Pekan ini KTT ASEAN menjadi kesempatan pertama bagi para pemimpin regional untuk membahas perkembangan politik di Burma setelah pemilu yang ditunggu-tunggu hari Minggu.
Ke-10 anggota ASEAN mengirim pemantau untuk mengamati jalannya pemilu. ASEAN belum merilis posisi resmi atas hasil pemilu, tetapi politisi-politisi terkemuka menunjukan rasa gembira.
Marty Natalegawa, menteri luar negeri Indonesia, mengatakan ASEAN yakin sanksi ekonomi yang sudah berlangsung lama terhadap Burma itu harus dicabut.
“Kalau bukan sekarang, kapan? Itu pertanyaannya. Instrumen itu telah lama diterapkan sebagai protes. Instrumen itu digunakan sebagai upaya merubah keadaan. Keadaan telah berubah. Dan ini sangat penting untuk disetujui,” ungkap Marty Natalegawa.
Natalegawa mengatakan penting bahwa komunitas internasional mengirim sinyal positif yang dapat mendorong demokratisasi di Burma, yang juga dikenal sebagai Myanmar.
Selanjutnya, Marty mengatakan,”Kita mesti memanfaatkan demokrasi di Myanmar. Berbagai hal tengah terjadi. Masyarakat internasional harus menciptakan suasana kepastian, bahwa kemajuan ini tidak bisa dibalikan lagi. Menurut saya dengan mencabut sanksi ini akan mengirimkan sinyal kuat bahwa situasinya berubah. ASEAN senantiasa bicara tentang pencabutan sanksi. Tapi sekarang hal itu makin penting. Waktunya sangat tepat.”
Birma memperoleh pujian dari PBB dan negara-negara barat atas reformasi yang signifikan dalam setahun lalu, termasuk membebaskan ratusan tahanan politik, mengurangi pembatasan terhadap media dan melaksanakan pemilihan sela hari Minggu lalu. Tapi masih belum jelas seberapa jauh mantan pemimpin militer negara itu bersedia memperluas kebebasan dan melepaskan monopoli kekuasaan mereka.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan adanya pelanggaran HAM yang mengerikan, terutama di tengah konflik bersenjata di beberapa daerah etnis minoritas, masih sangat mengkhawatirkan.
Bagi para pemimpin ASEAN, bagaimanapun juga, reformasi merupakan perkembangan yang disambut baik, dan memberi kesempatan bagi ASEAN untuk memberi salah satu negara anggotanya yang paling bermasalah itu, citra yang lebih baik.
Larry Jagan, seorang analis di Birma, mengatakan, “Sangat terlihat bahwa para pemimpin ASEAN dan menteri-menteri luar negerinya ikut bangga dengan hasil pemilihan sela. Banyak dari mereka mengatakan ‘Kami benar-benar mendorong Birma ke arah demokrasi.’ Mereka merasa ikut menyumbang pada perubahan yang terjadi dan kesuksesan pemilihan sela. Menurut saya sampai tingkat tertentu, Birma memalukan pada masa lalu, dan sekarang sukses secara cemerlang. Jadi saya berpandangan, sejauh bersangkutan dengan kepentingan ASEAN, dan juga sebagian besar negara-negara di wilayah itu, ini merupakan berita bagus.”
Pemimpin ASEAN juga membahas ketegangan seputar kawasan Laut Cina Selatan dan langkah-langkah untuk meningkatkan integrasi ekonomi dalam KTT yang berlangsung hingga hari Rabu.
Ke-10 anggota ASEAN mengirim pemantau untuk mengamati jalannya pemilu. ASEAN belum merilis posisi resmi atas hasil pemilu, tetapi politisi-politisi terkemuka menunjukan rasa gembira.
Marty Natalegawa, menteri luar negeri Indonesia, mengatakan ASEAN yakin sanksi ekonomi yang sudah berlangsung lama terhadap Burma itu harus dicabut.
“Kalau bukan sekarang, kapan? Itu pertanyaannya. Instrumen itu telah lama diterapkan sebagai protes. Instrumen itu digunakan sebagai upaya merubah keadaan. Keadaan telah berubah. Dan ini sangat penting untuk disetujui,” ungkap Marty Natalegawa.
Natalegawa mengatakan penting bahwa komunitas internasional mengirim sinyal positif yang dapat mendorong demokratisasi di Burma, yang juga dikenal sebagai Myanmar.
Selanjutnya, Marty mengatakan,”Kita mesti memanfaatkan demokrasi di Myanmar. Berbagai hal tengah terjadi. Masyarakat internasional harus menciptakan suasana kepastian, bahwa kemajuan ini tidak bisa dibalikan lagi. Menurut saya dengan mencabut sanksi ini akan mengirimkan sinyal kuat bahwa situasinya berubah. ASEAN senantiasa bicara tentang pencabutan sanksi. Tapi sekarang hal itu makin penting. Waktunya sangat tepat.”
Birma memperoleh pujian dari PBB dan negara-negara barat atas reformasi yang signifikan dalam setahun lalu, termasuk membebaskan ratusan tahanan politik, mengurangi pembatasan terhadap media dan melaksanakan pemilihan sela hari Minggu lalu. Tapi masih belum jelas seberapa jauh mantan pemimpin militer negara itu bersedia memperluas kebebasan dan melepaskan monopoli kekuasaan mereka.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan adanya pelanggaran HAM yang mengerikan, terutama di tengah konflik bersenjata di beberapa daerah etnis minoritas, masih sangat mengkhawatirkan.
Bagi para pemimpin ASEAN, bagaimanapun juga, reformasi merupakan perkembangan yang disambut baik, dan memberi kesempatan bagi ASEAN untuk memberi salah satu negara anggotanya yang paling bermasalah itu, citra yang lebih baik.
Larry Jagan, seorang analis di Birma, mengatakan, “Sangat terlihat bahwa para pemimpin ASEAN dan menteri-menteri luar negerinya ikut bangga dengan hasil pemilihan sela. Banyak dari mereka mengatakan ‘Kami benar-benar mendorong Birma ke arah demokrasi.’ Mereka merasa ikut menyumbang pada perubahan yang terjadi dan kesuksesan pemilihan sela. Menurut saya sampai tingkat tertentu, Birma memalukan pada masa lalu, dan sekarang sukses secara cemerlang. Jadi saya berpandangan, sejauh bersangkutan dengan kepentingan ASEAN, dan juga sebagian besar negara-negara di wilayah itu, ini merupakan berita bagus.”
Pemimpin ASEAN juga membahas ketegangan seputar kawasan Laut Cina Selatan dan langkah-langkah untuk meningkatkan integrasi ekonomi dalam KTT yang berlangsung hingga hari Rabu.