Tautan-tautan Akses

Wamenlu Taliban Desak Para Pemimpinnya Cabut Larangan Pendidikan bagi Perempuan Afghanistan


Para mahasiswi Afghanistan yang sedang belajar ilmu kesehatan berkumpul di luar Institut Ilmu Kesehatan Omid di Kabul pada 3 Desember 2024. (Foto: AFP)
Para mahasiswi Afghanistan yang sedang belajar ilmu kesehatan berkumpul di luar Institut Ilmu Kesehatan Omid di Kabul pada 3 Desember 2024. (Foto: AFP)

Afghanistan yang belum diakui secara resmi oleh negara mana pun, terutama atas perlakuannya terhadap kaum perempuan.

Seorang pemimpin senior Taliban secara terbuka mengecam kebijakan pemerintahnya, yang melarang pendidikan bagi perempuan di Afghanistan, dengan menyebutnya sebagai "pilihan pribadi" ketimbang penafsiran hukum Islam atau Syariah.

Teguran publik yang jarang terjadi dari Sher Abbas Stanikzai, wakil menteri luar negeri Taliban itu, muncul di tengah seruan internasional yang terus-menerus terhadap para penguasa Afghanistan, untuk mengijinkan pendidikan bagi anak-anak perempuan di tingkat SMP dan seterusnya, serta untuk menghapus larangan perempuan dalam kehidupan umum secara luas.

Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada 2021, dan pemimpinnya yang tertutup, Hibatullah Akhundzada memperkenalkan penafsirannya yang keras terhadap Syariah, untuk memerintah negara yang dilanda konflik itu, melalui lusinan dekrit, terutama melarang anak-anak perempuan mendapat pendidikan di atas kelas enam SD dan melarang sebagian besar perempuan di tempat kerja dan kehidupan umum secara luas.

Para mahasiswi Afghanistan yang sedang belajar ilmu kesehatan berjalan di sepanjang jalan di Kabul pada 3 Desember 2024. (Foto: AFP)
Para mahasiswi Afghanistan yang sedang belajar ilmu kesehatan berjalan di sepanjang jalan di Kabul pada 3 Desember 2024. (Foto: AFP)

"Kami menyerukan kepada para pemimpin Emirat Islam (Taliban) untuk membuat pendidikan dapat diakses oleh semua orang," kata Stanikzai dalam upacara wisuda sekolah agama di Provinsi Khost, perbatasan Afghanistan.

“Tidak ada pembenaran untuk menyangkalnya, seperti tidak ada pembenaran untuk itu pada masa lalu, dan seharusnya tidak ada sama sekali,” tegasnya dalam pidato yang disiarkan kantor berita TOLO Afghanistan pada Minggu, setelah upacara sehari sebelumnya.

Stanikzai menyatakan, dunia kritis atas larangan Taliban terhadap perempuan dan “inilah masalah” yang dihadapi oleh pemerintah

Afghanistan yang belum diakui secara resmi oleh negara mana pun, terutama atas perlakuannya terhadap kaum perempuan.

“Hari ini, kita melakukan ketidakadilan terhadap 20 juta orang dari 40 juta jumlah penduduk. Kita telah merampas semua hak mereka dengan menutup pintu sekolah dan universitas bagi mereka. Menimbulkan perselisihan pribadi, dan mencegah mereka memilih suami,” kata Stanikzai.

“Apakah kita benar-benar mengikuti Syariah? Jalan yang kita tempuh kini dipandu oleh pilihan pribadi, bukan Syariah,” tambahnya.

Taliban kembali berkuasa setelah bertahun-tahun melancarkan serangan pemberontak terhadap pasukan internasional yang dipimpin AS, yang akhirnya menarik diri dari Afghanistan pada Agustus 2021. [ps/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG