Managing Director Amcham Indonesia Lydia Ruddy mengungkapkan total investasi Amerika Serikat di tanah air yang mencapai USD67 miliar ini telah berdampak pada ekonomi Indonesia sebesar USD130 miliar.
Ia mengungkapkan, angka USD67 miliar yang dicantumkan dalam laporan organisasinya jauh lebih tinggi dibandingkan data resmi pemerintah Indonesia karena mencakup semua sektor serta aktivitas merger dan akuisisi.
“Angka ini benar-benar mencerminkan kepercayaan perusahaan-perusahaan Amerika terhadap potensi besar Indonesia. Dan yang lebih penting lagi, investasi ini telah menghasilkan tambahan output ekonomi yang mencengangkan, yaitu USD130 miliar,” ungkap Lydia dalam peluncuran laporan yang berjudul “US Investment: A Partner in Innovation for Indonesia” di Jakarta, Selasa, (26/11).
Lydia menjelaskan bahwa investasi dari negeri Paman Sam ini bukanlah sekedar modal, namun juga penciptaan lapangan kerja, pengembangan infrastruktur dan pengembangan kemajuan teknologi. Investasi senilai USD67 miliar ini, katanya, mencakup berbagai sektor.
Sebelumnya perusahaan-perusahaan Amerika Serikat umumnya berinvestasi di sektor sumber daya alam atau pertambangan, dan mesin besar. Namun seiring berjalannya waktu, ujar Lydia, banyak di antara mereka menanamkan modalnya di sektor ekonomi digital, sektor pelayanan dan juga farmasi.
Direktur Eksekutif untuk Asia Tenggara USCC John Goyer mengungkapkan kemitraan antara Indonesia dan Amerika Serikat akan memiliki berbagai tantangan di masa depan. Salah satunya, kata Goyer, adalah rencana pemberlakuan tarif presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump.
John menjelaskan kebijakan pengenaan tarif dapat diberlakukan bila ada persaingan yang tidak adil atau praktik dumping. Amerika Serikat dan Indonesia, ujarnya, telah mengalami hal tersebut.
“Namun, tarif universal seperti yang sedang dibicarakan bukanlah instrumen yang relatif tepat dalam kasus-kasus distorsi perdagangan yang nyata. Penggunaan tarif universal untuk mengoreksi distorsi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi komunitas bisnis dan hubungan dengan mitra utama seperti Indonesia,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pengenaan tarif ini dapat menimbulkan berbagai dampak seperti inflasi, gangguan rantai pasokan dan ancaman pembalasan dari mitra dagang yang pada akhirnya bisa memicu ketidakpastian ekonomi yang sangat besar. Ia juga menilai, pengenaan tarif baru yang akan dijalankan oleh Trump akan mengganggu sistem perdagangan global yang sedang goyah.
“Bagi kita yang berkecimpung di dunia bisnis, penerapan tarif baru bertentangan dengan kebijakan perdagangan yang baik. Namun, tarif yang diusulkan memang merupakan kemungkinan yang sangat nyata, dan pemerintah serta bisnis di Indonesia dan di seluruh dunia harus bersiap untuk itu,” jelasnya.
Tantangan selanjutnya, ujar John, adalah proporsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebagai salah satu syarat ketika investor menanamkan modalnya di Indonesia.
“Persyaratan konten lokal, pembatasan dan tantangan lisensi impor, misalnya. Tetapi secara lebih luas, perubahan kebijakan yang terkadang tiba-tiba dan tidak transparan dikombinasikan dengan peraturan yang tumpang tindih atau bertentangan satu sama lain. Semua ini telah mempengaruhi investasi AS di Indonesia dan persepsi investor terhadap pasar. Mengatasi beberapa masalah ini akan membuat perbedaan nyata, tidak hanya dari sudut pandang investor AS, tetapi saya pikir dari sudut pandang semua investor,” jelasnya.
Hal tersebut juga diamini oleh Lydia. Menurutnya, jika pemerintah ingin memperbaiki iklim investasi di Indonesia, prasyarat TKDN perlu dibenahi.
“Itu adalah sesuatu yang sangat menantang. Dan bagi perusahaan mana pun, sebagian besar perusahaan adalah bagian dari rantai pasokan global. Dan jika mereka tidak bisa mendapatkan komponen yang mereka butuhkan untuk memproduksi produk mereka di sini, dengan kualitas yang mereka butuhkan, maka mereka tidak akan merasa nyaman datang dan berinvestasi di sini,” ujar Lydia.
Duta Besar Amerika Serikat Kamala Shirin Lakhdhir juga menyatakan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar kerja sama antar kedua negara dapat berjalan lebih baik. Dampak investasi Amerika Serikat terhadap perekonomian Indonesia yang diperkirakan mencapai USD130 miliar ini, katanya, menunjukkan hubungan langsung antara investasi sektor swasta Amerika Serikat yang berkualitas tinggi dan transparan dengan kemakmuran ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
Kamala menjelaskan Perusahaan-perusahaan dari Amerika Serikat ini tidak sekedar mendatangkan modal saja, namun juga mempekerjakan orang Indonesia, menghormati hukum, dan menciptakan peluang untuk inovasi, pelatihan dan ketahanan.
“Pada saat yang sama, kita harus bekerja sama untuk mengatasi hambatan yang dihadapi teknologi dan investasi Amerika Serikat di sektor-sektor utama, seperti pertanian dan perawatan kesehatan, hambatan seperti persyaratan konten lokal, pembatasan impor, dan proses regulasi yang rumit dan tidak langsung,” ungkapnya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai prasyarat TKDN kepada investor ini belum tentu akan menghambat investasi di Indonesia. Menurutnya, ini harus dilihat kasusnya per sektor. Ia berpendapat, Indonesia sampai detik ini masih dilihat oleh para investor sebagai pasar yang besar dan potensial, sehingga para investor tidak akan keberatan memenuhi syarat TKDN dari pemerintah tersebut. Namun, katanya, ini dengan catatan bahwa pelaku usaha tanah air dapat menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh investor.
“Sudah banyak permasalahan dengan produk lokal kita yang kalah bersaing. Jadi artinya tentu kita perlu juga mempertimbangkan (kualitas dari) local content sehingga pelaku usaha di domestik bisa berpartisipasi. Indonesia harapannya kan bisa menjadi bagian dari rantai pasok global. Jadi saya pikir harus dikembalikan pada data kita, bagaimana kapasitas produksi, dan juga bagaimana daya saingnya. Karena kalau tidak terpenuhi itu semua investor akhirnya jadi malas juga, karena sudah dipaksa TKDN tetapi local content supply-nya pun juga tidak bisa memenuhi standar,” ungkap Josua.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa syarat TKDN juga dibutuhkan untuk melindungi produk lokal sehingga bisa memperbaiki kualitas dan menjadi bagian dari rantai pasok global.
“Kalau memang produk lokal kita bisa menyuplai komponennya saya pikir tidak ada salahnya, selama itu memadai dan memiliki daya saing ya, why not kita mewajibkan TKDN tersebut. Tapi, pelaku domestiknya juga harus yang mumpuni,” pungkasnya. [gi/ab]
Forum