaya.
"Kita punya 265 titik panas bumi di Indonesia yang tersebar. Selain itu, energi geothermal hampir tidak terbatas, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Artinya setelah dibuka satu kali, geothermal akan menjadi penyedia energi yang tidak berhenti," jelas Ali Akbar.