Tautan-tautan Akses

Bagaimana Dampak Media Sosial pada Pemilu 2024 di Amerika Serikat


ILUSTRASI - Kandidat dari berbagai spektrum politik telah menyadari kekuatan dan manfaat media sosial untuk menjangkau berbagai khalayak di berbagai tingkatan. Namun, Gen Z dan Milenial, khususnya, lebih tertarik pada penceritaan visual.
ILUSTRASI - Kandidat dari berbagai spektrum politik telah menyadari kekuatan dan manfaat media sosial untuk menjangkau berbagai khalayak di berbagai tingkatan. Namun, Gen Z dan Milenial, khususnya, lebih tertarik pada penceritaan visual.

Sementara pemilihan Presiden 2024 di Amerika Serikat tinggal kurang dari seminggu lagi, pakar Universitas Clemson, Brandon Boatwright memaparkan analisis terperinci tentang reaksi media sosial terhadap kampanye presiden dan sentimen tentang pemilihan umum mendatang.

Asisten Profesor Brandon Boatwright memberikan wawasan tentang bagaimana berbagai demografi seperti Gen Z dan Milenial berinteraksi dengan kubu kampanye masing-masing kandidat, serta bagaimana media sosial telah memainkan peran utama selama masa pemilihan.

Boatwright menjabat sebagai Direktur Pusat Media Sosial di Universitas Clemson, sebuah laboratorium interdisipliner yang memanfaatkan teknologi mutakhir untuk mendengarkan, mengukur, dan terlibat dalam percakapan daring di berbagai platform media sosial dan digital.

Misinya adalah memberdayakan mahasiswa dan dosen dari seluruh jurusan di universitas itu untuk memanfaatkan kekuatan analitik dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) guna lebih memahami bagaimana informasi menyebar, beresonansi, dan berkinerja.

“Menurut saya, perdebatan, lintas kelompok generasi, itu tergantung pada beberapa aspek. Ada lebih banyak perhatian, yang diberikan pada perdebatan oleh kelompok demografi yang lebih tua. Kelompok demografi yang lebih muda cenderung tidak mengikuti atau menonton debat. Mereka cenderung lebih memperhatikan hal-hal penting yang mereka lihat di media sosial. Jadi di situlah penting bagi kita untuk mengamatinya karena mereka mendapatkan cuplikan-cuplikan pendek daripada melihat perdebatan secara keseluruhan,” sebutnya.

FILE - Seorang pria bekerja di depan monitor saat Facebook memantau konten terkait pemilu di platform tersebut, di Menlo Park, California, Dalam foto arsip 17 Oktober 2018. (Jeff Chiu/AP)
FILE - Seorang pria bekerja di depan monitor saat Facebook memantau konten terkait pemilu di platform tersebut, di Menlo Park, California, Dalam foto arsip 17 Oktober 2018. (Jeff Chiu/AP)

Boatwright mengatakan bahwa kita cenderung menemukan orang-orang yang akan menonton cuplikan-cuplikan, mungkin berdurasi 30 detik, di Instagram atau TikTok dari keseluruhan debat selama dua jam. Dan bagi banyak orang, cuplikan itu akan menggambarkan pandangan mereka terhadap kandidat tertentu.

Dia menjelaskan bahwa satu hal yang membedakan percakapan di media sosial dengan cara kita mengalami proses politik dalam kehidupan nyata adalah sejauh mana para pemengaruh atau influencer menciptakan keterlibatan, dan kemudian menumbuhkan rasa makna di antara para pengikut mereka. Sebagian besar keterlibatan yang kita lihat seputar pemilihan sebenarnya berasal dari para influencer politik tersebut, bukan dari media.

Boatwright memberikan contoh, “Ada banyak percakapan tentang pemilih perempuan, khususnya tentang Kamala Harris. Jadi, ada semacam peningkatan percakapan secara daring di antara para pemilih perempuan. Begitu pencalonannya diumumkan, ada dorongan besar dalam hal itu.”

Menurutnya, Gen Z cenderung tidak menghabiskan banyak waktu untuk benar-benar ingin mengetahui proses politik dan menonton keseluruhan debat presiden, tapi generasi itu cenderung melihat klip-klip yang muncul di umpan berita atau feed mereka, di linimasa mereka, sebagai bagian dari percakapan yang lebih besar.

“Jadi kita akan melihat klip-klip yang muncul, tetapi mereka juga akan melihat komentar, yang terjadi terkait dengan klip-klip tersebut. Jadi, kita akan melihat para influencer memainkan peran utama dalam hal bagaimana Gen Z memahami pemilihan umum dan pada akhirnya membuat keputusan tentang siapa yang mereka pilih,” kata Brandon Boatwright.

Kandidat dari berbagai spektrum politik telah menyadari kekuatan dan manfaat media sosial untuk menjangkau berbagai khalayak di berbagai tingkatan. Namun, Gen Z dan Milenial, khususnya, lebih tertarik pada penceritaan visual.

“Jadi, kita melihat ketergantungan yang besar pada video berdurasi pendek, yang merupakan sesuatu yang melekat dalam platform tersebut. Dan sekali lagi, itu hanya dimaksudkan untuk menarik perhatian orang saat mereka menggulir (scrolling) dan memberikan pesan yang penting dan berdampak dalam waktu 30 detik atau kurang,” sebutnya.

Menurut Boatwright, siklus pemilihan 2024 ini unik, dalam berbagai konteks, misalnya dengan berkembangnya mitos dan disinformasi seputar berbagai isu, munculnya influencer dan peran penting yang mereka mainkan, dan banyaknya platform yang tersedia saat ini dibandingkan pada masa lalu.

Boatwright telah menerbitkan penelitiannya di Public Relations Review, The Journal of Contingencies and Crisis Management, Computers in Human Behavior, The Journal of Public Interest Communication, dan Southern Communication Journal. [lt/ns]

Forum

XS
SM
MD
LG