Tautan-tautan Akses

59 Warga Diduga Keracunan Gas Hidrogen Sulfida, Walhi Sumut Minta Kementerian ESDM Evaluasi Izin


Seorang pekerja tampak mengatur katup di sumur geothermal yang dioperasikan oleh Pertamina di Minahasa, Sulawesi Utara, pada 30 Maret 2016. (Foto: Reuters/Adwit B pramono/Antara Foto)
Seorang pekerja tampak mengatur katup di sumur geothermal yang dioperasikan oleh Pertamina di Minahasa, Sulawesi Utara, pada 30 Maret 2016. (Foto: Reuters/Adwit B pramono/Antara Foto)

Sedikitnya 59 warga di Desa Sibanggor Julu, Sumatra Utara, diduga keracunan gas hidrogen sulfida dampak dari pengeboran sumber panas bumi oleh PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP). Kementerian ESDM diminta untuk mengevaluasi izin operasional perusahaan tersebut.

Aktivitas pengeboran sumber panas bumi yang dilakukan PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP) diduga telah membuat 59 warga di Desa Sibanggor Julu Kecamatan Puncak Sorik Merapi, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatra Utara (Sumut) mengalami pusing dan muntah-muntah, pada Minggu (6/3).

Puluhan orang itu diduga keracunan gas hidrogen sulfida dari aktivitas pengeboran oleh PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP) di well pad (lahan tapak persiapan sumur) AAE Desa Sibanggor Julu. Kejadian yang telah berulang kembali terjadi itu pun menuai kritik dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut.

Manajer kajian dan advokasi Walhi Sumut, Putra Saptian, mengatakan Kementerian ESDM harus segera melakukan evaluasi terhadap izin terkait aktivitas industri yang dilakukan oleh PT SMGP.

"Apakah itu evaluasi yang dilakukan secara operasional maupun fungsional," katanya kepada VOA, Senin (7/3) malam.

Bukan Insiden Pertama

Tragedi bocornya pipa gas hidrogen sulfida dari sumur pengeboran yang dilakukan PT SMGP tentu harus menjadi catatan para pemangku kebijakan. Pasalnya keracunan gas hidrogen sulfida kali ini bukan yang pertama. Pada tahun 2021 kebocoran pipa gas hidrogen sulfida dari sumur pengeboran PT SMGP juga memakan korban. Mirisnya, lima orang dilaporkan meninggal dunia dampak dari aktivitas industri PT SMGP pada tahun lalu.

"Itu yang sempat kami katakan bahwa seharusnya pemerintah bisa bersikap responsif terhadap kejadian yang terjadi. Apalagi kami melihat jarak antara permukiman masyarakat dengan lokasi pengeboran panas bumi hanya berjarak 300 meter," ujar Putra.

Masih kata Putra, pemerintah harus berani dalam memberikan tindakan terhadap PT SMGP apabila nantinya memang benar terbukti melakukan praktik melawan hukum serta abai terhadap izin prosedur operasional standar.

"Walhi Sumut juga meminta jika itu terbukti pemerintah jangan ragu untuk menutup perusahaan tersebut. Jika ini terus terjadi, tidak menutup kemungkinan akan ada korban yang lebih banyak ke depannya apabila terus dipelihara kelalaian dan kesalahan-kesalahan tersebut," ujarnya.

Sejumlah Insiden

Secara geografis wilayah konsesi PT SMGP diketahui sangat dekat dengan kawasan Gunung Sorik Merapi di Kabupaten Mandailing Natal. Dari situ PT SMGP melakukan pemanfaatan pada panas bumi yang ada di Gunung Sorik Merapi.

PT SMGP telah mendapatkan izin dari Kementerian ESDM dengan luas wilayah kerja produksi seluas 62.900 hektare di 10 kecamatan dan berada di 138 desa di Kabupaten Mandailing Natal. Perusahaan itu juga telah melakukan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di beberapa desa.

59 Warga Diduga Keracunan Gas Hidrogen Sulfida, Walhi Sumut Minta Kementerian ESDM Evaluasi Izin
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:00 0:00

Perusahaan yang diketahui berdiri sejak 2010 itu diperkirakan akan menghasilkan energi listrik sebesar 240 Mega Watt.

Pada tahun 2021 Walhi Sumut sebenarnya pernah meninjau kejadian kesalahan operasional yang menyebabkan bocornya gas hidrogen sulfida di sumur pengeboran pada PT SMGP. Kejadian itu terjadi di Desa Sibanggor Julu dan menyebabkan sedikitnya 44 orang dirawat. Bukan hanya itu, kejadian tersebut juga menyebabkan lima orang meninggal dunia akibat dari bocornya gas beracun tersebut.

Pada tahun 2016 masyarakat sempat menolak kehadiran PT SMGP karena dalam aktivitasnya perusahaan itu dianggap membahayakan masyarakat setempat. Kemudian, pada tahun 2018 juga terdapat dua orang anak yang meninggal dunia yang disebabkan masuk ke dalam lubang bekas sumur pengeboran PT SMGP yang tidak ditutup di Desa Sibanggor Jae.

Pekerja dari PT Pertamina Geothermal Energi (PT PGE) memutar katup dalam sesi uji coba produksi di sumur geothermal Karaha di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 19 April 2014. (Foto: Reuters/Beawiharta)
Pekerja dari PT Pertamina Geothermal Energi (PT PGE) memutar katup dalam sesi uji coba produksi di sumur geothermal Karaha di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 19 April 2014. (Foto: Reuters/Beawiharta)

Walhi Sumut menilai kehadiran PT SMGP di Kabupaten Mandailing Natal banyak menuai polemik dan juga persoalan khususnya kecelakaan kerja, bencana ekologi, serta kesalahan operasional yang memakan banyak korban luka maupun jiwa.

"Seharusnya PT SMGP lebih mempertimbangkan dampak yang lebih besar akan terjadi jika perusahaan masih abai dan melanggar izin operasional serta lalai dalam menjalankan aktivitasnya," pungkas Putra.

Wakil Bupati Mandailing Natal, Atika Azmi Utammi, mengatakan 59 orang dilarikan ke rumah sakit usai diduga mengalami keracunan gas hidrogen sulfida yang berasal dari aktivitas pengeboran PT SMGP. Puluhan orang itu dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panyabungan dan Rumah Sakit Umum Permata Madina.

"Sampai pesan ini dikirim total 59 orang (yang dilarikan ke rumah sakit). Ada 36 yang sudah pulang. Total masih dirawat 23 dalam keadaan baik dan stabil," kata Atika kepada VOA, Senin (7/3) sore.

Dugaan kebocoran itu terjadi pada Minggu (6/3) sekitar pukul 15.00 WIB saat PT SMGP melakukan well test (uji sumur) di well pad AAE Desa Sibanggor Julu Kec. Puncak Sorik Marapi. Kemudian, asap sumur berupa hidrogen sulfida dari aktivitas itu mengarah ke permukiman Banjar Manggis di Desa Sibanggor Julu yang berjarak sekitar 300 meter dari lokasi.

PT SMGP berdalih bahwa alat detektor menunjukkan tidak ada gas hidrogen sulfida di sekitar lokasi kejadian. Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mandailing Natal masih menunggu hasil investigasi dan uji laboratorium.

"Hanya saja fakta di lapangan banyak masyarakat yang mengalami mual-mual gangguan kesehatan. Kami menunggu hasil investigasi dan laboratorium, apa sebenarnya penyebab kejadian kemarin itu," ujar Atika.

Atas kejadian itu, Pemkab Mandailing Natal meminta agar PT SMGP bertanggung jawab terkait peristiwa tersebut.

"Di sini kami berkomitmen perusahaan telah bersedia tanggung jawab atas kelalaian mereka," tandas Atika.

Bantah Tak Ikuti Prosedur

Sementara juru bicara dari PT SMGP, Nina Gultom, melalui keterangan tertulisnya kepada VOA berdalih mereka telah mengikuti prosedur standar operasional untuk memastikan kesehatan dan keselamatan masyarakat maupun pekerja PT SMGP.

"Sebelum memulai pengujian sumur kami melakukan sosialisasi dengan masyarakat setempat menggunakan pengeras suara untuk mengumumkan rencana pengujian sumur. Untuk memastikan semua orang di area tersebut mengetahui akan diadakan kegiatan uji sumur," katanya, Senin (7/3) malam.

Kemudian, usai sosialisasi itu PT SMGP mengevakuasi seluruh personelnya. Mereka juga melaksanakan patroli dengan radius 300 meter sekaligus memantau perimeter dengan drone untuk memastikan kesehatan dan keselamatan semua orang. Selama kegiatan uji sumur, PT SMGP memantau arah angin dan tingkat gas yang berasal dari sumur melalui gas detektor multi-gas.

"Berdasarkan langkah-langkah keamanan dan pemantauan yang diambil, lokasi geografis Desa Sibanggor Julu dan fakta bahwa gas hidrogen sulfida lebih berat daripada udara. Tidak ada indikasi atau bukti yang mendukung klaim paparan gas hidrogen sulfida dari sumur AAE-05 seperti yang telah dilaporkan," ujarnya. [aa/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG