Sebuah UU baru yang mewajibkan sekolah-sekolah negeri Hong Kong untuk mengibarkan bendera China dan menyanyikan lagu kebangsaan China seminggu sekali dapat “berbahaya” dan “tidak efektif”. UU itu merupakan bagian dari langkah Beijing untuk menanamkan perasaan identitas Tionghoa di kalangan pelajar di Hong Kong, kata para pakar.
Mulai awal tahun depan, semua TK, SD hingga SMA di bekas koloni Inggris itu akan diwajibkan untuk mengibarkan bendera nasional pada setiap hari sekolah dan melakukan upacara pengibaran bendera dengan menyanyikan lagu kebangsaan seminggu sekali.
Kewajiban ini diumumkan setelah UU mengenai lagu kebangsaan nasional yang menimbulkan perdebatan mulai berlaku pertengahan Juni tahun ini. UU itu mengkriminalisasi tindakan apapun yang dianggap “menghina” lagu kebangsaan atau bendera nasional. Para pelanggar diancam hukuman maksimum denda lebih dari 6.400 dolar dan tiga tahun penjara. UU ini dianggap luas sebagai langkah pemerintah untuk membungkam suara-suara oposisi, setelah para penggemar sepak bola Hong Kong mencemooh lagu kebangsaan China pada beberapa pertandingan.
Kebijakan baru ini bertujuan untuk “mempromosikan pendidikan nasional dan membantu siswa untuk mengembangkan perasaan memiliki negara, perasaan kasih sayang kepada orang-orang China dan meningkatkan rasa identitas nasional mereka,” menurut pernyataan pemerintah 11 Oktober lalu.
Lebih dari 80 persen sekolah negeri telah mengibarkan bendera China lebih sering pada tahun ini daripada sebelumnya, menurut survei dari Federasi Tenaga Kerja Pendidikan Hong Kong.
Jack, pelajar SMA berusia 17 tahun yang ingin anonim karena khawatir akan tindakan pembalasan, mengatakan, sekolahnya termasuk yang mengibarkan bendera lebih sering. Ia dan para pelajar lainnya diharuskan untuk berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan dalam upacara pengibaran bendera setiap Jumat pagi.
“Kebijakan baru ini mungkin berhasil pada sejumlah pelajar muda seperti mereka di TK, tetapi bagi yang lainnya seperti kami, ini agak mengganggu dan membuat kami semakin muak pada ritual ini,” kata Jack kepada VOA.
Sekolahnya biasanya mengadakan upacara pengibaran bendera sekitar setahun sekali pada acara-acara khusus, tetapi frekuensinya meningkat tahun ini di tengah-tengah meningkatnya tekanan pemerintah untuk mendorong kesadaran identitas nasional.
Ia termasuk di antara pelajar di kelasnya yang menolak menyanyikan lagu kebangsaan dalam upacara di kelas. Guru kelasnya, yang juga meminta anonim dengan alasan yang sama dengan alasan Jack, mengatakan tak seorang pun di kelas yang menganggap serius hal ini.
“Sebagian guru dan pelajar tidak menyukai kebijakan baru, jadi kami berdiri tetapi kami tidak menyanyi. Menyanyikan lagu kebangsaan atau tidak, tidaklah penting. Ini hanya ritual. Anda pikir pelajar akan lebih pro-China setiap kali mereka menyanyikannya?,” kata guru itu kepada VOA. [uh/lt]