Investor global berbondong-bondong ke hotel Ritz Carlton di Riyadh untuk menyimak Putra Mahkota Mohammed bin Salman menjual mimpinya tentang mega-city baru senilai 500 miliar dolar di Kerajaan Arab Saudi.
Rekaman ponsel menunjukkan bagaimana hotel tersebut kini digunakan sebagai tahanan bagi puluhan anggota keluarga Kerajaan dan pengusaha yang ditangkap.
Di antara mereka yang ditangkap adalah salah seorang terkaya di dunia, Pangeran Alwaleed bin Talal. Ia pemilik hotel Savoy yang terkenal di London dan pemegang saham utama di perusahaan raksasa seperti Twitter, Apple, dan Citigroup. Penangkapannya kemungkinan membuat rekan bisnis di Barat khawatir.
Analis Jane Kinninmont pada Chatham House mengatakan, "Rekan bisnisnya di Barat melihatnya sebagai orang yang bisa dipercaya, dan bisa diajak berbisnis dengan aman. Jadi, penangkapannya akan membuat banyak orang bertanya-tanya, apakah mitra Saudi mereka aman?"
Pada tahun 2010 perusahaan pertahanan Inggris BAE Systems mengaku bersalah di pengadilan Amerika memberi keterangan palsu tentang kontrak jet tempur dengan Arab Saudi senilai puluhan miliar dolar, kesepakatan yang dikenal dengan nama Al Yamamah. Tetapi penyelidikan Kantor Penipuan Serius Inggris dibatalkan dibawah tekanan politik Inggris dan Arab Saudi.
Mantan kepala Garda Nasional, Pangeran Miteb bin Abdullah, juga ditangkap dan dipecat dari jabatannya, bagian dari upaya Putra Mahkota mengonsolidasikan kekuasaan, ujar analis.
Putra Mahkota mendesakkan reformasi ekonomi dan sosial dalam apa yang disebut Visi 2030. Rendahnya harga minyak mendorong prediksi anggaran 2017 defisit 52 miliar dolar, sekitar 8 persen dari PDB.
Analis ekonomi Ghazi Wazni mengatakan, "Pertumbuhan ekonomi sangat lemah, dan terjadi perubahan dalam ekonomi kerajaan, dari ekonomi minyak menjadi ekonomi investasi. Dan beberapa prinsip utama ekonomi investasi adalah transparansi, kejelasan, tata pemerintahan yang baik dan pemberantasan korupsi."
Dalam cuitannya di Twitter, Presiden Amerika Donald Trump memuji tindakan keras terhadap korupsi di Arab Saudi.
Jane Kinninmont dari Rumah Chatham mengatakan, "Tampaknya ia benar-benar percaya bahwa Mohammed bin Salman adalah orang yang berfokus pada bisnis, yang menentang ekstremisme, dan akan mengangkat Arab Saudi ke dunia yang lebih modern. Tentu saja akan muncul banyak masalah di dalam Departemen Luar Negeri dan militer Amerika tentang ketidakpastian yang ada saat ini."
Ketidakpastian, itulah yang melanda wilayah itu. Arab Saudi yang dipimpin Sunni masih berperang dengan pemberontak Houthi Syiah di Yaman yang menembakkan rudal balistik yang hampir mencapai bandara Riyadh Sabtu lalu.
Sementara itu, belum jelas apakah Amerika akan tetap mendukung kesepakatan nuklir Iran. Analis khawatir, ketidakstabilan di Iran maupun Arab Saudi akan memperburuk persaingan lama di antara kedua negara. [ka/al]