CARACAS —
Pegawai pasar swalayan di Venezuela menaruh setumpuk tisu toilet di lantai toko, dan para konsumen yang putus asa berebut mengambilnya dalam lima menit. Suara pegawai perempuan dari pengeras suara mengingatkan konsumen bahwa setiap orang hanya boleh membeli empat pak tisu.
Hanya sedikit warga yang percaya pada janji pemerintah beberapa hari sebelumnya bahwa negara Amerika Selatan kaya minyak itu akan segera mengimpor 50 juta gulung tisu.
“Ini saat yang menyedihkan ketika sebuah negara kaya seperti Venezuela sampai paad situasi ini,” ujar seorang warga bernama Yenny Caballero, yang sedang mengantre di kasir pada sebuah toko di daerah menengah ke atas di ibukota Caracas.
"Ini adalah produk-produk dasar yang setiap orang seharusnya dapat membelinya.”
Perebutan tisu toilet telah menjadi contoh paling menyedihkan dari kelangkaan barang yang telah terjadi beberapa lama di Venezuela, mulai dari daging sapi sampai daging ayam, tepung dan minyak goreng.
Dengan kelangkaan yang menimpa hampir 20 persen bahan konsumsi pokok, presiden sosialis Nicolas Maduro telah sepakat untuk bekerja sama dengan para pemimpin usaha di negara itu, yang selama 10 tahun terakhir dianggap konspirator sayap kanan.
Minggu lalu, Maduro bertemu dengan miliuner Lorenzo Mendoza, direktur Empresas Polar, yang merupakan produsen makanan dan bir terbesar di Venezuela. Pemerintah ingin Polar meningkatkan produksi bahan pokok seperti tepung jagung yang digunakan untuk membuat panekuk “arepa” khas Venezuela.
Tanda pemulihan hubungan lain adalah dipenuhinya lorong-lorong kantor kementerian keuangan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun oleh para pengusaha berjas. Banyak yang membawa map-map berisi permintaan untuk kelonggaran lebih besar dalam sistem kontrol mata uang dan keringanan kontrol harga.
“Kami telah memasuki fase menciptakan hubungan yang lebih dekat dengan sektor swasta, tanpa mengabaikan ekonomi sosialis yang baru,” ujar Menteri Keuangan Nelson Merentes usai bertemu para pengusaha.
Pemerintah mengatakan bahwa kelangkaan tisu toilet, seperti yang lainnya, merupakan akibat pembelian secara panik dan penimbunan barang oleh pedagang untuk menggelembungkan harga.
Pihak oposisi mengkritik bahwa masalah ini disebabkan oleh kontrol-kontrol mata uang, yang diciptakan 10 tahun lalu oleh pemimpin sosialis, almarhum Hugo Chavez, serta nasionalisasi tahunan yang melemahkan industri swasta dan menyebabkan sektor usaha enggan berinvestasi.
Pemerintah masih kesulitan menyediakan cukup mata uang bagi perusahaan-perusahaan yang mengimpor bahan pokok, yang berarti kelangkaan ini dapat berlanjut sampai beberapa bulan ke depan.
Para konsumen mengatakan pilihan satu-satunya adalah untuk memborong barang keperluan dasar rumah tangga begitu mereka muncul.
“Ada beberapa produk yang tidak begitu diperlukan, tapi tidak dengan tisu toilet, sabun dan pasta gigi. Jadi saya harus lari ke sana ke mari untuk menemukannya,” ujar Katty de Colina, seorang ibu rumah tangga di Paraguana, sebuah kota di bagian selatan Venezuela. (Reuters/Eyanir Chinea)
Hanya sedikit warga yang percaya pada janji pemerintah beberapa hari sebelumnya bahwa negara Amerika Selatan kaya minyak itu akan segera mengimpor 50 juta gulung tisu.
“Ini saat yang menyedihkan ketika sebuah negara kaya seperti Venezuela sampai paad situasi ini,” ujar seorang warga bernama Yenny Caballero, yang sedang mengantre di kasir pada sebuah toko di daerah menengah ke atas di ibukota Caracas.
"Ini adalah produk-produk dasar yang setiap orang seharusnya dapat membelinya.”
Perebutan tisu toilet telah menjadi contoh paling menyedihkan dari kelangkaan barang yang telah terjadi beberapa lama di Venezuela, mulai dari daging sapi sampai daging ayam, tepung dan minyak goreng.
Dengan kelangkaan yang menimpa hampir 20 persen bahan konsumsi pokok, presiden sosialis Nicolas Maduro telah sepakat untuk bekerja sama dengan para pemimpin usaha di negara itu, yang selama 10 tahun terakhir dianggap konspirator sayap kanan.
Minggu lalu, Maduro bertemu dengan miliuner Lorenzo Mendoza, direktur Empresas Polar, yang merupakan produsen makanan dan bir terbesar di Venezuela. Pemerintah ingin Polar meningkatkan produksi bahan pokok seperti tepung jagung yang digunakan untuk membuat panekuk “arepa” khas Venezuela.
Tanda pemulihan hubungan lain adalah dipenuhinya lorong-lorong kantor kementerian keuangan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun oleh para pengusaha berjas. Banyak yang membawa map-map berisi permintaan untuk kelonggaran lebih besar dalam sistem kontrol mata uang dan keringanan kontrol harga.
“Kami telah memasuki fase menciptakan hubungan yang lebih dekat dengan sektor swasta, tanpa mengabaikan ekonomi sosialis yang baru,” ujar Menteri Keuangan Nelson Merentes usai bertemu para pengusaha.
Pemerintah mengatakan bahwa kelangkaan tisu toilet, seperti yang lainnya, merupakan akibat pembelian secara panik dan penimbunan barang oleh pedagang untuk menggelembungkan harga.
Pihak oposisi mengkritik bahwa masalah ini disebabkan oleh kontrol-kontrol mata uang, yang diciptakan 10 tahun lalu oleh pemimpin sosialis, almarhum Hugo Chavez, serta nasionalisasi tahunan yang melemahkan industri swasta dan menyebabkan sektor usaha enggan berinvestasi.
Pemerintah masih kesulitan menyediakan cukup mata uang bagi perusahaan-perusahaan yang mengimpor bahan pokok, yang berarti kelangkaan ini dapat berlanjut sampai beberapa bulan ke depan.
Para konsumen mengatakan pilihan satu-satunya adalah untuk memborong barang keperluan dasar rumah tangga begitu mereka muncul.
“Ada beberapa produk yang tidak begitu diperlukan, tapi tidak dengan tisu toilet, sabun dan pasta gigi. Jadi saya harus lari ke sana ke mari untuk menemukannya,” ujar Katty de Colina, seorang ibu rumah tangga di Paraguana, sebuah kota di bagian selatan Venezuela. (Reuters/Eyanir Chinea)