Sebuah aplikasi ponsel menjadi alat terbaru untuk para aktivis mengkampanyekan penghentian pernikahan anak di negara bagian Bihar India, di mana hampir dua pertiga anak perempuan di beberapa daerah pedesaannya sudah menikah sebelum usia 18 tahun.
Aplikasi tersebut, Bandhan Tod, dikembangkan oleh Aliansi Gender - sebuah kelompok kolektif terdiri dari lebih dari 270 badan amal yang bekerja untuk hak-hak gender di Bihar, - dan diluncurkan minggu ini oleh Wakil Menteri Utama Sushil Kumar Modi. Pengembangan aplikasi ini didukung oleh Dana Populasi PBB.
Menurut UNICEF, organisasi anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, India termasuk di antara negara-negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi di dunia, terhitung sepertiga dari jumlah total global lebih dari 700 juta perempuan.
Bandhan Tod - yang berarti "memecahkan ikatan" - mencakup kelas-kelas tentang pernikahan anak dan mas kawin serta efek buruknya. Aplikasi ini juga memilik tombol SOS yang akan memberitahukan tim saat diaktifkan.
"Aplikasi ini adalah bagian besar dari usaha kita untuk mengakhiri pernikahan anak di negara bagian," kata Prashanti Tiwary, ketua Aliansi Gender.
"Pendidikan itu bagus, tapi bila seorang gadis menginginkan bantuan karena dia dipaksa untuk menikah sebelum usia yang diperbolehkan secara hukum, aplikasi ini bisa jadi solusi," katanya kepada Thomson Reuters Foundation
Meskipun ada undang-undang yang melarang anak perempuan menikah sebelum mereka berusia 18 tahun, praktik pernikahan dini berakar kuat dalam tradisi dan diterima secara luas di masyarakat India. Hal ini jarang dilaporkan sebagai tindak kriminal dan pejabat sering enggan untuk mengadili pelanggar.
Ketika anak laki-laki juga menikah sebelum usia 21 tahun, pernikahan dini lebih banyak pengaruhnya untuk anak perempuan.
Pernikahan dini cenderung membuat anak perempuan putus sekolah dan para aktivis mengatakan bahwa hal itu juga meningkatkan risiko kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan kematian saat melahirkan.
Dalam sebuah laporan tahun ini, badan amal ActionAid India mengatakan, upaya hukum telah gagal mematahkan cengkeraman tradisi dan budaya yang terus mendukung perkawinan anak.
Ketika SOS di Bandhan Tod diaktifkan, LSM kecil terdekat akan berusaha menyelesaikan masalah ini. Jika keluarga menolak, polisi akan diberitahu, kata Tiwary.
Aplikasi serupa di negara bagian Benggala Barat yang melaporkan pernikahan anak dan perdagangan perempuan dan anak-anak telah membantu mencegah beberapa kejadian semacam itu, menurut Child In Need Institute, yang meluncurkan aplikasi ini pada tahun 2015.
Upaya lainnya termasuk insentif tunai, di mana negara mentransfer sejumlah uang ke rekening bank gadis itu, jika dia tetap sekolah dan tidak menikah pada usia 18 tahun.
Pemasok tenda pernikahan di negara bagian Rajasthan telah menghentikan puluhan pernikahan anak-anak dengan memperingatkan pejabat.
"Ini akan membawa perubahan pola pikir dan perilaku untuk mengakhiri pernikahan anak," kata Tiwary, yang melobi pemerintah untuk menaikkan usia pernikahan bagi perempuan menjadi 21, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama dengan pria.
"Tapi teknologi menyediakan cara praktis dan mudah diakses untuk membantu mencegahnya di lapangan," katanya. [aa/fw]