Puluhan pengungsi Rohingya yang diselamatkan setelah kapal mereka terbalik di lepas pantai paling barat Indonesia pekan lalu terpaksa meninggalkan tempat penampungan sementara mereka karena protes warga setempat, kata seorang pejabat badan urusan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (United Nations High Commissioner For Refugees/UNHCR), Rabu (27/3).
Etnis Rohingya yang sebagian besar beragama Islam mengalami penganiayaan berat di Myanmar. Ribuan orang Rohingya mempertaruhkan nyawa mereka setiap tahun dalam perjalanan laut yang panjang dan mahal untuk mencapai Malaysia atau Indonesia.
Namun masuknya pengungsi telah memicu kemarahan masyarakat di Provinsi Aceh. Sejumlah warga setempat mendorong kapal yang membawa warga Rohingya kembali ke laut atau mencoba menyerbu tempat penampungan sementara mereka dalam beberapa bulan terakhir.
Para korban yang selamat dari tenggelamnya kapal minggu lalu dibawa ke kantor kepala pemerintah daerah di Aceh Barat, kata Faisal Rahman, seorang anggota staf UNHCR di Aceh, kepada AFP.
“Mereka ditempatkan ke halaman belakang kantor bupati,” ujarnya.
Pihak berwenang pada Kamis (21/3) lalu menyelamatkan 69 pengungsi Rohingya yang ditemukan sedang menempel di lambung kapal mereka yang terbalik selama lebih dari sehari. Enam lainnya berhasil diselamatkan oleh nelayan sehari sebelumnya.
Setidaknya 11 orang Rohingya ditemukan tewas di laut setelah tim penyelamat membatalkan pencarian pada Jumat. Namun, beberapa orang yang selamat mengatakan lebih dari 150 orang berada di dalam kapal ketika kapal itu terbalik.
Para penyintas diberi perlindungan di sebuah gedung tua Palang Merah di Kabupaten Aceh Barat. Namun puluhan warga setempat menyerbu gedung tersebut pada Selasa (26/3) untuk menuntut penggusuran, sehingga memaksa pihak berwenang untuk memindahkan kelompok pengungsi yang berjumlah 75 orang tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal mengatakan kepada AFP pada Rabu (27/3) bahwa Indonesia memberikan tempat penampungan sementara kepada warga Rohingya karena alasan kemanusiaan. Namun PBB dan negara-negara yang menandatangani Konvensi Pengungsi PBB diwajibkan “untuk memberikan tempat tinggal permanen”.
Indonesia bukan negara penandatangan konvensi tersebut.
Dari pertengahan November hingga akhir Januari, 1.752 pengungsi Rohingya mendarat di wilayah Indonesia, menurut UNHCR, yang menyatakan bahwa ini adalah gelombang pengungsi terbesar sejak 2015.
Beberapa warga Aceh memprotes pengungsi Rohingya yang mencapai daratan.
Pada Desember, ratusan mahasiswa memaksa relokasi lebih dari seratus pengungsi Rohingya, menyerbu ruang serbaguna tempat mereka berlindung dan menendang barang-barang mereka.
Dalam insiden lain, garis pembatas polisi dipasang untuk menghentikan warga setempat menyerbu tempat penampungan Rohingya di pulau Sabang, Aceh.
Banyak warga Aceh yang bersimpati terhadap penderitaan sesama umat Islam.
Namun ada pula yang mengatakan kesabaran mereka telah diuji dan menuduh warga Rohingya berperilaku antisosial. [ab/uh]
Forum