Tautan-tautan Akses

Wapres JK Klarifikasi Pernyataannya soal Menolak Bantuan AS


Wapres RI Jusuf Kalla saat diwawancarai VOA di markas PBB di New York (25/9).
Wapres RI Jusuf Kalla saat diwawancarai VOA di markas PBB di New York (25/9).

Wakil Presiden Jusuf Kalla melalui juru bicaranya Rabu pagi (3/10), mengklarifikasi pernyataanya yang dianggap menolak bantuan Amerika untuk korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, sebagaimana diberitakan sebagian media di Indonesia.

Dihubungi VOA melalui telepon, juru bicara Wapres Hussain Abdullah mengatakan, “Tidak benar Wapres menolak bantuan Amerika. Konteks pernyataannya hari Selasa (2/10) adalah bantuan asing untuk rehabilitasi dan rekonstruksi dalam jangka panjang. Bukan pasukan militer.”

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika diwawancarai oleh wartawan di Kantor Wakil Presiden di Jakarta hari Selasa mengatakan, “Lagi dibicarakan (bantuan asing, red), karena memang ini kita harus pertimbangkan supaya bisa dipakai langsung. Maka kita lebih memfokuskan untuk bantuan asing, untuk rehabilitasi dan rekonstruksi, sama dengan waktu di Aceh.”

Lebih jauh JK mengatakan, “Jadi katakanlah misalnya satu negara bikin 500 rumah, apa saja, jadi mereka ada jangka panjang. Bahwa ini negara A, ini negara B. Jadi bersifat program. Tidak hanya dalam tanggap darurat. Tanggap darurat juga boleh, selama itu memenuhi kebutuhan kita.”

Ketika ditanya soal bantuan dalam bentuk pengiriman pasukan, JK menegaskan, “Tidak. Kita tidak terima itu. Mereka minta mau kirim rumah sakit, kapal rumah sakit, cukup kita. Khan pengalaman di Aceh dulu, yang mau naik kapal rumah sakit itu hanya lima pasien.”

LBP: Tak Benar Kami Tolak Bantuan Amerika

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan juga membantah berita soal penolakan bantuan Amerika itu. Dihubungi VOA melalui telepon, Luhut dengan tegas mengatakan, “Tidak benar kami tolak bantuan Amerika. Presiden khan sudah perintahkan boleh terima bantuan asing. Tapi kita belajar dari pengalaman di Aceh, Padang, Mentawai, Lombok tentang apa saja yang paling diperlukan korban bencana gempa dan tsunami. Kita sedang susun kebutuhan itu.”

Foto udara daerah yang luluh lantak akibat gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Antara).
Foto udara daerah yang luluh lantak akibat gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Antara).

Luhut mengatakan bahwa ia telah dihubungi langsung oleh Duta Besar Amerika untuk Indonesia Joseph R. Donovan hari Selasa (2/10) yang menanyakan keperluan seperti apa yang dibutuhkan Indonesia.

“Memang ia sempat menawarkan rumah sakit kapal, saya sudah sampaikan langsung kita tidak perlu itu. Yang kita perlukan adalah water purification (alat penjernih air.red), upaya membangun rumah anti gempa, itu yang kita butuh,” jelas Luhut.

Ketika VOA berupaya memperjelas soal masuknya personil Amerika seiring dengan datangnya angkutan udara atau bantuan lain dari Amerika, Luhut mengatakan “tidak masalah dengan itu.”

Luhut Binsar Panjaitan mengatakan akan mengadakan pertemuan dengan Dubes AS Joseph R. Donovan di kantornya hari Rabu (3/10) ini.

Menkopolhukam Terima Bantuan Angkutan Udara dari Negara-negara Lain

Secara terpisah dalam rapat koordinasi Selasa sore, Menkopolhukam Wiranto, yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo untuk mengkoordinir penanganan korban gempa dan tsunami di bawah komando Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan telah menerima bantuan angkutan udara dari negara-negara asing.

Tim penyelamat mengevakuasi korban dari reruntuhan gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah (1/10).
Tim penyelamat mengevakuasi korban dari reruntuhan gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah (1/10).

“Ini semua (upaya memenuhi kebutuhan warga.red) membutuhkan angkutan, dan yang paling cepat adalah angkutan udara. Karena itu selain angkutan udara yang dimiliki TNI, maka presiden telah membuka kesempatan untuk menerima bantuan dari luar negeri, dan salah satunya adalah angkutan udara," tukas Wiranto.

Ia menambahkan, "Kami sudah koordinasi. Kita sudah akan mendapat bantuan angkutan udara dari negara-negara lain. Tetapi karena panjang landasan pacu sangat terbatas, maksimal 2.000 meter, maka yang dapat mendarat adalah pesawat angkut bertubuh besar sejenis Hercules C-130.”

Tetapi Wiranto tidak merinci lebih jauh apakah dengan menerima bantuan angkutan udara ini berarti mencakup personil yang mengoperasikan angkutan udara tersebut, yang sebagian besar adalah personil militer.

Upaya VOA untuk menghubungi Menkopolhukam Wiranto untuk memperoleh penjelasan lebih rinci belum membuahkan hasil. (em)

XS
SM
MD
LG