Isu Iklim
Untuk pertama kali, PLTU Batu Bara Pasok Kurang dari 50% Listrik Australia

Menurut data pada Rabu (4/9), pasokan listrik di Australia dari pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU) mencapai kurang dari 50 persen pada minggu terakhir Agustus. Angka itu turun ke level terendah sepanjang masa karena meningkatnya produksi energi terbarukan.
Menurut pemantau pasar Open-NEM, PLTU memasok 49,1 persen listrik di negara tersebut. Sementara energi terbarukan menyumbang 48,7 persen, karena badai meningkatkan produksi energi dari pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).
Australia tetap menjadi salah satu pengekspor batu bara dan gas terbesar di dunia, dan sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk menjaga pasokan listrik di negara itu.
Namun pakar finansial iklim Tim Buckley mengatakan, bahwa angka rekor pada Agustus lalu disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak menentu dan awal musim semi yang hangat yang telah mengurangi permintaan pada jaringan listrik hingga 20 persen.
Angin yang berkecepatan melebihi 150 kilometer (93,2 mil) per jam di wilayah tenggara Australia juga hampir menggandakan jumlah tenaga angin yang biasanya dihasilkan.
"Ini merupakan pangsa batu bara terendah secara historis bagi Australia di pasar energi nasional, tetapi ini juga merupakan pertanda ke arah mana kita nantinya," kata Buckley kepada AFP.
"Hanya dalam beberapa tahun ke depan, batu bara hampir dipastikan tidak lagi memberikan kontribusi apa pun," tambahnya.
Pada 2022-2023, bahan bakar fosil menyumbang 91 persen dari energi yang dikonsumsi negara tersebut, yang mencakup penggunaan lebih luas untuk transportasi dan industry, tidak hanya untuk pembangkitan listrik.
Investasi energi terbarukan
Dengan sebagian besar dari 16 PLTU di Australia akan ditutup dalam beberapa tahun mendatang, pemerintah dan para pegiat industri energi berlomba-lomba untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan.
Pemerintah pada Rabu meluncurkan enam proyek baterai yang akan dibangun di Australia Selatan dan Victoria yang akan menyediakan 1.000 megawatt penyimpanan pada tahun 2027.
Menteri Energi Chris Bowen mengatakan bahwa transisi energi akan terjadi karena tuntutan iklim dan realitas ekonomi.
"Kita harus menerapkan solusi yang masuk akal sekarang, bukan dalam satu dekade, atau dua dekade lagi, untuk memastikan bahwa kebutuhan energi Australia akan terpenuhi."
Buckley mengatakan, meskipun investasi Australia di sektor ini bertumbuh, tetapi sektor ini tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
"Cina telah melampaui Australia dalam hal energi terbarukan. Cina menginvestasikan hampir satu triliun dolar Australia (sekitar 10.3 kuadriliun rupiah dengan kurs saat ini-red) per tahun dalam teknologi bersih dan energi terbarukan," katanya.
"Cina mampu memasang kapasitas energi terbarukan dalam waktu seminggu sebanyak yang dapat dipasang Australia, namun dalam kurun waktu setahun."
Minggu lalu, regulator energi Australia memperingatkan perlunya investasi berkelanjutan di pasar energi terbarukan untuk menghindari pemadaman listrik dalam beberapa dekade mendatang karena permintaan yang diproyeksikan akan terbang. [rz/ft]
See all News Updates of the Day
Jepang Berjuang Hadapi Kebakaran Hutan Terbesar dalam Beberapa Dekade

Menurut pemerintah kota Ofunato, lebih dari 1.000 penduduk sekitar telah dievakuasi dan terdapat lebih dari 80 bangunan yang rusak hingga Jumat (28/2).
Jepang menghadapi kebakaran hutan terbesarnya dalam lebih dari tiga dekade pada Sabtu (1/3), yang merenggut satu nyawa dan memaksa lebih dari seribu orang untuk dievakuasi.
Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran memperkirakan api telah menyebar sekitar 1.200 hektare di hutan Ofunato, wilayah utara Iwate, sejak kebakaran terjadi pada Rabu (26/2).
"Kami masih memeriksa ukuran area yang terkena dampak, tetapi ini adalah yang terbesar sejak kebakaran hutan tahun 1992 di Kushiro, Hokkaido," kata seorang juru bicara badan tersebut kepada AFP.
Kebakaran itu membakar 1.030 hektare, yang merupakan rekor sebelumnya.
Sekitar 1.700 petugas pemadam kebakaran dikerahkan dari seluruh negeri, kata badan tersebut.
Rekaman udara dari lembaga penyiaran publik NHK menunjukkan asap putih yang mengepul dan menutupi seluruh gunung.
Polisi setempat menemukan jasad satu orang yang terbakar pada Kamis (28/2).
Menurut pemerintah kota Ofunato, lebih dari 1.000 penduduk sekitar telah dievakuasi dan terdapat lebih dari 80 bangunan yang rusak hingga Jumat (28/2).
Penyebab kebakaran masih belum diketahui.
Dua kebakaran lainnya juga terjadi pada Sabtu (1/3), satu di Yamanashi dan satu lagi di tempat lain di Iwate.
Pada 2023, tercatat sekitar 1.300 kebakaran hutan di seluruh Jepang, yang sebagian besar terjadi antara Februari hingga April ketika udara mengering dan angin bertiup kencang.
Menurut data pemerintah, jumlah kebakaran hutan telah menurun sejak puncaknya pada era 1970-an.
Ofunato hanya mengalami curah hujan sebesar 2,5 milimeter pada bulan ini, dan diperkirakan akan turun jauh di bawah rekor terendah sebelumnya, yaitu 4,4 milimeter pada Februari 1967.
Tahun lalu merupakan tahun terpanas di Jepang sejak pencatatan dimulai, mengikuti tren negara-negara lain akibat emisi gas rumah kaca yang terus meningkat dan memicu perubahan iklim. [ah]
Vietnam Lambat Tangani Krisis Polusi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan polusi udara yang parah di negara itu menyebabkan kematian sedikitnya 70.000 orang per tahun.
Asap beracun membubung dari tumpukan kantong plastik dan daun yang dibakar di lahan pertanian Le Thi Huyen di Hanoi, kota yang tengah menghadapi lonjakan polusi udara yang mengkhawatirkan. Ironisnya pemerintah komunis tampaknya belum tergerak untuk mengatasi kondisi itu.
Dalam tiga bulan terakhir, ibu kota Vietnam itu secara berkala memuncaki peringkat kota-kota besar paling tercemar di dunia. Kondisi polusi yang parah membuat sembilan juta penduduknya kesulitan bernapas dan bahkan mengganggu jarak penglihatan karena terhalang kabut asap tebal.
Meski pemerintah telah menyusun berbagai rencana ambisius untuk mengatasi krisis udara itu, tetapi pelaksanaannya masih jauh panggang dari api. Para analis juga menyoroti kurangnya pemantauan terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan.
Secara resmi, pembakaran jerami padi dan limbah sebetulnya sudah dilarang di negara itu sejak 2022. Namun, nyatanya aturan itu ternyata baru diketahui oleh Huyen.
"Saya belum pernah mendengar tentang larangan itu," kata Huyen kepada AFP. "Kalau tidak dibakar, lalu kita harus melakukan apa?" ujarnya, sambil melirik tumpukan limbah yang masih membara.
Bau asap dan plastik terbakar merupakan ciri khas kehidupan di banyak distrik Hanoi.
Buruknya kualitas udara di negara itu juga dipengaruhi oleh aktivitas pembangkit listrik uap tenaga batu bara (PLTU), meningkatnya jumlah pabrik, tingginya penggunaan sepeda motor berbahan bakar bensin, serta aktivitas konstruksi yang terus berlanjut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan polusi udara yang parah itu menyebabkan kematian sedikitnya 70.000 orang per tahun.
Vietnam adalah pusat manufaktur dengan ekonomi yang berkembang pesat dan kebutuhan energi yang meningkat. Namun, pertumbuhan ini harus dibayar dengan harga tinggi, terutama di ibu kota yang padat, di mana kondisi geografis memperburuk masalah kualitas udara.
Namun, tidak seperti di kota-kota besar Asia lainnya yang berjuang melawan polusi, seperti Delhi atau Bangkok, kehidupan di Hanoi tetap berjalan seperti biasa, tidak peduli seberapa buruk udaranya.
Pihak berwenang tidak menutup sekolah. Juga tidak ada aturan bekerja dari rumah.
Para analis menyebutkan bahwa pemerintah memiliki keterkaitan erat dengan kepentingan ekonomi besar. Selain itu, pemerintah juga telah memenjarakan jurnalis independen dan aktivis lingkungan yang menyerukan solusi lebih cepat.
Ajakan Aksi
Hanoi sering menempati peringkat teratas dalam daftar kota besar paling tercemar di dunia menurut IQAir. Pada 2023, perusahaan pemantau asal Swiss itu juga menilai Hanoi sebagai salah satu dari 10 ibu kota paling tercemar.
Menghirup udara beracun berdampak serius pada kesehatan. WHO memperingatkan bahwa paparan jangka panjang dapat memicu stroke, penyakit jantung, kanker paru-paru, dan gangguan pernapasan.
Bank Dunia memperkirakan bahwa polusi udara, yang pada 2023 kembali ke tingkat sebelum pandemi, menyebabkan Vietnam kehilangan lebih dari $13 miliar per tahun. Angka ini setara dengan hampir tiga persen dari PDB negara tersebut tahun lalu.
"Situasinya mendesak," kata Muthukumara Mani, kepala ekonom lingkungan Bank Dunia, yang berkantor di Hanoi.
Bahkan media pemerintah, yang selama bertahun-tahun nyaris diam soal kualitas udara, kini semakin lantang bersuara di Vietnam, negara satu partai.
VietnamNet, situs berita resmi Kementerian Informasi dan Komunikasi, menerbitkan seruan tindakan yang jarang terjadi pada Januari. Media tersebut memperingatkan bahwa polusi udara adalah "krisis yang menuntut perhatian segera."
Pihak berwenang menolak memberikan komentar kepada AFP. Namun, Mani mengatakan bahwa masalah ini diakui "di tingkat tertinggi di negara itu," merujuk pada kunjungan pejabat senior Hanoi ke China untuk mempelajari cara Beijing mengatasi polusi udara yang sebelumnya parah.
Hanoi telah mengusulkan konsep zona rendah emisi dan menyusun rencana aksi untuk memastikan kualitas udara "sedang" atau lebih baik pada 75 persen hari dalam setahun. Namun, belum jelas apakah kedua kebijakan tersebut akan benar-benar diterapkan.
"Masalah yang sering terjadi di Vietnam adalah orang-orang lebih fokus pada target daripada memahami makna sebenarnya di baliknya," kata Bob Baulch, profesor ekonomi di Universitas RMIT Vietnam. [ah/ft]
Raja Maroko Imbau Masyarakat untuk Tidak Menyembelih Domba pada Iduladha Tahun Ini

Raja Maroko telah mengimbau warganya untuk tidak menyembelih domba pada Iduladha tahun ini akibat kekeringan yang mengakibatkan populasi ternak berkurang drastis dan melambungkan harga daging.
Jutaan domba, kambing, dan hewan ternak lainnya disembelih dalam perayaan Iduladha di seluruh dunia. Iduladha merupakan satu dari dua hari raya Islam penting yang tahun ini jatuh pada bulan Juni.
Namun akibat kekeringan yang melanda Maroko selama tujuh tahun berturut-turut, jumlah populasi ternak di negara tersebut berkurang sebesar 38 persen dalam 12 bulan terakhir.
Curah hujan berkurang 53 persen dari tingkat rata-rata dalam 30 tahun terakhir, menurut kementerian pertanian Maroko.
"Negara kami menghadapi tantangan iklim dan ekonomi yang menyebabkan penurunan drastis pada populasi hewan ternak," kara Raja Mohammed VI dalam pidato yang dibacakan oleh menteri agama di televisi nasional pada Rabu (26/2).
Meskipun menyadari pentingnya perayaan Iduladha, sang raja tetap mengimbau warga "untuk menahan diri dalam menjalankan ritual kurban."
Iduladha memperingati keikhlasan Nabi Ibrahim dalam mengorbankan putranya.
Ayah dari Raja Mohammed VI, Hassan II, juga pernah membuat imbauan serupa pada 1966 ketika Maroko mengalami kekeringan berkepanjangan.
Penurunan jumlah hewan ternak telah menyebabkan harga daging melambung tinggi. Kondisi tersebut mempersulit warga miskin di negara Afrika utara itu, yang besaran upah minimumnya berkisar 290 euro per bulan atau sekitar Rp4,9 juta. [rs]
Amerika Tak Lagi Pimpin JETP Indonesia, Pakar Sayangkan Mundurnya AS

AS belum lama ini mundur sebagai pemimpin bersama JETP Indonesia, sebuah kemitraan yang bertujuan membantu mempercepat transisi energi Indonesia. Pakar menilai, kebijakan AS dikhawatirkan memengaruhi kebijakan negara-negara lain, termasuk Indonesia, dalam melanjutkan komitmen transisi energi.
Tidak lama setelah Donald Trump kembali dilantik sebagai presiden AS Januari lalu, Washington mundur dari posisi pemimpin bersama (co-leader) Kemitraan Transisi Energi yang Adil Indonesia (Just Energy Transition Partnership/JETP Indonesia).
Kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Kelompok Mitra Internasional (International Partners Group/IPG), yang sebelumnya dipimpin secara bersama oleh Amerika dan Jepang, diluncurkan di sela-sela KTT G20 di Bali pada tahun 2022, dengan tujuan untuk mempercepat transisi energi Indonesia, dengan mengurangi ketergantungan pada batu bara dan meningkatkan produksi energi baru terbarukan.
Menurut pakar transisi energi sekaligus direktur pelaksana Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, mundurnya Amerika dari posisi tersebut berpotensi memengaruhi sikap negara-negara lain dalam memandang urgensi transisi energi, termasuk Indonesia.
“Kalau dari sudut pandang investasi, sebenarnya investasi AS ke daerah seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di sektor energi tidak terlalu besar. Tapi kalau berbicara global leadership dan juga global diplomacy sebenarnya ini adalah sebuah kehilangan yang cukup besar, karena tentunya para pemimpin-pemimpin negara tetap akan melihat global optics, ‘kalau negara besar tidak mau berkomitmen, bagaimana dengan kami?’” urainya.
Selain menurunkan peran mereka dalam JETP Indonesia, Amerika juga mundur dari Perjanjian Iklim Paris, yang merupakan kesepakatan internasional untuk menangani perubahan iklim dengan mengurasi gas rumah kaca.
Gedung Putih tidak menjawab pertanyaan VOA mengenai komitmen iklim Amerika kini, maupun komitmen Washington dalam JETP Indonesia usai mundur dari posisi pemimpin bersama.
Setelah perkembangan tersebut mengemuka, sejumlah pejabat Indonesia, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, mengungkapkan keengganannya untuk memensiunkan secara dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tanpa adanya pendanaan dari lembaga donor.
“Di janjimu (JETP) ada lembaga donor yang membiayai, mana ada? Sampai sekarang belum ada. Nol. Kami mau (pensiun dini PLTU), tapi ada uangnya dulu,” ungkap Bahlil, 30 Januari lalu.
Utusan Khusus RI Bidang Iklim Hashim Djoyohadikusumo bahkan menyebut JETP sebagai “program gagal”, seperti dikutip kontan.co.id, 31 Januari lalu.
Meski demikian, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan kepada VOA pada 6 Februari lalu bahwa Jakarta akan tetap melanjutkan proyek-proyek iklim yang telah dicanangkan pemerintah. Ia menuturkan, Indonesia tetap berkomitmen menurunkan emisi.
“JETP itu jangan diindikasikan itu hanya Amerika, JETP itu negaranya banyak, dan yang kemarin mendanai yang pertama ke Ijen itu memang dari Amerika, lalu berikutnya ada energy transition mechanism itu lebih banyak Jepang. Nah dari situ, Pak Bahlil, Pak Menteri, memang mengatakan bahwa kalau ada pendanaan, baru dipensiunkan tenaga fosil itu,” ungkapnya.
Eniya merujuk pada pengembangan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ijen berkapasitas 31 megawatt, di mana Washington mengumumkan komitmen pendanaan senilai $126 juta untuk PT Medco Cahaya Geothermal pada pertengahan 2024.
“Kita tetap go untuk penurunan emisi, karena semua target juga sudah ada di RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, red.), di mana EBT-nya juga tetap ada porsi, walaupun pendanaan dari Amerika nggak ada,” tambahnya.
Selain Amerika dan Jepang, negara-negara yang termasuk ke dalam Kelompok Mitra Internasional (IPG) dalam JETP Indonesia yaitu Kanada, Denmark, Uni Eropa, Republik Federal Jerman, Republik Perancis, Norwegia, Republik Italia, Inggris Raya dan Irlandia Utara.
Kini, posisi yang ditinggalkan AS diisi oleh Jerman, untuk bersama Jepang memimpin kemitraan tersebut.
Saat dihubungi VOA pada 13 Februari lalu, Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia Thomas Graf mengatakan bahwa negaranya telah mengambil alih jabatan pemimpin bersama sejak awal tahun ini.
“Jerman memiliki salah satu portfolio proyek terbesar yang didedikasikan untuk transisi energi di Indonesia dan memutuskan untuk memperdalam keterlibatannya sebagai salah satu pemimpin dalam memajukan implementasi kemitraan,” ungkapnya saat membacakan sikap resmi Jerman, menyusul perkembangan terkini," kata Graf.
Jerman telah mengumumkan komitmen pendanaan dalam bentuk hibah maupun bantuan teknis senilai total 94,58 juta Euro, menurut catatan Sekretariat JETP Indonesia pada Juni 2024.
Graf mengatakan, delegasi tingkat tinggi dari kementerian kerja sama ekonomi dan pembangunan Jerman akan mengunjungi Jakarta untuk menemui Kelompok Mitra Internasional dan seluruh komunitas JETP, termasuk para pemangku kepentingan politik.
Pakar transisi energi Putra Adhiguna mengatakan, sebenarnya inisiatif internasional seperti JETP Indonesia memiliki keterbatasan, selama cara pandang pemerintah terhadap isu transisi energi tidak diubah.
“Karena pada dasarnya, orang Indonesia dan politisi kita harus diyakinkan bahwa transisi energi adalah perkara competitiveness (daya saing, red.), bukan perkara climate (iklim, red.). Dan ini bagian yang, kayaknya, di Indonesia masih belum nyampe, kita masih melihat – jadi kayak misalnya gini, kita masih berkonflik apakah misalnya kita bisa membangun kawasan industri hijau. Kita tidak sadar bahwa kalau ada perusahaan, misalnya Samsung, Hyundai, dan sebagainya, mau bangun pabrik, mereka minta green energy dan mereka nggak bisa dapat, mereka (akan) pindah ke Malaysia,” jelasnya.
Lebih dari itu, Putra berpendapat, yang menjadi masalah utama dalam transisi energi Indonesia bukanlah pendanaan. Ia berargumen, selama pemerintah memiliki target jangka pendek yang jelas dan meyakinkan, pendanaan dalam bentuk investasi asing akan lebih mudah mengalir ke Indonesia.
“Kita nggak perlu target 2050, yang kita perlu adalah target 2026 dan 2027, karena kalau nggak begitu, kita punya 1.000 proyek, tapi nggak ada yang jalan. Lebih baik nyatakan, ‘ini 30 proyek, kami jamin akan jalan dalam 1-2 tahun ke depan.’ Saya rasa itu pernyataan yang ditunggu oleh investor,” kata Putra.
Menurut Sekretariat JETP Indonesia, hingga Juni 2024, terdapat kurang lebih $281,6 juta yang sudah teridentifikasi sebagai hibah atau bantuan teknis yang didistribusikan ke dalam 40 program yang dikelola oleh sedikitnya lima institusi keuangan, serta diimplementasikan delapan badan pelaksana. Sebagian besarnya telah dialokasikan dan bahkan telah berlangsung.
Pada peluncurannya, Kelompok Mitra Internasional, yang saat itu masih dipimpin AS dan Jepang, berkomitmen mengucurkan $20 miliar dalam bentuk hibah dan pinjaman lunak untuk program-program transisi energi Indonesia. [rd/ab]
Virginia Gunawan berkontribusi dalam laporan ini.
- Associated Press
Para Pejabat AS Peringatkan akan Datangnya Badai Musim Dingin yang Berbahaya

Badai musim dingin terbaru dalam pola berulang sedang membidik langsung ke arah Pantai Timur Amerika Serikat di mana salju lebat dan es diperkirakan turun di beberapa negara bagian.
Badai yang menurunkan salju di Midwest, wilayah Barat Tengah AS, dipastikan akan menciptakan kesulitan ke beberapa tempat yang masih mulai membersihkan diri dari banjir pada akhir pekan lalu yang menelan korban jiwa.
Badan Cuaca Nasional AS mengatakan salju setinggi 25 sentimeter mungkin akan turun di sepanjang Pantai Atlantik di Virginia, dan akumulasi es yang signifikan diperkirakan terjadi di North Carolina bagian timur.
Gubernur North Carolina Josh Stein mengumumkan keadaan darurat pada Selasa (18/2) untuk mengantisipasi turunnya hujan es dan salju pada hari Rabu (19/2).
“Selama 24 jam ke depan, pikirkan tentang siapa dalam hidup Anda yang mungkin paling rentan terhadap cuaca ini, apakah itu anggota keluarga, teman, atau tetangga. Harap periksa mereka, pastikan mereka juga siap. Saling menjaga, itulah sifat warga North Carolina,” kata Stein.
Virginia tetap berada di bawah deklarasi serupa yang dikeluarkan Gubernur Glenn Youngkin untuk menghadapi badai lain pada 10 Februari lalu, yang memungkinkan Garda Nasional dan sejumlah lembaga di negara bagian untuk membantu pemerintah daerah.
Stein dan Youngkin meminta warga agar tidak berkendara di jalan raya.
Badai akhir pekan yang menghantam wilayah timur AS menewaskan sedikitnya 17 orang, termasuk 14 orang di Kentucky, yang diguyur oleh salju setinggi 15 sentimeter atau lebih. [lt/ab]
Forum