Tautan-tautan Akses

Vaksin Sinovac Tinggal Menunggu Izin Penggunaan Darurat BPOM


Dalam foto yang dirilis Istana Kepresidenan Indonesia ini, para pekerja menyemprotkan disinfektan pada kotak berisi vaksin virus corona eksperimental yang dibuat oleh perusahaan China, Sinovac, saat tiba di fasilitas perusahaan farmasi milik negara Bio Farma. (Foto: AP)
Dalam foto yang dirilis Istana Kepresidenan Indonesia ini, para pekerja menyemprotkan disinfektan pada kotak berisi vaksin virus corona eksperimental yang dibuat oleh perusahaan China, Sinovac, saat tiba di fasilitas perusahaan farmasi milik negara Bio Farma. (Foto: AP)

Vaksin yang dikembangkan oleh kerja sama Sinovac, Bio Farma dan Universitas Padjajaran saat ini masih dalam tahap uji coba. Jika sesuai jadwal, laporan akhir proses itu baru akan disampaikan pada Oktober 2021. Namun, karena kondisi mendesak dan pemerintah telah memutuskan untuk menggunakan vaksin pada Januari tahun depan, maka yang diperlukan saat ini adalah memperoleh izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad, Prof Kusnandi Rusmil, menjelaskan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) nantinya akan menelaah EUA tersebut.

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid 19 Unpad, Prof Kusnandi Rusmil. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)
Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid 19 Unpad, Prof Kusnandi Rusmil. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

“Ini tentu tergantung keadaan yang kita sebut Emergency Use Authorization yang akan dikeluarkan oleh BPOM,” kata Kusnandi.

Menurutnya, EUA tersebut diperlukan ketika uji klinis belum selesai. Kemudian BPOM akan melihat segi keamanan penggunaannya.

"Kalau bisa, nanti Badan POM akan membuat surat UEA, dikirim suratnya ke WHO, yang kemudian akan memberikan telaahnya,” lanjutnya.

Paparan Kusnandi itu disampaikan dalam diskusi akhir tahun Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (Peralmuni), Minggu (20/12). Diskusi ini secara khusus memotret persiapan pelaksanaan vaksinasi dan penggunaan suplemen kesehatan bagi masyarakat.

Pekerja membongkar 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 Sinovac, setibanya di Beijing di Bandara Internasional Jakarta di Tangerang, 6 Desember 2020. (Foto: Biro Setpres/AFP)
Pekerja membongkar 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 Sinovac, setibanya di Beijing di Bandara Internasional Jakarta di Tangerang, 6 Desember 2020. (Foto: Biro Setpres/AFP)

Vaksin produksi Sinovac, kata Kusnandi, telah melewati fase uji 1 dan 2 di Wuhan, China. Sedangkan fase uji 3 dilaksanakan di Indonesia, untuk melihat keamanan dan efikasi atau tingkat manfaat vaksin. Fase 3 atau uji klinis ini dilakukan dengan melibatkan sukarelawan yang berusia antara 18-59 tahun. Bersama Bio Farma dan Unpad, Sinovac menyediakan tiga batch vaksin untuk melihat konsistensinya.

Kusnandi menjelaskan, ada 1.620 sukarelawan yang terlibat dalam uji klinis tahap 3. Gelombang pertama diikuti oleh 540 orang yang dilakukan sejak 11 Agustus untuk mengukur imunogenitas, keamanan dan efikasi. Sedangkan 1.080 sukarelawan terlibat dalam tahap selanjutnya, untuk melihat keamanan dan juga efikasinya. Rekrutmen untuk total 1.620 sukarelawan itu dijadwalkan terus berlanjut hingga Januari 2021.

Laporan imunogenisitas awal untuk 540 sukarelawan akan keluar pada Januari 2021. Dilanjutkan dengan pemeriksaan serologi dan analisa data pada Agustus-September 2021, dan laporan akhir penelitian akan tersedia pada Oktober 2021, kata Kusnandi. Selain di Indonesia, uji klinis tahap 3 Sinovac juga dilakukan di Brazil, India, Bangladesh dan Turki.

Dia juga mengatakan, jenis yang diproduksi Sinovac adalah vaksin in-activated atau menggunakan kuman yang dimatikan. Jenis ini lebih banyak digunakan di Indonesia sebelumnya.

“Vaksin yang ada di Indonesia ini biasanya in-activated, jadi sudah biasa digunakan, sudah terbiasa juga penyalurannya. Kelihatannya, kalau kita memakai vaksin yangin-activated, kita enggak ada masalah,” tambahnya.

Vaksin Sesuai Dukungan Sarana

Pejabat Kementerian Kesehatan, dr Asik Surya. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)
Pejabat Kementerian Kesehatan, dr Asik Surya. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

Pejabat Kementerian Kesehatan, dr Asik Surya, dalam diskusi ini juga membahas sejumlah faktor terkait pemilihan vaksin bagi Indonesia. Secara umum, diharapkan dari sisi keamanan vaksin memiliki efikasi hingga 70 persen dan minimal 50 persen. Lama perlindungan vaksin diharapkan panjang, setidaknya satu tahun.

Menurutnya, faktor yang cukup penting bagi Indonesia adalah soal stabilitas penyimpanan, terutama jika vaksin bisa disimpan dalam suhu 2-8 derajat celsius.

“Kulkas-kulkas kita, baik di Puskemas, di rumah sakit, di layanan klinik, yang ada sekitar 2-8 derajat celsius. Ini menjadi hal yang sangat penting, untuk setidak-tidaknya menyikapi agar vaksin yang ada harus mempertimbangkan kemampuan penyimpanan atau logistik kita,” kata Asik.

Vaksin Sinovac Tinggal Menunggu Izin Penggunaan Darurat BPOM
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:30 0:00

Pertimbangan lain yang dipakai dalam pemilihan vaksin adalah soal kemasan, yang sebaiknya multidose sehingga mempermudah penyimpanan. Sistem multidose ini mampu mengoptimalkan alat pendingin vaksin yang dimiliki fasilitas kesehatan di Indonesia.

Menurut rencana, berdasar masukan yang ada, vaksinasi akan diberikan pertama kali kepada garda terdepan penanganan Covid-19. Para ahli juga mengingatkan, belum ada data dukungan keamanan vaksin ini untuk kelompok usia lanjut, mereka yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta, dan ibu hamil. Karena itulah, sejauh ini vaksinasi di Indonesia akan menyasar pada kelompok usia produktif.

Kementerian Kesehatan mencatat, kesiapan rantai dingin (cold chain) di Indonesia untuk keperluan vaksin sudah mencapai 97 persen. Sedangkan sumber daya dokter umum, dokter spesialis, perawat dan bidan sebanyak 739.722 orang. Sementara total jumlah vaksinator adalah 30.907, dengan rincian sebanyak 29.635 orang tersebar di Puskesmas dan rumah sakit, dengan tambahan 1.271 dari TNI dan Polri.

Para pekerja menurunkan kiriman 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac setibanya dari Beijing, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. (Foto: Biro Setpres via AFP)
Para pekerja menurunkan kiriman 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac setibanya dari Beijing, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. (Foto: Biro Setpres via AFP)

Asik menambahkan, untuk keperluan jangka pendek ini, Indonesia menyandarkan pilihan pada vaksin produksi Sinovac. Sedangkan untuk jangka menengah dan panjang, akan bertumpu pada vaksin Merah Putih.

Progres Vaksin Merah Putih

Kepala Lembaga Biologi Molekular Eijkman Prof Amin Subandrio memastikan proses pengembangan vaksin Merah Putih sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Dalam situasi normal, kata Amin, proses pembuatan vaksin akan membutuhkan waktu yang lama, yaitu mencapai 15 tahun, meliputi riset awal hingga produksi. Proses tersebut memakan waktu karena setiap tahap dilakukan secara serial, atau satu proses baru dikerjakan setelah proses sebelumnya selesai dengan baik. Dalam situasi pandemi, WHO memutuskan proses pembuatan vaksin dalam jangka waktu lebih pendek, karena tahapannya dilakukan secara pararel.

“WHO memprediksikan, bahwa pengembangan vaksin Covid-19 ini membutuhkan waktu sekitar 18 bulan. Rata-rata semua vaksin yang diproduksi di manapun, betul-betul selesai pertengahan tahun 2021. Vaksin Merah Putih akan selesai sekitar awal quarter pertama 2022, jadi tidak terlalu jauh jaraknya,” kata Amin.

Kepala Lembaga Biologi Molekular Eijkman Prof Amin Subandrio. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)
Kepala Lembaga Biologi Molekular Eijkman Prof Amin Subandrio. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

Terkait pemberian vaksinasi kepada mereka yang berada dalam usia produkstif 18-59 tahun, menurut Amin, hal itu dilakukan karena Indonesia ingin membangun herd immunity atau kekebalan kelompok. Diharapkan, warga usia produktif yang telah menerima vaksin ini akan kebal terhadap serangan virus,dan bisa melindungi kelompok rentan di tengah mereka.

Keputusan ini sempat dikritik sejumlah pihak, karena banyak negara justru mengawali vaksin untuk mereka yang berada di kelompok rentan, seperti lanjut usia. Menurut Amin, ada banyak faktor pembeda, sehingga keputusan yang diambil juga berbeda dengan kebanyakan negara Eropa. Faktor pembeda tersebut salah satunya adalah jumlah vaksin yang terbatas

Amin juga menjelaskan, selain pengembangan, Indonesia juga memiliki persoalan rumit terkait distribusi.

“Proses ini juga tidak sederhana. Kita ingat, misalnya ada satu vaksin yang harus disimpam di suhu minus 80 derajat celsius. Hampir tidak mungkin, membawa freezer minus 80 derajat celsius, ke daerah terpencil, yang harus dengan motor, perahu dan sejenisnya,” kata Amin. [ns/ah]

Recommended

XS
SM
MD
LG