Para menteri luar negeri Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) melakukan semacam aksi sulap ceroboh dengan mengeluarkan pernyataan gabungan yang keras mengenai Laut China Selatan dan kemudian mencoba menariknya kembali.
"Luar biasa, dan bukan dalam nada positif," menurut mantan Duta Besar AS untuk Bank Pembangunan Asia, Curtis Chin.
Penarikan itu "menggarisbawahi pertaruhan besar di Laut China Selatan dan seberapa jauh yang harus dilakukan ASEAN bersama untuk menanggulangi beberapa masalah terpenting di wilayah ini," ujar Chin kepada VOA, Rabu (15/6).
"Ada sesuatu yang lucu di sini. Ini sangat tidak biasa," ujar Thitinan Pongsudhirak, direktur Lembaga Studi Keamanan dan Hubungan Internasional di Chulalongkorn University, mengenai penarikan secepat kilat itu. "Saya tidak ingat hal itu pernah terjadi sebelumnya."
Para menteri ASEAN, yang bertemu di Yuxi, provinsi Yunnan, hari Senin dan Selasa, menyatakan kepada tuan rumah "keprihatinan serius" mengenai meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.
Pernyataan itu menyerukan penghormatan kepada aturan internasional di tengah penolakan China untuk menerima putusan mendatang Mahkamah Internasional Den Haag yang berpihak pada Filipina, yang melawan klaim Beijing di sebagian besar wilayah Laut China Selatan.
Sumber-sumber diplomatik hari Rabu mengindikasikan bahwa para pejabat China secara privat segera menekan ASEAN untuk membatalkan dokumen itu setelah Kementerian Luar Negeri Malaysia merilisnya kepada media.
"Ini terlihat merupakan upaya China untuk lagi-lagi menggunakan kekuatan diplomatik tanpa tedeng aling-aling untuk membungkam ASEAN terkait Laut China Selatan," menurut seorang diplomat senior ASEAN.
Laos, yang tahun ini mendapat giliran sebagai pemimpin ASEAN, telah "memastikan banyak pihak terkait tidak akan lagi mengulang 2012," ujar Thitinan kepada VOA.
Empat tahun lalu, Kamboja, yang dianggap dekat dengan China, memimpin ASEAN dan KTT-nya berakhir tanpa komunike, pertama kalinya terjadi dalam sejarah 45 tahun.
Namun sengketa Laut China Selatan "dalam empat tahun terakhir" telah meningkat sampai pada satu titik dimana hal itu harus disebutkan dalam pernyataan gabungan," ujar Thitinan. "Situasi telah berubah, menjadi lebih banyak gesekan."
Pengeluaran dan penarikan pernyataan menunjukkan kekacauan dan perselisihan di antara menteri-menteri luar negeri ASEAN, yang telah lama dikritik sebagai lembaga tak bergigi karena kegagalannya membahas dan mengatasi isu-isu penting di wilayah. [hd/dw]