Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe mengatakan, Rabu (3/7), Jepang tidak bisa memberi Korea Selatan perlakuan khusus terkait ekspor karena negara itu tidak mematuhi ketentuan-ketemtuan kesepakatan terkait isu-isu masa perang yang menurut Jepang telah terselesaikan.
Abe menolak kecaman terhadap dirinya terkait meningkatnya ketegangan di antara kedua negara di tengah-tengah pertikaian terkait isu warga Korea yang dipaksa bekerja sebagai buruh oleh Jepang pada Perang Dunia Kedua.
Ia membela keputusannnya Senin lalu untuk melakukan pembatasan terhadap ekspor bahan-bahan semi konduktor ke Korea Selatan. Terhitung mulai Kamis (4/7), ekspor bahan-bahan dari Jepang ke Korea Selatan, yang dibutuhkan untuk membuat elemen-elemen komputer, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu untuk setiap kontrak jual-belinya.
“Kita tidak mencampuradukkan isu sejarah dengan isu dagang,” kata Abe. “Isu bekas buruh Korea bukan mengenai isu sejarah tapi mengenai kepatuhan terhadap janji yang dibuat kedua negara berdasarkan hukum internasional, dan mengenai apa yang harus dilakukan ketika sebuah janji dilanggar.”
Hubungan antara kedua sekutu utama AS di Asia Timur ini memburuk sejak Mahkamah Agung Korea Selatan Oktober lalu memerintahkan perusahaan Jepang Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation membayar ganti rugi senilai 88 ribu dolar kepada masing-masing empat penggugat yang dipaksa bekerja untuk perusahaan itu pada masa kolonial Jepang di Semenanjung Korea, yang berlangsung dari 1910 hingga 1945.
Mahkamah itu juga juga memerintahkan penyitaan aset perusahaan Nippon di Korea Selatan setelah perusahaan itu menolak membayarakompensasi itu.
Langkah serupa dilakukan perusahaan Jepang lainnya, Mitsubishi Heavy Industries. Mitsubishi menolak memberikan kompensasi kepada 10 warga Korea juga menjalani kerja paksa di perusahaan itu pada era kolonial Jepang. [ab/uh]