Tautan-tautan Akses

Utusan PBB Ingatkan Potensi Pertumpahan Darah dan Perang Saudara di Myanmar


Pengunjuk rasa antikudeta melewati ban yang terbakar setelah para aktivis melancarkan "mogok sampah" untuk menentang pemerintahan militer di Yangon, Myanmar, 30 Maret 2021. (Foto: Reuters)
Pengunjuk rasa antikudeta melewati ban yang terbakar setelah para aktivis melancarkan "mogok sampah" untuk menentang pemerintahan militer di Yangon, Myanmar, 30 Maret 2021. (Foto: Reuters)

Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Untuk Myanmar, Rabu (31/3), memperingatkan bahwa pertumpahan darah tidak terelakkan dan kemungkinan terjadinya perang saudara semakin besar di negara di mana kekuasaan sipil tak kunjung dipulihkan.

“Saya menyerukan kepada dewan ini untuk mempertimbangkan semua piranti yang tersedia untuk mengambil langkah kolektif dan melakukan hal yang benar untuk rakyat Myanmar, serta mencegah sebuah bencana multi-dimensi di jantung Asia,” kata Utusan Khusus Christine Schraner-Burgener, menurut dokumen yang diperoleh oleh VOA.

Schraner mengatakan hal itu dalam pertemuan tertutup di Dewan Keamanan PBB pada Rabu (31/3).

Utusan Khusus PBB untuk Myanmanr, Christine Schraner Burgener. (Foto: VOA)
Utusan Khusus PBB untuk Myanmanr, Christine Schraner Burgener. (Foto: VOA)

Schraner mengatakan ia khawatir konflik ini akan semakin menelan korban jiwa karena panglima tertinggi militer, Jenderal Min Aung Hlaing, tampaknya hendak memperkuat cengkeramannya.

Schraner merujuk peningkatan pertempuran di negara bagian Kayin dan Kachin. Dia juga memperingatkan pembalasan dari tiga kelompok pemberontak etnis bersenjata jika serangan terhadap para demonstran tidak berhenti, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya perang saudara.

“Mediasi membutuhkan dialog, tetapi militer Myanmar sudah menutup pintunya ke sebagian besar dunia,” kata Schraner Burgener. “Tampaknya militer hanya mau berhubungan kalau merasa mereka mampu membendung situasinya lewat penindasan dan teror.”

Myanmar terperangkap dalam kekacauan dan kekerasan sejak penggulingan pemerintahan sipil oleh militer pada 1 Februari, dan penahanan pemimpin de-fakto Aung San Suu Kyi, serta pejabat-pejabat tinggi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Militer mengklaim terjadi banyak kecurangan dalam pemilihan November lalu, yang dimenangkan oleh NLD dengan selisih suara sangat besar. [jm/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG