Seusai kunjungannya ke Damaskus dan bertemu dengan pemerintah baru Suriah, utusan PBB untuk negara itu mengatakan bahwa Suriah memerlukan “transisi politik yang kredibel, inklusif dan mencakup seluruh lapisan masyarakat dan partai-partai Suriah.”
Geir Pedersen, Rabu (18/12) mengatakan bahwa proses itu harus berlangsung di bawah resolusi PBB yang diadopsi tahun 2015 untuk membantu merundingkan solusi politik antara pemerintahan Presiden Bashar Assad yang telah digulingkan dan oposisi.
“Ada banyak harapan yang dapat kita lihat sekarang mengenai dimulainya Suriah baru, Suriah baru yang sejalan dengan Resolusi Dewan Keamanan 2254,” kata Pedersen.
Belum jelas apakah Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok pemberontak utama yang kini memegang kendali di Suriah, akan melanjutkan proses tersebut.
Kelompok itu telah membentuk pemerintahan sementara yang terdiri dari para anggota “pemerintahan penyelamat” yang telah memerintah di bekas kubu-kubu pertahanannya di Suriah utara.
Pemerintah sementara itu akan memimpin negara itu hingga Maret, tetapi penguasa yang baru belum menjelaskan bagaimana transisi menuju pemerintah baru yang berdaya sepenuhnya akan berlangsung.
Pedersen juga memperingatkan tentang kekerasan yang terus berlangsung di beberapa daerah di negara itu, khususnya di bagian timur laut, di mana pasukan Kurdi dan kelompok-kelompok bersenjata dukungan Turki bentrok, dan menyerukan bantuan kemanusiaan serta dimulainya proses untuk mengakhiri sanksi-sanksi Barat terhadap Suriah.
Assad melarikan diri dari negaranya awal bulan ini, menjadi akhir dramatis dari upayanya selama hampir 14 tahun untuk mempertahankan kekuasaan sementara negaranya terpecah belah akibat perang saudara yang brutal, yang telah menjadi medan pertempuran proksi bagi kekuatan-kekuatan regional dan internasional. [uh/jm]
Forum