Tautan-tautan Akses

Banyak Anak TKI di Malaysia Tanpa Kewarganegaraan


Sidik jari seorang pekerja migran terpampang di layar komputer pendaftaran pekerja migran di Putrajaya, Malaysia, 6 Agustus 2011. (Foto: Reuters)
Sidik jari seorang pekerja migran terpampang di layar komputer pendaftaran pekerja migran di Putrajaya, Malaysia, 6 Agustus 2011. (Foto: Reuters)

Program Officer Migrant Care di Kuala Lumpur Nor Zana binti Mohamad Amir mengatakan hingga saat ini banyak anak pekerja migran asal Indonesia tidak memiliki kewarganegaraan.

Dalam diskusi yang membahas pemenuhan hak anak berhadapan dengan kejahatan transnasinal, Program Officer Migrant Care di Kuala Lumpur, Nor Zana binti Mohamad Amir, bercerita banyak anak pekerja migran asal Indonesia tidak memiliki kewarganegaraan.

Kondisi ini salah satunya disebabkan aturan keimigrasian Malaysia yang melarang sesama pekerja migran menikah atau antara pekerja migran dengan warga Malaysia, apalagi sampai mempunyai anak.

Menurut Nor Zana, anak pekerja migran dapat berstatus tanpa kewarganegaraan kalau pernikahan mereka tidak didaftarkan ke negara atau mendapat pengesahan dari negara. Dia mencontohkan lelaki Malaysia menikah siri dengan perempuan Indonesia yang merupakan pekerja migran tidak berdokumen hingga memiliki anak.

"Ketika orang tua tidak berdokumen, jadi mereka tidak bisa melakukan pendaftaran anak karena akses informasi yang kurang. Ketakutan mereka untuk bergerak dari tempat bekerja atau perkebunan mau ke KBRI karena sering banget razia. Mereka takut kalau sampai ditahan," kata Nor Zana.

Para pekerja migran dari Indonesia di luar gubuk mereka di Kuala Lumpur, Malaysia, 19 Juni 2011. (Foto: Reuters)
Para pekerja migran dari Indonesia di luar gubuk mereka di Kuala Lumpur, Malaysia, 19 Juni 2011. (Foto: Reuters)

Nor Zana menambahkan Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur, sudah mengeluarkan kebijakan dengan menerbitkan surat keterangan kewarganegaraan dan surat pengenal lagi bagi anak-anak pekerja migran dari Indonesia. Namun, lagi-lagi pekerja migran Indonesia kesulitan untuk memperoleh akses informasi dan akses ke KBRI.

Karena itu, Nor Zana menyarankan agar KBRi bekerja sama dengan komunitas-komunitas pekerja migran Indonesia untuk mendata anak-anak pekerja migran Indonesia yang belum memiliki kewarganegaraan.

Persoalan lain yang dihadapi anak pekerja migran Indonesia di Malaysia adalah akses pendidikan. Bagi anak-anak tanpa kewarganegaraan, mereka sulit mendapat akses pendidikan di Malaysia. Mereka hanya bisa mengenyam pendidikan informal, seperti mengaji atau belajar mandiri dengan orang tua di rumah.

Namun bagi pekerja imigran yang telah berstatus warga negara Malaysia atau penduduk tetap, anak-anak mereka dapat melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

“Biasanya situasi di lapangan, itu ketika mereka punya anak dari umur 6 tahun sudah dihantar pulang oleh ibunya nanti ditinggal lagi, ibunya yang ke sini lagi sama bapaknya. Jadi dihantarkan pulang untuk disekolahkan di Indonesia,” ungkap Nor Zona.

Beberapa organisasi masyarakat dan mahasiswa Indonesia di Malaysia berusaha membantu dengan memberikan pengajaran dan pendidikan agama gratis kepada anak-anak pekerja migran Indonesia. Hal itu mereka lakukan dengan mendatangi komunitas-komunitas pekerja migran Indonesia.

Nor Zana mengatakan pemerintah Indonesia juga sudah mulai memperhatikan pendidikan anak-anak pekerja migran di Malaysia, yakni lewat pemberian beasiswa untuk belajar di Sekolah Indonesia di luar negeri dan Community Learning Center atau pusat belajar komunitas.

Anak-anak pekerja migran di Malaysia tanpa kewarganegaraan juga sulit mendapatkan akses pekerjaan. Mereka juga tidak bisa membuka rekening bank, mengajukan pinjaman, atau membeli kendaraan bermotor. Sedangkan anak-anak pekerja migran berkewarganegaraan Malaysia atau penduduk tetap sangat mudah memperoleh akses pekerjaan.

Para tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia berada di KBRI Kuala Lumpur saat menunggu dipulangkan dari Malaysia (foto: dok.).
Para tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia berada di KBRI Kuala Lumpur saat menunggu dipulangkan dari Malaysia (foto: dok.).

Dihubungi VOA melalui WhatsApp hari ini, Koordinator Penerangan Sosial Budaya KBRI di Malaysia, Agung Cahaya Sumirat menjelaskan KBRI memberikan bantuan keepada warga negara Indonesia yang ingin mendapatkan status kewarganegaraan, termasuk mereka yang tidak berdokumen resmi.

Dia menambahkan situasi di Malaysia cukup rumit. Pekerja migran tidak boleh berkeluarga atau menikah. Tapi faktanya banyak pekerja migran yang menikah.

Meski begitu, lanjut Agung, KBRI Kuala Lumpur tetap melayani warga yang ingin anaknya diakui sebagai warga negara Indonesia.

"KBRI akan mewawancarai orang tua dan jika dapat mereka bisa meyakinkan bahwa mereka memang warga negara Indonesia, maka akan dikeluarkan dokumen Surat Bukti Pencatatan Kelahiran (SBPK)," kata Agung.

Staf KBRI Kuala Lumpur juga rajin mendatangi rumah tahanan imigrasi. Jika ada warga Indonesia yang mempunyai anak, KBRI segera membantu pengurusan SBPK.

Hingga November tahun ini, KBRI Kuala Lumpur telah mengeluarkan SBPK untuk 5.934 anak pekerja migran asal Indonesia. Jumlah ini belum termasuk SBPK yang diterbitkan oleh Konsulat jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Penang, Johor Baru, Kuching, dan Tawau. [fw/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG