Amnesty International menyatakan meyakini lebih dari 30 narapidana telah tewas oleh petugas keamanan Iran di tengah-tengah kekacauan karena kekhawatiran terjangkit virus corona.
Ribuan narapidana di sedikitnya delapan penjara di berbagai penjuru Iran telah melancarkan protes dalam beberapa hari ini terkait kekhawatiran mereka mengenai kemungkinan tertular virus itu sewaktu dipejarakan, memicu “tanggapan maut” dari petugas penjara dan pasukan keamanan, sebut organisasi pemantau HAM yang berbasis di London itu hari Kamis, 9 April.
Seraya mengutip berbagai sumber kredibel, termasuk kerabat para narapidana, menurut pernyataan itu, peluru tajam dan gas air mata digunakan dalam menghadapi demonstran di beberapa lembaga pemasyarakatan, menewaskan sektiar 35 tahanan dan mencederasi ratusan lainnya.
Sedikitnya di satu penjara, mereka yang ambil bagian dalam protes itu dipukuli oleh pasukan keamanan, yang kemungkinan menyebabkan kematian seorang narapidana, sebut Amnesty.
“Mengerikan sekali karena bukannya menanggapi tuntutan sah para narapidana agar dilindungi dari COVID-19, pihak berwenang Iran malah melakukan pembunuhan untuk membungkam kekhawatiran mereka,” kata Diana Eltahawy, deputi direktur Amnesty untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Eltahawy mengatakan pasukan keamanan harus segera “diinstruksikan untuk berhenti menggunakan kekuatan mematikan yang melanggar hukum, dan menahan diri tidak menghukum tahanan yang meminta hak mereka untuk sehat.”
Ia juga meminta investigasi independen terhadap “penyiksaan dan kematian dalam tahanan.”
Sekitar 100 ribu tahanan telah diberi pembebasan sementara di salah satu negara yang paling terpukul oleh wabah COVID-19 ini. Para pejabat kesehatan menyatakan pada 9 April bahwa 66.200 orang telah dinyatakan positif terjangkit virus corona, dan sekitar 4.110 kematian tercatat.
Para pejabat Iran telah dikritik karena tanggapan awal mereka yang lamban terhadap pandemi, dan para pakar skeptis mengenai kejujuran angka-angka resmi yang dikeluarkan pihak berwenang, yang mengawasi media dengan ketat.
Pada 9 April, pemimpin agung Ayatullah Ali Khamenei menyatakan bahwa pertemuan massa seperti sholat berjamaah mungkin dilarang selama bulan Ramadan untuk membentu menghentikan penyebaran virus.
“Kita tidak akan mengadakan pertemuan masyarakat selama Ramadan. Dengan tidak adanya pertemuan ini, ingatlah untuk tetap menjaga sholat dan ketaatan Anda di tengah kesendirian Anda,” kata Khamenei dalam pidato yang ditayangkan TV.
Pada saat bersamaan, Presiden Hassan Rouhani mengirim isyarat berbeda, dengan mengatakan ekonomi Iran harus perlahan-lahan mulai buka pada akhir pekan ini, yang menimbulkan kekhawatiran negara itu akan melihat gelombang penularan kedua. [uh/ab]