Tautan-tautan Akses

Uni Eropa Ikut Menolak Akui Maduro sebagai Pemenang Pilpres Venezuela


Para pejalan kaki berjalan melewati mural kampanye yang menujukkan wajah Presiden Nicolas Maduro di Caracas, Venezuela, pada 2 Agustus 2024. (Foto: AP/Bernardo Suarez)
Para pejalan kaki berjalan melewati mural kampanye yang menujukkan wajah Presiden Nicolas Maduro di Caracas, Venezuela, pada 2 Agustus 2024. (Foto: AP/Bernardo Suarez)

Uni Eropa, pada Minggu (4/8), menambah tekanan internasional terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Uni Eropa akhirnya bergabung dengan Washington dan negara-negara Amerika Latin yang menolak untuk mengakui klaim kemenangannya dalam pemilu yang diwarnai dengan tuduhan kecurangan.

Penolakan terbaru itu terjadi ketika pihak oposisi Venezuela menyerukan agar hasil pemungutan suara presiden yang disengketakan pekan lalu dipublikasikan, karena Paus mengatakan bahwa rakyat Venezuela harus "mencari kebenaran" dan memperingatkan agar tidak terjadi kekerasan lebih lanjut.

Hasil yang dipublikasikan oleh Dewan Pemilihan Nasional Venezuela pada 2 Agustus "tidak dapat diakui," kata Dewan Uni Eropa dalam sebuah pernyataan.

"Setiap upaya untuk menunda publikasi penuh dari catatan pemungutan suara resmi hanya akan menimbulkan keraguan lebih lanjut" pada kredibilitas mereka, katanya.

Otoritas pemilihan umum negara itu mengatakan bahwa pemungutan suara dimenangkan oleh petahana Maduro, sebuah hasil yang bertentangan dengan jajak pendapat pra-pemilu. Keputusan otoritas tersebut memicu protes yang menurut berbagai kelompok HAM telah menewaskan 11 orang serta penangkapan terhadap ribuan warga.

Semakin banyak negara, termasuk Amerika Serikat dan Argentina, mengatakan bahwa pemilu ini dimenangkan oleh kandidat oposisi Edmundo Gonzalez Urrutia.

Negara-negara Uni Eropa seperti Prancis, Jerman, Italia dan Spanyol termasuk di antara mereka yang mendesak transparansi, dan meminta pihak berwenang untuk merilis hasil penghitungan suara secara rinci.

Pemimpin oposisi Maria Corina Machado menyambut baik "komitmen terhadap demokrasi" yang dilakukan negara-negara tersebut selama akhir pekan.

Machado telah menghabiskan sebagian besar minggu ini dalam persembunyian, setelah Maduro mengancam untuk menangkapnya. Ia mendukung pencalonan Gonzalez Urrutia setelah ia sendiri dilarang mencalonkan diri.

"Atas nama rakyat Venezuela, saya berterima kasih atas pesan penting ini... menegaskan kembali komitmen Anda terhadap demokrasi," tulisnya di platform X, yang sebelumnya adalah Twitter.

Pemimpin oposisi Venezuela Maria Corina Machado memegang bendera nasional negara tersebut dan menyapa pendukungnya dalam aksi di Caracas, Venezuela, pada 3 Agustus 2024. (Foto: AP/Matias Delacroix)
Pemimpin oposisi Venezuela Maria Corina Machado memegang bendera nasional negara tersebut dan menyapa pendukungnya dalam aksi di Caracas, Venezuela, pada 3 Agustus 2024. (Foto: AP/Matias Delacroix)

Namun, tidak seperti Amerika Serikat dan beberapa negara lain, Uni Eropa tidak mengakui Gonzalez Urrutia sebagai presiden terpilih.

"Salinan catatan pemungutan suara pemilu yang diterbitkan oleh oposisi, dan ditinjau oleh beberapa organisasi independen, menunjukkan bahwa Edmundo Gonzalez Urrutia tampaknya akan menjadi pemenang pemilihan Presiden dengan mayoritas yang signifikan," kata pernyataan Uni Eropa.

"Oleh karena itu, Uni Eropa menyerukan verifikasi independen lebih lanjut atas catatan pemilu, jika memungkinkan, oleh entitas yang memiliki reputasi internasional."

Pada Jumat (2/8) lalu, Dewan Pemilihan Nasional (CNE) mengesahkan kemenangan Maduro dengan 52 persen suara melawan 43 persen untuk Gonzalez Urrutia.

Mengaku sebagai korban peretasan komputer, CNE, yang dituduh oleh pihak oposisi setia kepada Maduro, masih belum memberikan rincian perolehan suara berdasarkan jajak pendapat.

Pihak oposisi percaya bahwa ini adalah sebuah manuver untuk menghindari pengungkapan hasil yang sebenarnya, dan telah mempublikasikan notulen dari setiap TPS di sebuah situs web yang menunjukkan bahwa Gonzalez Urrutia memenangkan 67% suara.

Maduro telah menolak keabsahannya.

"Kami mendukung permintaan untuk verifikasi notulen yang telah kami sampaikan, sesegera mungkin, di tingkat internasional dan independen," kata Machado.

"Kami juga menghargai seruan untuk mengakhiri penganiayaan dan penindasan yang, dalam beberapa jam terakhir, telah digunakan secara kejam terhadap orang-orang yang tidak bersalah yang hanya menuntut penghormatan terhadap kedaulatan rakyat yang mereka lakukan" pada hari Minggu lalu, tambahnya.

"Carilah Kebenaran"

Machado berbicara seiring pernyataan dari Paus Fransiskus, yang mengatakan bahwa Venezuela sedang mengalami "situasi kritis" dan mengirim "seruan yang tulus kepada semua pihak untuk mencari kebenaran, dan bersikap moderat untuk menghindari segala jenis kekerasan."

Maduro mengecam apa yang disebutnya sebagai upaya untuk "merebut kursi kepresidenan," sementara Machado mengatakan bahwa oposisi "tidak pernah sekuat ini."

Setelah pemilu terakhir Venezuela pada tahun 2018, Maduro dinyatakan sebagai pemenang di tengah tuduhan kecurangan yang meluas. Akhirnya, Amerika Serikat dan banyak negara lain mengakui ketua parlemen saat itu, Juan Guaido, sebagai presiden sementara.

Namun, Guaido gagal menurunkan Maduro dari jabatannya dan politisi muda yang dulunya sangat populer ini menghilang dari kehidupan publik.

Maduro, 61 tahun, mengecam kritik internasional, menggambarkan tuduhan kecurangan suara sebagai "jebakan" yang didalangi oleh Washington untuk membenarkan "kudeta."

Dia telah memimpin negara kaya minyak tetapi miskin finansial ini sejak 2013, bertanggung jawab atas penurunan PDB sebesar 80 persen yang mendorong lebih dari tujuh juta dari 30 juta penduduk Venezuela yang dulunya kaya raya untuk beremigrasi. [th/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG