NUSA DUA, BALI —
Delegasi untuk pertemuan Organisasi Perdagangan Sedunia (WTO) di Bali telah menyetujui kesepakatan perdagangan global untuk pertama kali sejak organisasi itu didirikan pada tahun 1995.
Paket Bali akhirnya disepakati dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Nusa Dua Bali pada Sabtu (7/12) siang. Paket Bali disepakati setelah terjadi negosiasi yang alot antara negara maju dengan negara miskin dan berkembang, yang menyebabkan penutupan pertemuan WTO sempat tertunda.
Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo meneteskan air mata dalam upacara penutupan KTT hari Sabtu, dan mengatakan, “untuk pertama kalinya dalam sejarah, WTO akhirnya menghasilkan.”
Ketua Konferensi WTO yang juga Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan dalam keteranganya mengungkapkan Paket Bali tercapai setelah Amerika Serikat dan negara maju menyepakati perubahan teks kesepakatan yang membuka keleluasaan kepada India untuk menegosiasikan besaran subsidi dan stok pangannya dalam empat tahun ke depan. Selain itu tuntutan negara berkembang seperti Kuba, Venezuela, Bolivia dan Nikaragua tentang paket pertanian pada akhirnya juga disetujuai oleh negara maju.
Gita Wirjawan mengatakan, “Pertama itu terkait paket pertanian, di mana mereka menginginkan adanya solusi permanen, di ujungnya solusi interen untuk kepentingan memberikan subsidi kepada produk-produk pertanian mereka tanpa batasan dan perkecualian itu sudah disepakati dan diberikan oleh negara-negara maju.”
Gita menyebutkan negara maju juga menyetujuai permintaan negara-negara Amerika Latin yang meminta dihentikannya praktek diskriminatif terhadap produk ekspor negara miskin dan berkembang.
“Dan itu juga mencerminkan kepentingan negara berkembang agar tidak adanya praktek diskriminatif dari negara-negara maju dan ini adalah semangat yang sepadan dengan semangat yang dituangkan dalam kesepakatan perdagangan bebas multilateral yang sudah disepakati puluhan tahun yang lalu, itu semuanya adalah bagian dari paket Bali,” tambah Gita.
Sedangkan Direktur Eksekutif Resistances and Alternatives to Globalization Bonnie Setiawan mengatakan Paket Bali sebetulnya tidak diperlukan, karena Paket Bali merupakan bentuk penjajahan baru dari negara maju kepada negara miskin
“Pada kenyataanya kita telah masuk pada penjajahan gaya baru yang tidak kelihatan tetapi memakai aturan-aturan global, aturan-aturan global itu yang tidak kita rasakan tetapi itu mengatur seluruh hidup kita, mengatur undang-undang kita, mengatur apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah, mengatur semua kebijakan pemerintah, sehingga tidak lagi membebaskan rakyat kita dari kemiskinan,” papar Bonnie Setiawan.
Sementara, Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo menyampaikan Paket Bali merupakan sejarah dalam perundingan WTO. Mengingat untuk pertama kalinya sejak WTO didirikan pada tahun 1995, baru kali ini seluruh anggota WTO bersepakat.
Inti dari perjanjian itu melonggarkan hambatan perdagangan dengan menyederhanakan prosedur kepabeanan dan membuatnya lebih transparan. Kesepakatan itu masih harus disetujui oleh ke-159 negara anggota.
Perundingan empat hari itu terancam ketika Kuba mengatakan tidak akan menerima kesepakatan yang tidak akan mengakhiri embargo Amerika terhadap negara komunis itu. Kuba kemudian membatalkan ancaman vetonya.
Kalangan analis memperkirakan kesepakatan itu akan menambah satu triliun dolar bagi ekonomi dunia dan mengatakan kesepakatan itu juga melestarikan masa depan organisasi WTO.
Paket Bali akhirnya disepakati dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Nusa Dua Bali pada Sabtu (7/12) siang. Paket Bali disepakati setelah terjadi negosiasi yang alot antara negara maju dengan negara miskin dan berkembang, yang menyebabkan penutupan pertemuan WTO sempat tertunda.
Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo meneteskan air mata dalam upacara penutupan KTT hari Sabtu, dan mengatakan, “untuk pertama kalinya dalam sejarah, WTO akhirnya menghasilkan.”
Ketua Konferensi WTO yang juga Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan dalam keteranganya mengungkapkan Paket Bali tercapai setelah Amerika Serikat dan negara maju menyepakati perubahan teks kesepakatan yang membuka keleluasaan kepada India untuk menegosiasikan besaran subsidi dan stok pangannya dalam empat tahun ke depan. Selain itu tuntutan negara berkembang seperti Kuba, Venezuela, Bolivia dan Nikaragua tentang paket pertanian pada akhirnya juga disetujuai oleh negara maju.
Gita Wirjawan mengatakan, “Pertama itu terkait paket pertanian, di mana mereka menginginkan adanya solusi permanen, di ujungnya solusi interen untuk kepentingan memberikan subsidi kepada produk-produk pertanian mereka tanpa batasan dan perkecualian itu sudah disepakati dan diberikan oleh negara-negara maju.”
Gita menyebutkan negara maju juga menyetujuai permintaan negara-negara Amerika Latin yang meminta dihentikannya praktek diskriminatif terhadap produk ekspor negara miskin dan berkembang.
“Dan itu juga mencerminkan kepentingan negara berkembang agar tidak adanya praktek diskriminatif dari negara-negara maju dan ini adalah semangat yang sepadan dengan semangat yang dituangkan dalam kesepakatan perdagangan bebas multilateral yang sudah disepakati puluhan tahun yang lalu, itu semuanya adalah bagian dari paket Bali,” tambah Gita.
Sedangkan Direktur Eksekutif Resistances and Alternatives to Globalization Bonnie Setiawan mengatakan Paket Bali sebetulnya tidak diperlukan, karena Paket Bali merupakan bentuk penjajahan baru dari negara maju kepada negara miskin
“Pada kenyataanya kita telah masuk pada penjajahan gaya baru yang tidak kelihatan tetapi memakai aturan-aturan global, aturan-aturan global itu yang tidak kita rasakan tetapi itu mengatur seluruh hidup kita, mengatur undang-undang kita, mengatur apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah, mengatur semua kebijakan pemerintah, sehingga tidak lagi membebaskan rakyat kita dari kemiskinan,” papar Bonnie Setiawan.
Sementara, Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo menyampaikan Paket Bali merupakan sejarah dalam perundingan WTO. Mengingat untuk pertama kalinya sejak WTO didirikan pada tahun 1995, baru kali ini seluruh anggota WTO bersepakat.
Inti dari perjanjian itu melonggarkan hambatan perdagangan dengan menyederhanakan prosedur kepabeanan dan membuatnya lebih transparan. Kesepakatan itu masih harus disetujui oleh ke-159 negara anggota.
Perundingan empat hari itu terancam ketika Kuba mengatakan tidak akan menerima kesepakatan yang tidak akan mengakhiri embargo Amerika terhadap negara komunis itu. Kuba kemudian membatalkan ancaman vetonya.
Kalangan analis memperkirakan kesepakatan itu akan menambah satu triliun dolar bagi ekonomi dunia dan mengatakan kesepakatan itu juga melestarikan masa depan organisasi WTO.