Tautan-tautan Akses

WHO: Program Vaksin Booster Hanya akan Memperpanjang Pandemi COVID-19


Seorang migran menerima suntikan dosis penguat (booster) vaksin COVID-19 Johnson and Johnson di kamp pengungsi Karatepe, di sebelah timur laut Pulau Aegean, Lesbos, Yunani, pada 15 Desember 2021. (Foto: AP/Panagiotis Balaskas)
Seorang migran menerima suntikan dosis penguat (booster) vaksin COVID-19 Johnson and Johnson di kamp pengungsi Karatepe, di sebelah timur laut Pulau Aegean, Lesbos, Yunani, pada 15 Desember 2021. (Foto: AP/Panagiotis Balaskas)

Direktur Jenderal Organisai Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu (22/12) memperingatkan bahwa program booster atau pemberian dosis penguat vaksin COVID-19 tidak akan mengakhiri pandemi global secara tuntas.

Sebaliknya, ia menilai bahwa program tersebut akan memperpanjang pandemi, karena negara-negara miskin harus berjuang keras untuk memvaksinasi penduduk mereka akibat ketidaksetaraan akses terhadap vaksin.

Sementara pejabat kesehatan Amerika Serikat (AS) mendesak warganya yang berusia diatas 16 tahun untuk mendapatkan suntikan booster sebagai tindakan pencegahan atas merebaknya varian virus corona baru Omicron, banyak negara hingga kini belum memberikan dosis awal vaksin COVID-19 kepada sebagian besar penduduk mereka.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. (Foto: Denis Balibouse/Pool Photo via AP)
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. (Foto: Denis Balibouse/Pool Photo via AP)

Negara-negara kaya menganggap program suntikan booster sebagai jawaban atas penyebaran cepat dari varian terbaru virus corona itu, tetapi dalam konferensi pers pada Rabu (22/12), Tedros mengatakan bahwa dengan melakukan hal itu justru akan menimbulkan efek sebaliknya.

“Program booster kemungkinan dapat memperpanjang pandemi, dan bukan mengakhirinya, karena pasokan dialihkan ke negara-negara yang sudah punya cakupan vaksinasi yang luas, sehingga memberi virus lebih banyak peluang untuk menyebar dan melakukan mutasi,” katanya.

Menurut Pusat Data COVID-19 dari Johns Hopkins University, kini terdapat lebih dari 276 juta infeksi virus corona di seluruh dunia, dan 5,3 juta kematian yang diakibatkan oleh virus tersebut.

AS memimpin dengan lebih dari 51 juta kasus terkonfirmasi dan 810 ribu kematian.

Tedros menekankan, ketidaksetaraan akses terhadap vaksin ini akan menyebabkan pandemi berlangsung terus-menerus. Negara-negara yang mengalami kesulitan akses terhadap dosis awal vaksin akan menjadi tempat subur bagi varian virus.

Sebagai contoh, para pakar kesehatan memperingatkan bahwa kemunculan varian Omicron berkaitan dengan ketidaksetaraan akses terhadap vaksin, menurut NBC News. Infeksi akibat varian ini diduga muncul dari pasien HIV Afrika Selatan, dimana hanya 26 persen penduduknya telah mendapatkan vaksin dosis penuh. [jm/my]

XS
SM
MD
LG