Untuk ratusan migran yang terdampar di laut dalam kapal-kapal buruk, uluran tangan yang menolong datang bukan dari pemerintah tapi dari nelayan-nelayan yang menarik mereka supaya selamat.
Keputusasaan migran-migran dari Myanmar dan Bangladesh tidak membuat para negara tetangga menampung mereka, tapi telah mendorong belas kasih dan permintaan akan bantuan dari masyarakat umum di seluruh Asia Tenggara.
Warga Malaysia yang bersimpati telah meluncurkan inisiatif donasi untuk membantu memberi makan para migran yang telah membanjiri pantai mereka dalam dua minggu terakhir. Di Aceh, tempat para nelayan menyelamatkan tiga kapal minggu lalu dan menyelamatkan 900 nyawa, warga desa telah menyumbangkan pakaian dan makanan rumahan.
Kelompok bantuan memperkirakan ribuan lagi migran, yang melarikan diri dari penyiksaan di Myanmar dan kemiskinan di Bangladesh, terdampar di Laut Andaman setelah razia terhadap pedagang manusia mendorong para kapten dan penyelundup menelantarkan kapal-kapal mereka.
Namun lebih dari dua minggu dalam krisis kemanusiaan, sikap pemerintah-pemerintah Asia Tenggara tetap tidak berubah -- tidak ada yang mau menampung para migran ini, khawatir hal itu akan menyebabkan banjir kedatangan.
Sebuah kartun politik di koran The Nation di Thailand, hari Senin (18/5), merangkum reaksi tersebut, menunjukkan sebuah kapal berisi pengungsi Rohingya Muslim ditendang kembali ke laut oleh orang-orang di pantai Thailand, Malaysia, Indonesia, Myanmar dan Bangladesh.
"Di satu sisi, kita melihat pemerintah ribut dan kesulitan menemukan cara mengatasi orang-orang perahu ini. Namun di sisi lain, menggembirakan melihat orang-orang di wilayah ini telah merespon dengan sangat dermawan terhadap orang-orang kapal ini," ujar Vivian Tan, juru bicara badan PBB untuk pengungsi, UNHCR, di Bangkok.
"Respon publik mengharukan dan pemerintah-pemerintah betul-betul perlu mengikuti contoh ini dan membiarkan orang-orang itu mendarat secepat mungkin," ujar Tan.
Seorang cendekiawan Muslim terkemuka di Malaysia mengatakan pemerintah masih mencari pesawat Malaysia Airlines yang diyakini telah jatuh ke laut lebih dari setahun yang lalu, "sementara yang masih hidup dibiarkan mati di laut."
"Di mana rasa kemanusiaan kita?" ujar Asri Zainal Abidin, mufti negara di Malaysia, dalam halaman Facebook-nya.
Aktivis sosial Malaysia terkenal, Marina Mahathir, yang juga anak dari bekas perdana menteri Mahathir Mohamad, minggu lalu meminta siapa pun yang memiliki kapal atau perahu yang layak berlayar untuk mengirimkan bantuan kepada para migran yang masih terkatung-katung di lautan.
"Kekhawatiran utama kami adalah mereka yang masih di lautan karena ini adalah krisis kemanusiaan yang nyata. Kita harus memberikan solusi. Saya kira kita tidak dapat cuci tangan dalam masalah ini," ujarnya.
Petisi daring telah muncul di Malaysia dan Indonesia untuk meletakkan kemanusiaan sebelum politik dan menampung para migran tersebut.
Namun para pejabat Malaysia telah mengatakan mereka tidak akan menampung lebih banyak pengungsi. Malaysia adalah tujuan utama sebagian besar migran ini, menampung lebih dari 45.000 warga Rohingya selama bertahun-tahun.
Pemerintah Indonesia telah meminta warga desa dengan pengeras suara untuk tidak terlalu dekat dengan para migran yang ditarik ke pantai Aceh timur oleh para nelayan, karena takut mereka dapat menyebarkan penyakit.
Namun warga mengabaikan perintah tersebut. Ratusan telah datang ke dua gudang yang dipakai untuk menampung para migran sejak mereka datang Jumat lalu, membawa nasi, mie instan, pakaian dan bahkan masakan rumah.
"Kita harus menolong mereka, karena mereka saudara kita," ujar Hayaturrahman Djakfar, yang datang dengan sekelompok orang untuk menyumbangkan sarung, handuk, kerudung, baju anak dan makanan.
"Dan karena mereka berjuang untuk hidup yang lebih baik dan perlindungan. Tidak ada alasan untuk tidak menolong mereka."