Kepada VoA di Jakarta, Senin, Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch atau ICW menegaskan, akan sulit menganggu kinerja KPK selama KPK kompak. Jika wacana tentang niat DPR merevisi undang-undang terkait KPK semakin mengemuka, menurutnya justru akan memojokkan posisi DPR yang dinilai selalu mempolitisasi berbagai persoalan termasuk pemberantasan korupsi.
“Saya masih optimis ya sepanjang teman-teman di penyidik maupun deputi dan juga pimpinan KPK kompak ke arah sana ya, salah satu tidak kompak ini agak berat, agak sulit kita bicara soal apakah ini dipolitisasi atau tidak karena ketika proses-proses itu mengarah ke partai politik itu seringkali dipolitisasi ya,” ujar Febri Diansyah.
Dalam kesempatan berbeda, anggota Komisi III DPR RI, komisi yang membidangi masalah Hukum dan HAM, Martin Hutabarat pada acara diskusi di Jakarta, Senin menegaskan tidak benar jika DPR dinilai ingin melemahkan kewenangan KPK. Ditambahkannya DPR hanya menginginkan kewenangan KPK yang sangat luas dapat diawasi.
Martin Hutabarat menjelaskan, “Revisi itu bisa kita tidak perlukan kalau ada keinginan kuat dari sebagian anggota untuk memperlemah, tapi sebenarnya juga ada hal yang harus disempurnakan juga dalam Undang-Undang KPK yang sekarang, salah satu adalah soal masalah pengawasan terhadap KPK padahal KPK itu wewenangnya sangat luar biasa, kalau ini disalahgunakan bisa tidak baik.”
Sementara itu juru bicara KPK, Johan Budi menilai udang-undang yang berlaku sampai saat ini bagi KPK masih mampu sebagai acuan dalam memberantas korupsi.
“Ada suara-suara yang sudah menginginkan misalnya KPK tidak lagi mempunyai kewenangan penuntutan, kemudian penyadapan dan yang terakhir KPK fokus ke pencegahan saja, penindakan diserahkan ke kejaksaan dan kepolisian, kami sampai hari ini menganggap bahwa Undang-Undang 30 tahun 2002 itu cukup bisa membuat kami melakukan pemberantasan korupsi secara optimal,” ungkap Johan Budi.
Berbagai kalangan juga menilai rencana DPR merevisi undang-undang terkait KPK adalah sebagai langkah DPR menghindar dari KPK karena semakin banyak anggota DPR terlibat praktek korupsi.
Selain dalam kasus cek pelawat saat pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur BI, sejumlah anggota DPR juga diduga telah menyalahgunakan kewenangan dalam kasus anggaran di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigasi serta berbagai proyek renovasi gedung MPR DPR.