Bosan dengan budaya kerja keras, harga rumah, dan biaya hidup yang menjulang tinggi, banyak warga muda China melakukan 'lying flat' dan sehari-hari hanya berbaring saja. Mereka memilih "mager" (malas gerak) karena frustrasi dengan tidak adanya kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Menurut kesimpulan diskusi online di forum Zhihu, konsep 'lying flat' ini mencakup tidak berencana membentuk rumah tangga, membeli rumah, atau mobil, dan berusaha meraih pendapatan yang lebih besar.
Muncul gerakan “tang-ping” yang merangkul bekerja pada tingkat yang minimum sekedar untuk mempertahankan standar hidup yang minimalis. Mereka menolak budaya kerja keras dari pukul 09.00 sampai pukul 21.00, enam hari per minggu, yang acapkali gagal memberi mereka pendapatan cukup untuk mencapai kemajuan.
Hal ini mulai mengkhawatirkan pihak berwenang China, di mana pemerintah sejak lama menyamakan perolehan pekerjaan seorang lulusan universitas dengan stabilitas sosial atau kemapanan.
Koran South China Morning Post melaporkan kini, di dalam pasar pekerjaan di tengah-tengah pandemi COVID-19 ini, lulusan universitas dari 2021 harus bersaing dengan lulusan 2020 yang masih belum memperoleh pekerjaan.
Dan karena pemulihan pasca pandemi ini lebih didorong oleh perluasan lapangan pekerjaan kerah biru, 'lying flat' atau leyeh-leyeh saja merupakan penyelesaian yang logis untuk banyak warga muda.
Pada akhir Mei pemerintah China mulai berusaha mengurangi pengaruh konsep ini.
“China berada pada tahap terpenting dalam perjalanan panjang untuk pembaharuan nasional. Warga muda merupakan harapan dari negara ini, dan baik situasi pribadi maupun situasi negara tidak bisa membiarkan mereka secara kolektif 'lie flat' atau berbaring saja,” menurut kolom opini pada 28 Mei di Global Times, sebuah penerbitan dari Partai Komunis China.
Popularitas gerakan 'lying flat' ini menimbulkan keprihatinan Beijing karena ini bertentangan dengan konsep cita-cita China yang dikumandangkan oleh Presiden Xi Jin-ping. Pada 2012, Xi menggunakan istilah itu ketika dia pertama kali meraih pos tertinggi di Partai Komunis. Katanya, China harus “berjuang untuk mencapai cita-cita China berupa pembaharuan besar dari negara China.”
Lin dari Academia Sinica, mengatakan, absennya mobilitas ekonomi, masyarakat, dan politik China telah mengarah pada macetnya seluruh sistem mobilitas nasional, dan tanpa disertai mobilitas sosial, maka tidak akan ada “cita-cita China.”
“Orang-orang kini berbaring saja, negeri ini bermimpi, dan itu sangat ironis,” katanya kepada VOA. [jm/em/ft]