Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Kamis (16/3) memilih mengelak dari parlemen dan memberlakukan reformasi pensiunnya yang sangat tidak populer di masyarakat dengan memanfaatkan wewenang konstitusional khusus yang disebut “Pasal 49.3.”
Rancangan undang-undang itu menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.
Pasal 49 paragraf 3 Konstitusi Prancis memberi pemerintah wewenang untuk meloloskan rancangan undang-undang tanpa melalui proses pemungutan suara di Majelis Nasional, majelis rendah parlemen Prancis, setelah dipertimbangkan dalam pertemuan kabinet.
Sebagai tanggapan, anggota parlemen dapat mengajukan mosi tidak percaya dalam 24 jam setelah wewenang khusus itu diambil.
Bila mosi itu disetujui lebih dari separuh anggota parlemen, maka RUU itu ditolak dan pemerintah harus mengundurkan diri.
Jika tidak, RUU itu dianggap telah diadopsi dan disahkan sebagai undang-undang. Sejak Konstitusi Prancis dibuat tahun 1958, hanya satu mosi tidak percaya yang berhasil dilakukan, yaitu pada 1962.
Langkah berisiko itu diperkirakan akan langsung memicu mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Macron, mengingat anggota parlemen dari sayap kiri dan kanan ekstrem segera mengutuk langkahnya tersebut.
Proposal reformasi pensiun itu telah memicu aksi mogok kerja dan unjuk rasa di seantero Prancis sejak Januari.
Macron, yang menjadikan RUU itu sebagai inisiatif utamanya pada periode kedua masa jabatannya, mengatakan bahwa reformasi diperlukan untuk menjaga agar sistem pensiun tidak mengalami defisit karena populasi Prancis yang menua dan harapan hidup yang semakin panjang.
Jajak pendapat belum lama ini menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga warga Prancis menentang reformasi pensiun. Akan tetapi, angka yang sama meyakini RUU itu bagaimana pun akan diloloskan. [rd/jm]
Forum