Mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Rabu (12/4), secara tak terduga, kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu Mei mendatang. Keputusannya itu mengabaikan rekomendasi pemimpin agung negara itu.
Keputusan Ahmadinejad ini akan mempengaruhi secara drastis pemilu yang diyakini sebelumnya oleh banyak pihak akan dimenangkan Presiden Hassan Rouhani yang moderat, yang merundingkan kesepakatan nuklir dengan negara-negara besar dunia. Meski Rouhani belum secara resmi mendaftarkan diri, banyak pihak menganggapnya ia akan menang mudah setelah Ayatollah Ali Khamenei September lalu merekomendasikan agar Ahmadinejad tidak ikut bersaing.
Namun banyak pihak garis keras di Iran menginginkan kandidat yang tangguh, yang bisa menanggapi secara berani Presiden AS Donald Trump. Pencalonan Ahmadinejad ini mengungkapkan adanya perpecahan dalam politik Iran yang mencuat sejak keterpilihannya kembali sebagai presiden pada 2009 yang memicu kerusuhan besar-besaran.
Ahmadinejad telah menjalani dua kali masa jabatan presiden dari 2005 hingga 2013. Berdasarkan UU Iran, ia berhak mencalonkan diri kembali setelah empat tahun tidak menjabat. Hingga saat ini banyak pihak menganggap, Ahmadinejad sebagai tokoh yang suka memecah belah, bahkan di kalangan garis keras sendiri.
Dua mantan presidennya telah dipenjarakan sejak ia tidak lagi menjabat sebagai pemimpin Iran. Ekonomi Iran mengalami kesulitan akibat sanksi-sanksi internasional selama masa pemerintahannya. Negara-negara Barat menjatuhkan sanksi-sanksi tersebut karena curiga Iran secara diam-diam mengembamgkan senjata nukkir. [ab/uh]