Sebuah organisasi hak asasi manusia menuduh militer Thailand memimpin pola penindasan yang mengkhawatirkan dalam 100 hari sejak militer merampas kekuasaan dalam kudeta.
Amnesty International memberi keterangan Kamis (11/9) mengenai apa yang dikatakannya ratusan penahanan sewenang-wenang, laporan mengenai penyiksaan, dan pembatasan luas terhadap kebebasan berbicara dan berkumpul.
Organisasi yang berbasis di London itu mengatakan pemerintah militer Thailand, yang dinamakan Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban, sedang berusaha “mengubah cara rakyat berpikir” dan membungkam kritikan.
Militer Thailand membantah laporan itu dengan mengatakan bahwa penyelidikan internal tidak menemukan adanya bukti penyiksaan. Juru bicara NCPO mengatakan, laporan Amnesty tidak lengkap.
Militer merebut kekuasaan Mei setelah Perdana Menteri Yingluck Shinawatra diberhentikan oleh perintah pengadilan. Jenderal Prayudh Chan-ocha mengambil jabatannya sebagai perdana menteri. Ini adalah kudeta militer yang ke-12 kali dalam 80 tahun terakhir.