Bagi peneliti independen Uighur yang berkantor di Swedia, Nyrola Elima, tanggal 27 Februari 2025 merupakan hari berduka yang mendalam.
Setelah bertahun-tahun bekerja tanpa henti untuk membantu memukimkan kembali lebih dari 40 warga Uighur yang ditahan di sarana imigrasi Thailand sejak tahun 2014, upayanya menemui jalan buntu, ketika hari Kamis semua warga Uighur diangkut ke dalam bus dan diterbangkan ke kota Kashgar di wilayah Xinjiang, barat laut China, yang merupakan pusat bagi 12 juta warga Uighur.
“Saya tidak ingin berbicara saat ini,” kata Elima dengan suara bergetar kepada VOA.
“Saya sudah banyak berbicara dengan mereka selama dua setengah tahun terakhir. Kini saya merasa seperti seorang yang kehilangan orang yang dicintai dan entah bagaimana, bisa bertahan. Tetapi sakit hati ini terlalu berat untuk saya,” imbuhnya.
Dua pekan lalu, Elima bersaksi di depan hakim di Thailand atas nama 43 pria Uighur yang ditahan di penjara Thailand. Secercah harapan muncul bagi mereka, ketika pengadilan menetapkan tanggal 27 Maret untuk mendengar penjelasan Biro Imigrasi Thailand, tentang mengapa warga Uighur ditahan selama hampir 11 tahun.
Keputusan pemerintah Thailand untuk memulangkan warga Uighur sebelum sidang, mengejutkan komunitas Uighur di luar negeri dan para pembela hak asasi manusia.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengutuk deportasi tersebut dan mengatakan, “kami kaget dengan tindakan ini, dan kami menyerukan kepada pihak berwenang China untuk memberi akses penuh guna memverifikasi kesejahteraan warga Uighur yang dipulangkan itu.
Pemerintah Thailand harus menuntut dan terus menerus memverifikasi sepenuhnya bahwa pihak berwenang China melindungi hak asasi warga Uighur.” [ps/jm]
Forum