Puluhan remaja lintas agama pada Senin malam (14/5) menggelar aksi damai dalam bentuk musik dan puisi di taman kota Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah sebagai bentuk solidaritas bagi Surabaya menyusul serangkaian peristiwa aksi terorisme yang terjadi di Kota Pahlawan itu.
Hawa dingin dan hujan rintik-rintik yang menyelimuti kota Tentena pada Senin petang (14/5) tidak menyurutkan semangat puluhan remaja lintas agama menggelar aksi solidaritas untuk Surabaya, setelah kota Pahlawan dilanda serangkaain serangan bom bunuh diri pada hari Minggu (13/5) dan Senin (14/5) lalu. Serangan bom bunuh diri di tiga gereja hari Minggu menewaskan sedikitnya 13 orang dan melukai 43 lainya. Sementara serangan di pintu gerbang Mapolrestabes Surabaya hari Senin melukai 8 orang. Ini belum termasuk ledakan bom rakitan prematur di Sidoarjo yang menewaskan tiga terduga teroris dan melukai tiga lainnya.
Simpati dengan serangkaian insiden itu, puluhan anak muda di kota Tentena berkumpul, menyanyikan lagu-lagu perjuangan, maupun lagu ciptaan sendiri yang bertemakan perdamaian yang dibawakan oleh seniman lokal Poso dan empat band lokal dari Tentena seperti Watumpoga’a Band, Sintuwu Akustik, Ue Puro Akustik dan Temperament Navigasi.
Astri Ramadanti, siswi SMA Negeri 1 Poso yang harus menempuh jarak 54 kilometer dari Kelurahan Tegalrejo untuk hadir dalam kegiatan itu, tampil membacakan pernyataan sikap mewakili anak-anak mudah Poso yang mengecam segala bentuk aksi kekerasan dan terorisme.
“Aksi kekerasan dan terorisme telah menghancurkan kehidupan semua orang. Kami, anak-anak dan anak muda di Poso telah pernah mengalami dan merasakan bagaimana aksi kekerasan dan terorisme tidak hanya menghilangkan nyawa tapi juga menghilangkan kehidupan banyak orang. Karena itu kami mengutuk semua bentuk kekerasan dan aksi terorisme atas nama apapun termasuk atas nama agama,” demikian petikan pernyataan yang dibacakan oleh Astri.
Anak anak muda di Poso itu juga menyerukan agarorang tua dan sosok penting lain dalam keluarga, mengajarkan kehidupan toleransi, menyebarkan pesan perdamaian bagi anak-anak.
Mereka menyesalkan digunakannya anak-anak sebagai alat untuk melakukan teror seperti yang terjadi dalam serangan bom bunuh diri di Gereja di Surabaya maupun di Mapolrestabes Surabaya.
“Kami menyerukan agar orang tua dalam keluarga, mengajarkan kehidupan toleransi, menyebarkan pesan perdamaian bagi anak-anak,” imbuh Astri.
Evi Tampataku dari Institut Mosintuwu Tentena kepada VoA mengatakan lewat kegiatan ini ingin mengingatkan agar seluruh pihak khususnya masyarakat Poso tetap menjaga persatuan dan kesatuan, tidak terprovokasi dengan aksi-aksi terorisme.
“Dengan kejadian di Surabaya kami berharap seluruh lapisan masyarakat yang ada di Poso dengan berbagai komunitas agama, kami tetap satu, karena kami pernah mengalami itu, kami tidak ingin apa yang pernah terjadi di kami terulang lagi dengan kejadian di Surabaya,” ujar Evi.
Yombu Wuri salah seorang seniman yang tampil membawakan lagu bertemakan perdamaian di kegiatan itu berpendapat masyarakat Indonesia tidak perlu takut dengan aksi-aksi terorisme, justru harus bersatu menghadapinya dalam bingkai persatuan dan kesatuan.
“Lagu-lagu yang kita nyanyikan memang lagu-lagu yang mengandung pesan perdamaian, mengandung pesan jangan takut, mengandung pesan agar bagaimana hal yang pernah terjadi dulu di Poso, yang pernah benar-benar menghancurkan kehidupan itu jangan sampai terulang lagi,” kata Yombu.
Aksi damai ini diakhiri dengan pernyataan sikap anak-anak muda Poso menolak kekerasan dan terorisme dan menyatakan sikap berani berdamai dan mengusung perdamaian. Komitmen tersebut ditunjukan secara simbolis melalui cap tangan dan pesan-pesan perdamaian di kain putih berukuran 2 meter. [yl/em]