Ratusan petani dengan berpakaian seadanya dan terlihat lelah membentangkan spanduk dari organisasi taninya masing-masing, menyuarakan tuntutan mereka seperti “Stop Alih Fungsi Lahan Pertanian" dan “Lakukan Reformasi Agraria Sejati". Unjuk rasa tersebut dilakukan bertepatan dengan peringatan hari Agraria (Hari Tani Nasional).
Para petani tersebut juga menempatkan dua mobil yang dilengkapi sound system yang menghadap langsung ke kantor BPN, untuk berorasi. Agustiana selaku koordinator lapangan aksi ini meminta pemerintah mengevaluasi dan mengontrol perizinan tanah kepada pihak swasta yang mendirikan perkebunan, karena malah merugikan petani.
"(Kami) meminta agar Pemerintah mengevaluasi seluruh perizinan baik yang sudah keluar maupun yang akan direkomendasikan keluar, bagi perizinan yang sifatnya penguasaan tanah secara luas yang bisa menimbulkan ketidak adilan dan kemiskinan rakyat, " kata Agustiana. "Kami juga meminta kepada Kepala BPN mengusulkan kepada Presiden agar dibentuk lembaga kontrol pengawasan pemanfaatan pertanahan. Karena selama ini penggunaan tanah negara telah dijual belikan kepada calo atau dijual belikan kepada pihak asing, tidak pernah ada yang mengontrol," jelasnya.
Beberapa orang perwakilan petani, diterima langsung oleh Kepala BPN Hendarman Supanji untuk dapat membahas tuntutan dari para petani dalam peringatan hari Agraria tahun ini.
Kepala Pusat Hukum dan Humas BPN, Kurnia Toha usai pertemuan menjelaskan, BPN telah membentuk tim 11 untuk menyelesaikan kasus sengketa tanah di pusat dan daerah. Tim ini diberikan tragetan waktu untuk menyelesaikan setiap kasus sengketa tanah.
"Bapak Hendarman Supanji menyambut baik apa yang disampaikan teman-teman petani. Dalam dua bulan ini telah dibentuk tim 11 yang tugasnya menyelesaikan kasus-kasus sengketa tanah yang ada diseluruh Indonesia. Saat ini baru terdata 33 kasus yang sangat strategis atau krusial, yang melibatkan banyak pihak, " jelas Kurnia Toha. "Tim ini tidak hanya di pusat, tetapi juga di daerah yang terus dimonitor, dan diberi target untuk penyelesaiannya. Jadi setiap bulan langsung dimonitor oleh Kepala BPN," paparnya.
Kurnia Toha menambahkan untuk tanah terlantar, saat ini tengah diproses secara hukum dan nantinya akan dikembalikan kepada petani atau program-program pemerintah.
"Tanah-tanah ini kan tadinya dimiliki oleh perorangan badan hukum (Hak Guna Usaha). Ini ada 19 sudah kita keluarkan surat keputusan kita nyatakan sebaga tanah terlantar. Tapi ada dari 19 itu ada 8 masih proses di pengadilan. Dan kalau sudah selesai, yang selesai ini tentu akan dibagikan ke petani," lanjut Kurnia Toha. "Begitu pula atas tanah-tanah terlantar yang tidak berproses di pengadilan, akan langsung dibagikan ke petani yang membutuhkan tanah. Dan juga untuk program-program pemerintah di bidang pertanian, seperti untuk kedelai dan lainnya," tambahnya.
Dari data BPN, tanah-tanah terlantar ini ada hampir di seluruh Indonesia. Untuk tahun ini ada 459 yang masih di data dan dikaji. Dari keseluruhan tanah yang bersengketa, sekitar 4000 diantaranya merupakan kasus sengketa tanah, baik antara rakyat petani dengan pihak swasta atau perorangan.
Unjuk rasa damai para petani itu dijaga ketat oleh ratusan personil polisi yang diturunkan dari Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.
Para petani tersebut juga menempatkan dua mobil yang dilengkapi sound system yang menghadap langsung ke kantor BPN, untuk berorasi. Agustiana selaku koordinator lapangan aksi ini meminta pemerintah mengevaluasi dan mengontrol perizinan tanah kepada pihak swasta yang mendirikan perkebunan, karena malah merugikan petani.
"(Kami) meminta agar Pemerintah mengevaluasi seluruh perizinan baik yang sudah keluar maupun yang akan direkomendasikan keluar, bagi perizinan yang sifatnya penguasaan tanah secara luas yang bisa menimbulkan ketidak adilan dan kemiskinan rakyat, " kata Agustiana. "Kami juga meminta kepada Kepala BPN mengusulkan kepada Presiden agar dibentuk lembaga kontrol pengawasan pemanfaatan pertanahan. Karena selama ini penggunaan tanah negara telah dijual belikan kepada calo atau dijual belikan kepada pihak asing, tidak pernah ada yang mengontrol," jelasnya.
Beberapa orang perwakilan petani, diterima langsung oleh Kepala BPN Hendarman Supanji untuk dapat membahas tuntutan dari para petani dalam peringatan hari Agraria tahun ini.
Kepala Pusat Hukum dan Humas BPN, Kurnia Toha usai pertemuan menjelaskan, BPN telah membentuk tim 11 untuk menyelesaikan kasus sengketa tanah di pusat dan daerah. Tim ini diberikan tragetan waktu untuk menyelesaikan setiap kasus sengketa tanah.
"Bapak Hendarman Supanji menyambut baik apa yang disampaikan teman-teman petani. Dalam dua bulan ini telah dibentuk tim 11 yang tugasnya menyelesaikan kasus-kasus sengketa tanah yang ada diseluruh Indonesia. Saat ini baru terdata 33 kasus yang sangat strategis atau krusial, yang melibatkan banyak pihak, " jelas Kurnia Toha. "Tim ini tidak hanya di pusat, tetapi juga di daerah yang terus dimonitor, dan diberi target untuk penyelesaiannya. Jadi setiap bulan langsung dimonitor oleh Kepala BPN," paparnya.
Kurnia Toha menambahkan untuk tanah terlantar, saat ini tengah diproses secara hukum dan nantinya akan dikembalikan kepada petani atau program-program pemerintah.
"Tanah-tanah ini kan tadinya dimiliki oleh perorangan badan hukum (Hak Guna Usaha). Ini ada 19 sudah kita keluarkan surat keputusan kita nyatakan sebaga tanah terlantar. Tapi ada dari 19 itu ada 8 masih proses di pengadilan. Dan kalau sudah selesai, yang selesai ini tentu akan dibagikan ke petani," lanjut Kurnia Toha. "Begitu pula atas tanah-tanah terlantar yang tidak berproses di pengadilan, akan langsung dibagikan ke petani yang membutuhkan tanah. Dan juga untuk program-program pemerintah di bidang pertanian, seperti untuk kedelai dan lainnya," tambahnya.
Dari data BPN, tanah-tanah terlantar ini ada hampir di seluruh Indonesia. Untuk tahun ini ada 459 yang masih di data dan dikaji. Dari keseluruhan tanah yang bersengketa, sekitar 4000 diantaranya merupakan kasus sengketa tanah, baik antara rakyat petani dengan pihak swasta atau perorangan.
Unjuk rasa damai para petani itu dijaga ketat oleh ratusan personil polisi yang diturunkan dari Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.