Utusan khusus Amerika untuk Timur Tengah George Mitchell menyerukan agar Israel dan Palestina menahan diri hingga perundingan damai tidak langsung antara kedua pihak bisa dilaksanakan.
Mitchell mengatakan “masa tenang dan tenteram” diperlukan, setelah warga Palestina bereaksi keras terhadap keputusan Israel bulan ini untuk membangun kembali sebuah siganog dekat situs yang dianggap suci oleh kaum Yahudi dan Muslim. Palestina juga kecewa dengan pengumuman Israel belum lama ini mengenai pembangunan rumah-rumah baru di Yerusalem Timur yang disengketakan.
Komentar itu diberikan Mitchel hari Senin setelah mengadakan pertemuan dengan kepala perunding Palestina Saeb Erekat di Yordania. Utusan khusus Amerika itu mengatakan pembahasan dengan Erekat mencakup sejumlah isu termasuk “keinginan bersama“ untuk segera memulai perundingan tidak langsung.
Erekat mengutuk rencana perluasan permukiman Israel. Namun ia mengatakan Palestina ingin memberi “peluang yang layak“ bagi perundingan tidak langsung itu. Sebelumnya, Mitchel bertemu dengan Raja Yordania Abdullah yang merupakan sekutu Amerika.
Dalam perkembangan lainnya, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan komitmen Amerika terhadap keamanan dan masa depan Israel tetap “kokoh, tidak tergoyahkan dan kekal”. Namun, ia menegaskan lagi dukungan Amerika bagi solusi “dua negara” bagi Israel dan Palestina.
Clinton kepada kelompok pro Israel yang berpengaruh hari Senin mengatakan tekad mewujudkan solusi tersebut menyebabkan Amerika mengutuk pengumuman Israel bulan ini tentang pembangunan unit perumahan baru untuk pemukim Yahudi di Yerusalem Timur.
Meskipun demikian, kepada Komisi Hubungan Masyarakat Amerika-Israel, Clinton menegaskan kutukan itu bukan karena “harga diri yang terluka” melainkan bagaimana memajukan perundingan damai. Israel mengumumkan perluasan permukiman itu saat Wakil Presiden Amerika Joe Biden sedang berada di Yerusalem.
Clinton mengatakan pembangunan permukiman baru di Yerusalem Timur dan Tepi Barat merusak kepercayaan dan mencuatkan “ pertentangan” antara Israel dan Amerika yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain di kawasan Timur Tengah.