Tautan-tautan Akses

Ulama Irak Serukan Pemilihan PM Baru Tanpa Campur Tangan Asing


Ayatollah Agung Ali al-Sistani di kota Najaf, Irak selatan, 13 Maret 2019. (Foto: dok).
Ayatollah Agung Ali al-Sistani di kota Najaf, Irak selatan, 13 Maret 2019. (Foto: dok).

Otoritas tertinggi Syiah Irak, Jumat (6/12) meminta dibentuknya pemerintahan baru dalam tenggat waktu yang ditetapkan, dan tanpa campur tangan asing, sementara waktu semakin sempit bagi para legislator untuk memilih perdana menteri baru, setelah pengunduran diri PM Adel Abdul-Mahdi pekan lalu.

Ribuan demonstran antipemerintah dari berbagai penjuru selatan Irak bergabung dengan demonstran di Lapangan Tahrir, Baghdad, pusat gerakan protes di ibukota, beberapa jam setelah khotbah, kata para pejabat keamanan.

“Kami berharap kepala pemerintahan yang baru dan anggotanya dipilih berdasarkan tenggat konstitusional dan sesuai dengan aspirasi rakyat serta tidak ada campur tangan pihak luar,” kata Ayatullah Agung Ali al-Sistani dalam khotbah mingguannya hari Jumat (6/12) di kota suci Najaf.

Ia menambahkan bahwa institusi agama Syiah tidak akan ambil bagian dalam proses pembentukan pemerintah baru.

Sedikitnya 400 orang tewas sejak pemberontakan mengguncang Irak pada 1 Oktober, dengan ribuan orang Irak turun ke jalan-jalan di Baghdad dan kawasan selatan Irak yang didominasi warga Syiah. Mereka mengecam korupsi, buruknya layanan pemerintah, kurangnya lapangan kerja dan menyerukan diakhirinya sistem politik yang diberlakukan setelah invasi AS tahun 2003.

Pasukan keamanan membubarkan massa dengan peluru tajam dan gas air mata, sehingga menimbulkan korban jiwa. Tekanan terhadap demonstran, yang sekarang memasuki bulan ke-tiga menyebabkan pengunduran diri Abdul-Mahdi pekan lalu setelah al-Sistani menyerukan parlemen agar menarik dukungan terhadap pemerintah Abdul-Mahdi.

Parlemen diberi waktu 15 hari sejak pengunduran diri itu diterima resmi oleh para legislator pada hari Minggu lalu untuk menunjuk calon baru, sesuai dengan konstitusi.

Sejak invasi AS tahun 2003, pembentukan pemerintahan di Irak didasarkan pada mengupayakan konsensus di kalangan faksi-faksi politik dan sekutu-sekutu asing mereka, terutama AS dan Iran. Presiden Barham Salih melakukan pembicaraan segera setelah pengunduran diri Abdul-Mahdi dengan beberapa blok politik yang berbeda. Jenderal Iran Qassim Soleimani, kepala pasukan elit Iran Pasukan Quds dan arsitek aparatur keamanan regional, juga datang ke Baghdad untuk bertemu para pejabat kunci. [uh/lt]

XS
SM
MD
LG