Di negara-negara yang mengalami perang atau konflik internal, serangan terhadap jurnalis terjadi tanpa mendapat hukuman. Kelompok-kelompok pengawas mengatakan sebagian besar pembunuhan terhadap jurnalis dalam beberapa tahun terakhir tidak terselesaikan.
Dengan meningkatnya ancaman dan serangan terhadap jurnalis di AS di tengah semakin dekatnya pemilihan presiden, berbagai asosiasi media melatih wartawan cara untuk tetap aman.
Ketika hujan turun suatu hari pada bulan September, sekelompok jurnalis berkumpul di perkantoran di luar kota Washington. Beberapa di antara mereka adalah reporter berpengalaman, lainnya masih mahasiswa. Namun, mereka semua belajar bagaimana agar tetap aman saat meliput pemilu dan kerusuhan.
Serangan Hamas ke Israel Oktober 2023 memicu konflik paling mematikan dalam sejarah baru para jurnalis dan pekerja media. Sedikitnya 116 dari mereka, terbunuh. VOA berbicara dengan para reporter serta sejumlah analis media, mengenai pentingnya para jurnalis di lapangan bisa bekerja dengan bebas.
Indeks Kebebasan Pers Dunia terbaru yang dirilis Reporters Without Borders memberi gambaran mengecewakan, termasuk minimnya kemauan politik untuk membela kebebasan pers. Peringkat sejumlah negara merosot tahun ini, termasuk Afghanistan, Argentina, dan bahkan Amerika Serikat (AS).
Sebuah lembaga nirlaba yang fokus pada bidang jurnalistik di Kota Arlington, negara bagian Virginia, AS tidak hanya mengajarkan jurnalisme kepada para siswanya, tapi juga menyediakan asupan berita lokal kepada masyarakat setempat.
Kehilangan dan risiko muncul ketika berkarya sebagai wartawan perang. Perang di Ukraina dan Gaza menimbulkan banyak korban jiwa, Cristina Caicedo Smit dari VOA berbicara dengan dua mantan wartawan mengenai pengalaman merek, dan mengapa mereka tetap meliput, meskipun berbahaya.
Dengan setidaknya 15 jurnalis terbunuh dalam pekan pertama konflik Israel-Hamas, termasuk jurnalis video kantor berita Reuters, redaksi dan spesialis keamanan sedang mendiskusikan cara menjaga para jurnalis tetap aman.
Pengadilan Filipina Selasa lalu (12/9) membebaskan Maria Ressa dan situs beritanya, Rappler, dalam kasus pajak. Kini peraih Nobel ini menghadapi dua tantangan lain.