Tautan-tautan Akses

UNRWA akan Alami Kesulitan Setelah AS Hentikan Dana


Siswa-siswa pengungsi di salah satu sekolah yang didanai UNRWA di dekat kamp pengungsi Al Wehdat, Amman, Yordania, tengah digambar wajahnya saat menghadiri upacara yang menandai dimulainya tahun ajaran baru, Minggu, 2 September 2018.
Siswa-siswa pengungsi di salah satu sekolah yang didanai UNRWA di dekat kamp pengungsi Al Wehdat, Amman, Yordania, tengah digambar wajahnya saat menghadiri upacara yang menandai dimulainya tahun ajaran baru, Minggu, 2 September 2018.

Para pengungsi Palestina khawatir mengenai masa depan mereka setelah Amerika Serikat mengumumkan penghentian dana bantuan bagi UNRWA, badan PBB yang membantu pengungsi Palestina. Pemerintahan Presiden Donald Trump telah mengkritik organisasi tersebut karena memperluas kalangan yang berhak mendapatkan bantuan itu tanpa menyelesaikan masalah mereka.

Wartawan VOA Zlatica Hoke melaporkan badan PBB tersebut membantah keras tuduhan melanggengkan krisis pengungsi dan menyalahkan komunitas internasional karena gagal mewujudkan penyelesaian damai bagi konflik Israel-Palestina. Berikut laporan selengkapnya.

Lebih dari 100 ribu pengungsi tinggal di kamp Baqa’a yang luas, di sebelah utara ibukota Yordania, Amman. Sebagian dari mereka telah berada di sana sejak 1968, sewaktu kamp itu dibuka, dan banyak lagi yang telah lahir di sana.

Zeinab al-Ardaba, pengungsi Palestina, mengatakan, “Ada banyak orang di kamp ini, ke mana mereka semua akan pergi, bagaimana mereka akan hidup, bagaimana mereka akan makan, bagaimana anak-anak bisa memperoleh pendidikan tanpa sekolah-sekolah UNRWA?.”

Baqa’a hanyalah satu dari sekian banyak kamp pengungsi Palestina di Yordania, Lebanon dan tempat-tempat lainnya di Timur Tengah yang didanai UNRWA. Kontribusi Amerika Serikat mencakup sekitar sepertiga dari dana badan tersebut. Penghentian dana tersebut merupakan tambahan beban bagi organisasi yang telah dililit keterbatasan uang itu.

Para siswi pengungsi Palestina duduk di ruang kelas di sekolah yang didirikan oleh UNRWA, pada hari pertama tahun ajaran baru di Gaza City, 29 Agustus 2018. (Foto: dok).
Para siswi pengungsi Palestina duduk di ruang kelas di sekolah yang didirikan oleh UNRWA, pada hari pertama tahun ajaran baru di Gaza City, 29 Agustus 2018. (Foto: dok).

Juru bicara UNRWA Chris Gunnes menjelaskan, “(Sejumlah) 526 ribu anak-anak penerima pendidikan setiap hari dari UNRWA, 1,7 juta orang yang rawan kekurangan pangan - satu juta di antaranya berada di Gaza, 3,5 juta orang yang datang ke klinik-klinik kesehatan dasar kami untuk mendapatkan perawatan medis, mereka adalah orang-orang yang paling besar kemungkinannya menderita karena keputusan yang sangat disesalkan ini.”

Pemerintahan Presiden Donald Trump Jumat mengumumkan akan menghentikan kontribusinya, dengan alasan inefisiensi di organisasi tersebut.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Minggu (3/9) menyambut baik keputusan tersebut. Ia mengemukakan, “Amerika Serikat telah melakukan hal sangat penting dengan menghentikan dana bagi badan yang melanggengkan pengungsi, yang dikenal sebagai UNRWA. Ini akhirnya akan mulai menyelesaikan masalah.”

Pierre Kraehenbuehl, pimpinan UNRWA, saat diwawancarai AP di Yerusalem, 23 Agustus 2018. (Foto: dok).
Pierre Kraehenbuehl, pimpinan UNRWA, saat diwawancarai AP di Yerusalem, 23 Agustus 2018. (Foto: dok).

Kepala UNRWA Pierre Krähenbühl membantah keras tuduhan mengenai ketidakmampuan badan tersebut. Ia menegaskan, “Ini benar-benar merupakan kegagalan berbagai pihak dan masyarakat internasional untuk menyelesaikan konflik ini, yang menjelaskan mengapa pengungsi Palestina masih tetap menjadi pengungsi selama 70 tahun ini. Ini tidak ada hubungannya dengan UNRWA melestarikan situasi itu. Ini adalah politik yang perlu diiperbaiki untuk menyelesaikan konflik, bukan para pelaku bantuan kemanusiaan yang dipersalahkan atas berlanjutnya konflik semacam itu.”

Sekitar 750 ribu orang dipaksa meninggalkan lahan dan rumah mereka semasa terbentuknya Israel 70 tahun silam. Akibat konflik-konflik yang terjadi berikutnya serta mereka yang lahir kemudian, jumlah tersebut berkembang menjadi lebih dari 5 juta orang. Mereka yang kehilangan rumah dalam Perang Arab-Israel tahun 1948 dan keturunan mereka berhak mendapat bantuan internasional.

Banyak pengungsi menyatakan mereka lebih senang kembali ke tanah air mereka daripada hidup dengan bantuan. Akan tetapi Israel telah menegaskan tidak akan mengembalikan rumah atau lahan siapapun yang telah didudukinya. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG